Atma Jaya Ingatkan Kode Etik Advokat ke Kuasa Penggugat
Utama

Atma Jaya Ingatkan Kode Etik Advokat ke Kuasa Penggugat

Karena dinilai telah melontarkan pernyataan tendensius yang menyerang kehormatan tim kuasa hukum Atma Jaya.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Kampus Unika Atma Jaya, Jakarta. Foto: RES
Kampus Unika Atma Jaya, Jakarta. Foto: RES
Sengketa antara praktisi psikologi Yon Nofiar dengan Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya bukan lagi hanya persoalan merek. Kali ini, persoalan merembet ke masalah kode etik advokat. Pihak Atma Jaya menilai kuasa hukum Yon Nofiar telah melanggar kode etik advokat dalam kasus ini.

“Tanggapan Pengacara Yon Nofiar cenderung tendensius, tidak substansial, dan mengarah pada pengrusakan kredibilitas kuasa hukum Unika Atma Jaya, dimana  pernyataan tersebut tidak disampaikan dalam rangka pembelaan di persidangan, melainkan di media massa nasional (Hukumonline),” tulis kuasa hukum Unika Atma Jaya Agustinus Prajaka melalui rilisnya yang dikirimkan ke hukumonline, Kamis (6/3).

Sebagaimana diberitakan hukumonline, Bambang Siswanto –pengacara Yon Nofiar- memang cukup keras ketika menanggapi jawaban dan gugatan balik yang diajukan oleh pihak Atma Jaya. Ia menilai apa yang ditulis tim kuasa hukum Unika Atma Jaya dalam berkas jawaban dan gugatan baliknya tidak sesuai dengan UU Merek.

Tak hanya di situ, Bambang juga menyatakan keraguannya dengan kredibilitas pengajaran ilmu hukum tentang Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan Unika Atma Jaya kepada para mahasiswanya. Pasalnya, untuk menjawab gugatan saja Unika Atma Jaya tak mampu memberikan jawaban yang bermutu. Apalagi, salah satu kuasa hukum Unika Atma Jaya menyandang gelar Ph.d, Dr, dan LLM.

Agustinus mengingatkan Bambang bahwa sesama pengacara, seharusnya menjunjung tinggi kode etik advokat dan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Caranya, Bambang harus lebih menahan diri dan berhati-hati dalam memberikan keterangan kepada media massa nasional sehingga tidak terjadi lagi pernyataan tendensius.

Apabila Bambang masih tetap melontarkan pernyataan tendensius yang bersifat merusak martabat rekan sejawat (sesama advokat), lanjut Agustinus, maka itu bertentangan dengan Pasal 14 UU Advokat. Ketentuan ini berbunyi, “Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”

Selain berpotensi melanggar Pasal 14 UU Advokat, tindakan yang dilakukan oleh Pengacara Yon Nofiar itu juga dapat dikenakan Pasal 6 UU huruf b, c, dan d UU Advokat. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur bahwa seorang advokat dapat dikenai tindakan apabila berbuat yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya, bersikap, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum atau pengadilan, dan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau martabat profesinya.

“Apabila memang memiliki cukup bukti atas posisi hukum kliennya, rekan Bambang Siswanto dapat memperjuangkannya di persidangan. Bukan dengan cara berkoar-koar di media massa dengan kalimat yang bersifat merusak reputasi kuasa hukum Unika Atma Jaya,” tukasnya.

Menanggapi masukan Agustinus, Bambang Siswanto mengatakan siap bertanggung jawab atas segala pernyataannya. Ia akan menjabani keinginan tim pengacara Unika Atma Jaya. “Mau di bawa ke kode etik atau kemanapun, ya kita siap karena ini sudah masuk ke ranah hukum,” tutur Bambang ketika dihubungi hukumonline, Selasa (11/3).

Kesiapan Bambang menghadapi pengacara Unika Atma Jaya karena Bambang menilai memang pemikiran mereka terhadap UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek salah. Tim Pengacara Unika Atma Jaya sengaja membelokkan prinsip dasar dari UU Merek itu sendiri, yaitu mengenai asas first to file menjadi first to use. Padahal, jelas-jelas UU Merek menganut asas konstitutif, yaitu melindungi pendaftar merek pertama, bukan pengguna merek pertama. Hal inilah yang menurut Bambang bentuk pembodohan kepada mahasiswanya. Lebih lagi, Unika Atma Jaya adalah institusi pendidikan yang bertanggung jawab atas pendidikan hukum yang diberikannya.

“Ketika UU Merek itu dibelokkan, dampaknya akan menjadi buruk ketika diajarkan ke mahasiswa-mahasiswanya. Ini kan Universitas. Kita ngomong apa adanya,” tegasnya.

Bambang lantas juga balik mengingatkan tim pengacara Unika Atma Jaya. Pasalnya, beberapa waktu lalu di salah satu media sosial universitas saat Bambang melaporkan Dekan FH Unika Atma Jaya, tim pengacara Unika Atma Jaya justru menyebut tim kuasa hukum Yon Nofiar sebagai pemeras. Pemeras karena meminta ganti rugi yang sangat besar yang mencapai Rp8 miliar atas penggunaan merek CHRP. Padahal, kala itu tim pengacara Yon Nofiar sudah berbicara baik-baik dan tidak mencapai titik temu.

“Mereka juga harusnya berkaca. Mereka mengatakan pemerasan. Mereka juga punya profesi, punya kode etik, tapi mengatakan kita pemerasan tanpa ada bukti. Jadi, siapa yang melanggar. Seharusnya mereka ngaca gitu loh,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait