Ujian Advokat Asing Demi Penegakan Kode Etik
Berita

Ujian Advokat Asing Demi Penegakan Kode Etik

Agar advokat lokal dan advokat asing diperlakukan sama.

Oleh:
RZK/HRS
Bacaan 2 Menit
Sejumlah advokat asing tampak serius mengikuti ujian yang diselenggarakan PERADI. Foto: RES
Sejumlah advokat asing tampak serius mengikuti ujian yang diselenggarakan PERADI. Foto: RES
Besok, 27 Februari 2014 akan menjadi momen bersejarah, untuk kali pertama, ujian advokat asing akan digelar oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Sebagaimana diumumkan pada laman www.peradi.or.id, ujian advokat asing ini adalah prasyarat bagi advokat asing yang ingin mendapatkan surat rekomendasi PERADI.

Alas hukum yang menjadi pegangan PERADI adalah Pasal 23 Ayat (2) UU Advokat yang berbunyi “Kantor Advokat dapat memperkerjakan Advokat Asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat”.

Kepada hukumonline, 14 Februari lalu, Sekretaris Jenderal DPN PERADI Hasanuddin Nasution menjelaskan ujian advokat asing bertujuan agar Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) dapat juga ditegakkan terhadap advokat asing. Makanya, salah satu materi yang akan disajikan dalam ujian advokat asing adalah KEAI.

“Pertimbangan utamanya itu karena memang kita akan memberlakukan kode etik itu kepada mereka (advokat asing, red), kekeliruan yang mereka lakukan terkait apa yang mereka lakukan di Indonesia,” papar Hasanuddin.

PERADI berharap advokat lokal dan advokat asing mendapat perlakuan yang sama. Menurut Hasanuddin, perlakuan yang sama itu meliputi proses rekrutmen yang sama dan penegakan kode etik. Proses rekrutmen yang dimaksud adalah ujian. Jika calon advokat lokal disyaratkan mengikuti ujian untuk diangkat menjadi advokat, maka hal sama harus diberlakukan kepada advokat asing.

Hasanuddin optimis penyelanggaraan ujian advokat asing tidak akan menuai protes dari kantor-kantor hukum yang mempekerjakan advokat asing. Dia bahkan mengklaim rencana ujian advokat asing mendapat sambutan positif. PERADI, kata Hasanuddin, telah berupaya melakukan sosialiasi ke sejumlah kantor hukum yang mempekerjakan advokat asing.

“Jadi, sebenarnya paling tidak setahun terakhir ini sudah banyak yang kita sampaikan kepada end user, kantor-kantor pengguna advokat asing itu di Jakarta khususnya,” ujar Hasanuddin.

Sambutan positif yang diklaim Hasanuddin terbukti. Sejauh ini, berdasarkan laporan diterima, Hasanuddin menyebut jumlah advokat asing yang mendaftar untuk mengikuti ujian mencapai 58. Menurut dia, jumlah ini hampir mencapai keseluruhan jumlah advokat yang terdaftar di PERADI yakni kurang lebih 62 advokat asing.

Ditegaskan Hasanuddin, ujian ini berlaku untuk seluruh advokat asing di Indonesia, baik itu junior maupun senior. “Termasuk yang sudah puluhan tahun berkiprah di Indonesia,” tandasnya, ketika dihubungi kembali oleh hukumonline, Rabu malam (26/2).

Merujuk pada pengumuman laman resmi PERADI, selain kode etik, materi ujian advokat asing meliputi fungsi dan peran organisasi advokat. Terkait hal ini, Hasanuddin mengatakan advokat asing perlu diuji pengetahuannya seputar PERADI sebagai organisasi. Bagi Hasanuddin, pengetahuan tentang PERADI adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki setiap advokat yang berpraktik di Indonesia, termasuk advokat asing.

“Seberapa banyak sih mereka tahu tentang PERADI, itu mendasar banget menurut kami. Ketika bicara tentang advokat indonesia, yang terbayang oleh mereka adalah PERADI, kan gitu,” ujarnya.

Pro kontra
Meskipun baru kali ini akan dilaksanakan, ujian advokat asing sebenarnya sudah lama menjadi topik perdebatan di kalangan hukum. Sebagian menyatakan pro, sebagian lagi kontra. Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Humphrey Djemat setahun lalu sudah mengeluarkan rekomendasi agar advokat asing yang ingin berkiprah di Indonesia diwajibkan mengikuti ujian.

Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Humphrey mengemukakan beberapa alasan. Pertama, ujian advokat asing adalah praktik yang lumrah di sejumlah negara. Dia diantaranya menyebut Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Malaysia dan Jepang. Bahkan, kata Humphrey, untuk di Jepang, ujiannya dilakukan dalam Bahasa Jepang.

Kedua, praktiknya, advokat asing yang berkiprah di Indonesia seringkali memberikan nasihat hukum kepada klien mereka di luar negeri terkait masalah hukum Indonesia yang berkenaan dengan UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal, prinsip-prinsip hukum kontrak dan proses eksekusi putusan hakim/arbiter asing di Indonesia. Makanya, advokat mutlak memahami dan menguasai hukum Indonesia.

Berangkat dari dua alasan itu, AAI menyatakan advokat asing harus diwajibkan mengikuti ujian sebelum mereka berkiprah di Indonesia. Hal ini, kata Humphrey, perlu dilakukan agar advokat Indonesia benar-benarmenjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Dengan seleksi yang ketat, Humphrey juga berharap advokat asing yang hanya mengejar kepentingan bisnis semata dapat diberantas.

Jika AAI pro, maka suara kontra terlontar dari Suhardi Somomoeljono. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) dan Ex Officio Pengurus Provisional Chairman Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), Suhardi menyatakan tidak setuju atas rencana ujian advokat asing oleh PERADI. Dasar penolakan Suhardi terkait polemik rancangan revisi UU Advokat yang masih bergulir.

Melalui surat tertanggal 13 Februari 2014 kepada redaksi hukumonline, Suhardi meminta PERADI tidak membuat keputusan-keputusan yang bersifat nasional, termasuk ujian khusus untuk advokat asing, sebelum rampungnya revisi UU Advokat.
Tags:

Berita Terkait