Ketua Komisi III Pieter C Zulkifli Simaboea dalam laporan akhirnya, menuturkan komisinya telah melakukan serangkaian uji kelayakan dan kepatutan terhadap 11 calon. Mekanisme menggunakan tim pakar dalam uji kelayakan dan kepatutan terhadap seluruh calon dipandang efektif.
Tim pakar memberikan rekomendasi empat nama kepada Komisi III. Berdasarkan mekanisme voting yang ditempuh komisi, nama Wahiduddin dan Aswanto sebagai calon yang dipilih mayoritas oleh anggota Komisi III. Menurut Pieter, komisinya menyadari kecakapan, kemampuan integritas dan moral calon hakim konstitusi merupakan prasyarat penting menjadi hakim konstitusi.
“Komisi III DPR menguatamakan kualitas calon hakim konstitusi yang meliputi integritas, visi dan misi serta kompetensi. Atas dasar itu kriteria Komisi III memilih dan menetapkan calon hakim konstitusi,” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat itu lebih jauh berharap calon hakim konstitusi terpilih diminta menjadi hakim konstitusi yang mampu meningkatkan citra dan wibawa lembaga Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya MK sebagai lembaga peradilan tertinggi sekaligus pengawal konstitusi.
Usai rapat paripurna, Aswanto menegaskan akan menjaga martabat hakim dan lembaga konstitusi. Menurutnya sejak mencalonkan diri menjadi calon hakim konstitusi, ia mengabdikan untuk bangsa dan negara. Menjadi hakim konstitusi, kata Aswanto sebagai upaya menjaga marwah atau martabat bangsa dan negara.
“Insya Allah saya kira kami sudah ingin mengabdikan, dan dari awal kami bertekad MK harus dikembalikan marwahnya. Dan untuk mengembalikan marwahnya adalah bagaimana hakim itu bekerja secara profesional berdasarkan aturan hukum yang berlaku dan berdasarkan konstitusi tentunya,” ujarnya.
Aswanto yang tercatat sebagai pengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) Makasar itu menegaskan siap mundur dari jabatan hakim konstitusi jika melakukan pelanggaran hukum. Ia berharap masyarakat dan media massa mengawasi kerja hakim konstitusi. “Insya Allah, kalau ada kesalahan kami tidak perlu lagi diperiksa, jadi cukup kita mengundurkan diri, saya kira budaya malu perlu ditegakan,” ujarnya.
Aswanto yang meraih gelar doktor hukum pidana diperoleh dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menuturkan akan menghindari upaya lobi-lobi dari partai politik. Sebagai hakim sejatinya independen dan menghindari godaan. Itu pula yang dipertanyakan kala menjalani tes wawancara oleh tim pakar. “Insya Allah, saya kira kami akan menghindari itu. Menghindari itu karena tugas dan fungsi MK sudah jelas sebagaimana ada dalam konstitusi,” katanya.
Wahiduddin menambahkan akan menjalankan tugas sebaik mungkin menjadi hakim konstitusi. Menurutnya terpilihnya menjadi hakim konstitusi merupakan amanah yang mesti diemban sebaik mungkin. Bukan saja amanah dari DPR, tetapi sejatinya amanah dari masyarakat. “Itu saya artikan bahwa hampir semua bertujuan amanah yang diberikan mereka cukup banyak yang harus kita laksanakan nantinya,” ujarnya.
Wahiduddin mengakui citra lembaga konstitusi terpuruk sejak Akil Mochtar -Ketua MK kala itu- tersandung kasus hukum. Menurutnya sebagagimana tertuang dalam perundangan sebelum memangku jabatan, hakim konstitusi mengucapkan sumpah dan janji menurut agama kepercayaanya dan dilakukan di hadapan presiden. Setelah itu, calon terpilih resmi menjalankan tugasnya sebagai hakim konstitusi secara legal.
Mantan Dirjen Peraturan Perundangan Kementerian Hukum dan HAM itu lebih jauh menuturkan akan menjaga martabat lembaga konstitusi. Sebagai negarawan, kata Wahiduddin akan menjaga konstitusi negara. Wahiduddin yang mantan birokrat itu, menuturkan menjadi hakim konstitusi berbeda halnya ketika masih menjadi seorang pejabat di suatu lembaga. “Dalam struktur ketatanegaraan sebagai hakim konstitusi itu kan kita bekerja individual dan hakim harus menyatakan pendapatnya,” ujarnya.
Nama Wahiduddin bagi kalangan DPR, khususnya Komisi III tidaklah asing. Pasalnya sewaktu masih menjabat Dirjen Peraturan Perundangan, Wahiduddin kerap melakukan rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR itu. Wahiduddin menegaskan tidak akan menerima lobi-lobi partai politik. “Sebagai negarawan tentunya begitu,” pungkasnya.
.