Andi Mallarangeng: Kemenkeu Seharusnya Menolak Kontrak Multiyears Hambalang
Utama

Andi Mallarangeng: Kemenkeu Seharusnya Menolak Kontrak Multiyears Hambalang

Karena permohonan kontrak multiyears tidak memenuhi syarat.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Andi Mallarangeng. Foto: RES
Andi Mallarangeng. Foto: RES
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng tidak terima dianggap melakukan pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang. Ia justru mempertanyakan mengapa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyetujui permohonan kontrak tahun jamak (multiyears) Hambalang yang tidak sesuai prosedur.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Permenkeu No.56/PMK02/2010, menurut Andi, syarat permohonan kontrak multiyears harus ditandatangani Menpora dan rekomendasi teknis ditandatangani Menteri Pekerjaan Umum (PU). Namun, tanpa tanda tangan Menpora dan Menteri PU, Kemenkeu menyetujui permohonan kontrak multiyears Hambalang.

“Penuntut umum KPK hanya menyatakan setengah dari fakta. Selain saya, sebenarnya Menteri PU juga tidak menandatangani dokumen tersebut. Jadi, harus ada tanda tangan dua menteri. Seharusnya, permohonan dana ditolak Menteri Keuangan,” kata Andi saat membacakan eksepsi pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3).

Ia menjelaskan, peraturan mengenai syarat pengajuan kontrak multiyears itu bukanlah peraturan yang diterbitkan Kemenpora, melainkan peraturan Menkeu. Ia mengatakan Ada ribuan peraturan Menkeu yang belum tentu diketahui Kementerian lainnya. Andi mengaku tidak mengetahui dan memahami secara rinci Permenkeu No.56/PMK02/2010.

Andi berpendapat, dari segi tata administrasi, “penjaga gawang” terakhir dalam penerapan peraturan yang menyangkut pencairan anggaran proyek pemerintah berada di Kemnkeu. Apabila Kemenkeu melakukan fungsi “penjaga gawang” dengan baik, seharusnya permohonan kontrak multiyears proyek Hambalang distop atau diblokir.

Namun, apa yang terjadi? Ternyata, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu malah menyetujui permohonan kontrak multiyears Hambalang. “Pada 6 Desember 2010, Dirjen Anggaran, mewakili Menkeu, tetap menyetujui permohonan tersebut dan mencairkan dana kurang lebih Rp1,2 triliun untuk proyek Hambalang,” ujar Andi.

Andi kembali menanyakan, siapa sebenarnya yang melanggar aturan dan menyalahgunakan kewenangan. Andi tidak menyalahkan Sesmenpora Wafid Muharam yang menandatangani dokumen permohonan. Ia berpandangan, kalau saja Kemenkeu menerapkan aturannya dengan baik, tentu dengan mudah permohonan itu ditolak.

Atas dasar itulah, Andi keberatan jika Permenkeu dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan hukum penuntut umum KPK menjerat Andi dalam posisi sebagai Menpora. Ia menilai surat dakwaan, bukan hanya tidak akurat melihat persoalan, melainkan juga tidak adil dalam melihat konsekuensi penerapan peraturan pemerintah.

Ia menganggap surat dakwaan penuntut umum KPK tidak disusun secara cermat, lengkap, dan jelas. Hal itu bertentangan dengan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang mengatur kriteria syarat formil dan materil sebuah dakwaan. Andi merasa KPK terlalu memojokan dan memaksakan dakwaan terhadap dirinya.

Fee18 Persen
Selain mengenai kontrak multiyears, Andi juga mengajukan keberatan terkait permintaan fee 18 persen. Dalam surat dakwaan, Choel Mallarangeng disebut meminta fee 18 persen untuk Andi dari nilai proyek Hambalang. Namun, Andi membantah dengan alasan, Choel dan  Wafid tidak pernah menerangkan seperti itu dalam BAP.

Andi menyatakan, penuntut umum telah memangkas keterangan Wafid, sehingga seolah-olah ada permintaan fee 18 persen dari Andi melalui Choel. Padahal, kalimat utuh Wafid dalam BAP berbunyi, “(Choel berkata kepada Wafid) Kakak saya kan sudah setahun jadi Menteri, masak belum ada apa-apa ke saya,” terang Andi.

Nyatanya, kalimat diubah menjadi, “Selanjutnya, Choel melakukan pertemuan dengan Wafid dan Deddy Kusdinar di Restauran Jepang, Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu, Choel menyampaikan bahwa kakaknya atau terdakwa sudah satu tahun menjabat Menpora. Namun, belum mendapatkan apa-apa”.

Dengan pemenggalan frasa “ke saya”, menurut Andi, pengertian kalimat berubah menjadi Choel meminta fee untuk Andi. Meski perasaan Andi terluka mendengar perbuatan Choel, Andi tidak pernah memerintahkan Choel meminta fee. Andi menegaskan, perbuatan Choel selaku individu tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya.

Terlebih lagi, fee 18 persen yang dikemukakan dalam dakwaan hanya berdasarkan keterangan “katanya”. Wafid tidak pernah mendengar langsung dari Choel, melainkan hanya mendengar dari Ilham, anak buah Muhammad Fakhrudin, staf Andi. Andi tidak heran jika keterangan Wafid mengenai besaran fee dalam BAP berubah-ubah.

Selanjutnya, mengenai uang Rp2 miliar dan AS$550 ribu yang diterima Choel melalui Wafid dan pemilik PT Global Daya Manunggal (GDM) Herman Prananto. Andi baru mengetahui Choel menerima dana ketika akan menulis surat pengunduran diri sebagai Menpora. Andi tidak ingin menghapuskan kesalahan adiknya, Choel.

Bahkan, Andi meminta Choel mempertanggungjawabkan perbuatannya selaku individu. Andi tetap menjunjung prinsip hukum, meski memiliki hubungan darah dengan Choel. Atas dasar itu, Choel kemudian mengembalikan uang Rp2 miliar pemberian Wafid ke KPK dan mengembalikan uang AS$550 ribu kepada Herman.

Choel tidak mengembalikan AS$550 ribu ke KPK karena uang itu murni hubungan bisnis Choel dengan Herman. Sementara, untuk uang Rp1,5 miliar dari Wafid dan Rp500 juta dari Fakhrudin yang disebut penuntut umum diterima Choel, tidak ada pengembalian. Andi menyatakan adiknya tidak pernah menerima uang tersebut.

Mengingat fakta-fakta dalam BAP, Andi melihat penuntut umum mengidentikan dirinya dengan Choel. Apa yang diterima Choel seolah-olah diterima pula oleh Andi. Dengan rendahnya akurasi data dan begitu banyaknya spekulasi fakta dalam dakwaan, Andi menganggap KPK terlalu memaksakan dakwaan terhadapnya.

Di lain pihak, dalam eksepsi yang dibacakan tim pengacara Andi, pengacara meminta dakwaan dinyatakan batal demi hukum. Selain itu, pengacara meminta membebaskan Andi dari tahanan, serta mengembalikan harkat dan martabat Andi. Pengacara menilai surat tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP.

Menanggapi eksepsi Andi dan tim pengacaranya, penuntut umum akan mengajukan tanggapan atas eksepsi. Ketua majelis hakim Haswandi memberi waktu satu minggu bagi penuntut umum untuk menyusun tanggapan. Haswandi menutup sidang mengagendakan sidang selanjutnya pada Senin, 24 Maret 2014.
Tags:

Berita Terkait