Perlunya Pembentukan Komnas Penyandang Disabilitas
Berita

Perlunya Pembentukan Komnas Penyandang Disabilitas

Sebagai bentuk pengawasan implementasi UU Penyandang Disabilitas. Namun, dinilai pemborosan anggaran.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Sumber: engage.jewishpublicaffairs.org
Sumber: engage.jewishpublicaffairs.org
Badan Legislasi tengah menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyandang Disabilitas. RUU ini masuk dalam Prolegnas 2014 dengan nomor urut 57. Bila RUU ini nantinya disahkan, perlu dibentuk sebuah lembaga bernama Komisi Nasional (Komnas) Penyadang Disabilitas sebagai pengawas implementasi RUU tersebut.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan  (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai pentingnya keberadaan sebuah lembaga yang bernama Komnas Penyandang Disabilitas. Bukan hanya sebagai pengawas, tetapi bagaimana negara memandang penerapan implementasi Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) di tengah masyarakat.

Menurutnya, isu penyandang disabilitas tidak saja hanya di satu sektor, tetapi sudah merambah ke berbagai sektor. “Maka perlu ada lembaga yang fokus menjaga amanat UU dan CRPD agar berjalan dengan baik di masyarakat,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (11/3).

Pada prinsipnya, kata Fajri, publik sependapat dengan lembaga yang sudah ada agar diperkuat dan memiliki peran dan tujuan yang sama demi kemajuan pemenuhan hak penyadang disabilitas. Namun, tidak dipungkiri masih adanya peran yang berbeda dengan yang dilakukan Persatuan Penyadang Disabilitas Indonesia (PPDI).

Fajri mengatakan, lembaga Komnas Penyadang Disabilitas nantinya tidak saja berwenang melakukan pengawasan, tetapi melakukan sosialisasi terkait perubahan cara pandang terhadap penyadang disabilitas. “Jadi memang ada yang perannya belum ada, dan perlu ada lembaga khusus,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, Bambang Basuki, berpandangan sebagus apapun rancangan perundangan penyadang disabilitas tanpa adanya Komnas dinilai tak akan optimal dalam tataran implementasi. Menurutnya, dalam draf RUU sudah mengamanatkan siapa pihak yang menjamin kewajiban pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Faktanya, meski sudah terdapat UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, masih terus terjadi perlakuan diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Misalnya, perlakuan terhadap pendaftar Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di perguruan tinggi.

Menurutnya, perlakuan diskriminasi sudah membudaya. Cara pandang seperti itulah yang mesti diubah. Atas dasar itulah perlunya pembentukan Komnas Penyandang Disabilitas sebagai pengawas implementasi UU tersebut nantinya. Tapi yang terpenting, kata Bambang, dalam RUU Penyadang Disabilitas perlu dituangkan kepastian pencantuman pembentukan Komnas tersebut.

“Bagaimana mungkin UU ini berjalan tanpa ada pengawasan dari Komisi Nasional. Tanpa adanya Komisi Nasional saya skeptis dan pesimis,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo berpandangan, keberadaan lembaga maupun komisi baru menjadi perdebatan di pemerintah. Pasalnya, terdapat konsekuensi dengan keberadaan komisi baru.

Selain beban finansial, diperlukan sumber daya manusia untuk mengisi lembaga baru tersebut. Selain itu, dibutuhkan pengadaan infrastruktur. “Makanya KemenPAN menahan jangan sampai ada (lembaga baru, red)," ujarnya.

Harkristuti melanjutkan, bila nantinya diharuskan membentuk Komnas, perlu diberikan alasan logis dan kewenangan pengawasan tersebut tidak dapat dilakukan lembaga lain. Hanya saja,  ia berpendapat, apakah dengan membentuk Komnas Penyandang Disabilitas  dapat memaksa lembaga di pemerintah pusat dan daerah melaksanakan program komisi. Pasalnya, kewenangan komisi terbatas.

Prinsipnya, Harkristuti sependapat perlunya pengawasan terhadap semua unit pemerintah dalam menjalankan implementasi UU. “Saya setuju perlunya pengawasan bagi semua unit pemerintah, kalau UU ini sudah jadi untuk melaksanakannya, supaya tidak jadi macan kertas,” katanya.

Koordinator tim penyusun RUU Penyandang Disabilitas di Badan Legislasi DPR, Pramartha Pode mengatakan pembentukan komisi baru dalam setiap perundangan perlu direm. Pasalnya, Kementerian Keuangan kerap mengeluhkan pembentukan komisi baru dalam perundangan.

Menurutnya, Kemenkeu beralasan pembentukan komisi baru merdampak pemborosan anggaran. Ia berpandangan perlu pemikiran mendalam terkait pembentukan lembaga maupun komisi baru.  Namun demikian, prinsipnya status RUU tersebut masih dalam penyusunan draf di Baleg.

Maka dari itu, masih dimungkinkan menerima berbagai masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk  masukan pembentukan Komisi Nasional Penyandang Disabilitas. “Sebelum ini menjadi inisiatif DPR dalam paripurna, jadi masih terbuka untuk menerima masukan dari siapapun,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait