Akhirnya, Indonesia-Saudi Teken Perjanjian TKI
Berita

Akhirnya, Indonesia-Saudi Teken Perjanjian TKI

Anggota DPR minta disesuaikan dengan UU No. 39 Tahun 2004.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Akhirnya, Indonesia-Saudi Teken Perjanjian TKI
Hukumonline
Setelah melakukan moratorium sejak Agustus 2011 lalu, proses penjajagan nota kesepahaman penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi akhirnya rampung. Indonesia dan Arab Saudi sepakat meneken kerjasama penempatan TKI. Menteri Tenaga Kerja kedua negara membubuhkan tanda tangan dalam perjanjian itu di Riyadh, Rabu (19/2).

Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar menyebut perjanjian ini sebagai tonggak sejarah baru kerjasama ketenagakerjaan kedua negara. Perjanjian dihasilkan setelah sebuah Komite Kerja Bersama (Joint Working Committee) berhasil mencapai kesepakatan-kesepakatan, terutama berkaitan dengan TKI. Misalnya tentang kontrak kerja yang harus memuat spesifikasi pekerjaan, upah dan hak kewajiban para pihak. Disepakati pula tentang akses informasi, hak berlibur, cuti, dan yang penting paspor dipegang oleh pekerja.

Keberhasilan itu juga tak lepas dari sikap politik Dewan Menteri Arab Saudi yang menyetujui prinsip-prinsip aturan tenaga kerja jasa rumah tangga dan sejenisnya. Ini juga didukung hasil sidang Dewan Kabinet Arab Saudi 26 Agustus 2013 yang menyetujui prinsip perlindungan pekerja rumah tangga dari berbagai bentuk kekerasan. Muhaimin yakin melalui kesepakatan ini perlindungan TKI di Arab Saudi bisa dimaksimalkan.

“Penandatanganan perjanjian juga memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa maupun bagi TKI sekaligus memberikan kepastian jaminan perlindungan bagi TKI yang bekerja pada pengguna jasa,” ujarnya dalam rilis resmi Kementerian yang diperoleh hukumonline.

Kepala Pusat Humas Kemenakertrans, Suhartono, menambahkan setelah perjanjian bilateral ditandatangani, kedua negara menindaklanjuti dengan membenahi sistem penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Seingga berbagai kesepakatan dalam perjanjian itu dapat diimplementasikan secara baik sebagaimana harapan.

Suhartono mengatakan ke depan Komite Kerja kedua negara akan melakukan pertemuan lanjutan. Dalam rangka mewujudkan sistem yang lebih baik untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada pekerja migran. Sekaligus memenuhi kepentingan pengguna jasa.

Walau perjanjian bilateral sudah diteken kedua negara, Suhartono menegaskan tidak otomatis mencabut status moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi yang ditetapkan sejak 1 Agustus 2011. Moratorium baru dicabut setelah ketentuan dalam perjanjian bilateral itu dilaksanakan para pihak. “Kita masih menunggu kesiapan kedua negara dan masing-masing stakeholder-nya dalam mengimplementasikan poin-poin perjanjian,” papar Suhartono.

Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi harus mengacu pada UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN). Dalam regulasi itu, penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri baru dapat dilakukan bila negara tujuan telah membuat perjanjian tertulis dengan pemerintah Indonesia.

Rieke menilai pengiriman pekerja migran Indonesia ke Saudi merupakan pelanggaran terhadap UU PPTKLN. Selama ini pemerintah tidak punya nota kesepahaman (MoU) dengan Saudi. Akibatnya, tindak kekerasan yang menimpa pekerja migran Indonesia terus berulang tanpa ada sanksi bagi pelaku. Bahkan sejumlah pekerja migran Indonesia divonis mati tanpa mendapat keadilan hukum.

“Semestinya pengiriman TKI ke Saudi ditutup total. Namun, itu pun atas desakan keras dari DPR dan berbagai kalangan, Pemerintah SBY hanya menyatakan moratorium, penghentian sementara pengiriman TKI ke Saudi,” kata Rieke.

Menurut Rieke, Komisi IX DPR belum mendapat informasi atau laporan mengenai perjanjian Indonesia-Saudi. Termasuk substansi yang diperjanjikan. Jika sejak awal, Kemenakertrans membagi draf perjanjian, anggota DPR mungkin saja memberikan masukan. Meski ada perjanjian, politisi PDI perjuangan ini meminta jangan langsung mencabut moratorium. “Tanpa kepastian implementasi perlindungan, moratorium sampai kapan pun tak boleh diakhiri. Bahkan, mengingat derajat pelanggaran hukum dan kemanusiaan yang sudah berkategori pelanggaran HAM berat, maka seharusnya pengiriman TKI ke Arab Saudi harus ditutup,” tegas Rieke.
Tags:

Berita Terkait