Apemindo Tak Persoalkan Protes Freeport dan Newmont
Utama

Apemindo Tak Persoalkan Protes Freeport dan Newmont

Pemerintah diharap dapat memberikan kepastian hukum bukan malah terjebak pada kepentingan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Kementerian ESDM. Foto: SGP
Kementerian ESDM. Foto: SGP
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Ladjiman Damanik mengatakan, wajar saja bila PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara protes keras soal bea keluar (BK) karena dianggap melanggar kontrak. Ladjiman mengatakan, bea keluar tak diatur di dalam kontrak karya (KK).

Beberapa perusahaan masih diizinkan pemerintah mengekspor bijih mineral, yakni PT Aneka Persero Tambang Tbk, PT Vale Indonesia Tbk, PT J. Resources Bolaang Mongondow, PT Indoferro, PT Anugerah Nusantara Sejahtera, PT Long Xin Group Resources, PT Nusa Halmahera Minerals, PT Smelting, dan PT Global Multi Tambang. Freeport dan PT Newmont juga sudah diberikan aturan yang lebih longgar perihal ekspor mineral dibandingkan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), khususnya komoditi nikel dan bauksit.

Kendati demikian, Ladjiman menegaskan Apemindo tidak akan ikut campur mengenai protes keras kedua raksasa tambang asal negeri Paman Sam itu. “Yang pentingkan buat saya KK itu selesaikan renegosiasi. Kalau mereka protes soal BK kami tidak mempermasalahkan,” tuturnya di Jakarta, Kamis (20/2).

Lebih lanjut Ladjiman mengungkapkan, pihaknya memang keberatan dengan aturan BK yang diterapkan pemerintah. Terlebih lagi, ia menambahkan, banyak perusahaan di bawah Apemindo yang sudah terkekang larangan ekspor mineral karena terkendala batasan kadar.

“Bea keluar itu keterlaluan masak makin tahun makin naik tinggi, padahal 20% saja sudah berat. Walaupun itu maksudnya punishment ya jangan seperti itu,” ungkap Ladjiman.

Apemindo berharap pemerintah dapat memberikan kepastian hukum bukan malah terjebak pada kepentingan. Ia menekankan, pihaknya mendukung upaya hilirisasi. Menurutnya hal itu merupakan harga mati. Di sisi lain, ia mengatakan pengusaha juga berharap ada kepastian hukum yang jelas.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Saleh Abdurrahman menjelaskan, kebijakan mengekspor bahan mentah seperti dimasa yang lalu sangat merugikan bangsa Indonesia. Ia mengklaim, larangan ekspor bahan mentah (raw material) merupakan kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia.

“Peningkatan nilai tambah untuk produk mineral dilakukan mulai tahun ini itu merupakan amanah undang-undang, dan undang-undang itulah yang mengharuskan dilakukannya pengolahan mineral didalam negeri seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. Undang-undang itu membuat paradigma baru dalam pengelolaan mineral,” ujarnya.

Menurutnya, keinginan pemerintah untuk mendapatkan nilai tambah komoditas mineral telah sesuai dengan Four Track Strategy pembangunan nasional. Strategi tersebut mengamanatkan bahwa usaha tambang harus pro-growth yaitu meningkatkan investasi sektor pertambangan dan mendukung tumbuhnya sektor jasa.

Selain itu, pro-job yaitu membuka kesempatan kerja baru. Selanjutnya, pro-poor yaitu meningkatkan dana bagi hasil bagi Pemerintah Daerah guna menstimulasi perekonomian di daerah. Terakhir, pro-environment yaitu kegiatan pertambangan harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah pertambangan yang baik dan benar.

“Nilai ekspor yang di generate dari ekspor konsentrate itu sangat rendah, kemudian setelah diolah diluar negeri kita kembali mengimpornya dengan harga mahal, hal ini tidak fair bagi negara kami dalam sistem perdagangan dunia. Kan tidak  mungkinlah kita eksporraw material sekarang ke luar negeri. Mereka memproses, terus nilai tambahnya tinggi, mereka di sana mengenerate tenaga kerja yang tinggi, lalu kita kita impor kembali, ga bolehlah,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait