Perjanjian Kerja Bersama Perlu Dimaksimalkan
Utama

Perjanjian Kerja Bersama Perlu Dimaksimalkan

Pemerintah sebaiknya memfasilitasi pengusaha dan serikat pekerja dalam membentuk perjanjian kerja bersama.

Oleh:
ADY THEA D.A
Bacaan 2 Menit
Demo buruh. Foto: SGP
Demo buruh. Foto: SGP
Dalam mewujudkan hubungan industrial yang baik, diperlukan peraturan di tingkat perusahaan yang mengakomodasi kepentingan pengusaha dan pekerja. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar, juga meminta seluruh perusahaan untuk membentuk dan melaksanakan Perjanjian  Kerja Bersama (PKB).

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Subhan Hadi, mengapresiasi dan mendukung dorongan  pemerintah agar semua perusahaan memiliki PKB. Yang penting, kata dosen hukum ketenagakerjaan ini, pemerintah dan perusahaan serius menjalankan kebijakan lebih teknis di tingkat perusahaan.

Serius dalam arti  PKB tak hanya mengutip rumusan Undang-Undang. Kalau hanya mengadopsi UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya, PKB tak diperlukan. Perubahan signifikan dalam hubungan ketenagakerjaan baru bisa tercipta kalau isi PKB tak hanya mengutip Undang-Undang.

Persoalan lainnya adalah keterwakilan serikat pekerja (SP) di perusahaan. Subhan melihat tidak semua perusahaan punya (SP), terutama perusahaan berskala menengah ke bawah atau dikelola keluarga. Kondisi itu berpotensi tidak memuluskan keinginan pemerintah agar seluruh perusahaan di Indonesia membentuk dan melaksanakan PKB. Pasalnya, PKB dibentuk oleh pengusaha dan serikat pekerja.

Selain itu Subhan menekankan pemerintah untuk serius memfasilitasi pembentukan PKB. Pasalnya, karena minimnya pengetahuan, kadang ada ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tapi dimasukan oleh para pihak dalam PKB.

Misalnya, Subhan menandaskan, putusan MK membatalkan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja diduga melakukan kesalahan berat. Namun, ketentuan itu oleh para pihak yang berunding dimasukan dalam PKB. Alih-alih PKB meningkatkan posisi tawar para pekerja, tapi dengan dituangkannya putusan yang sudah dibatalkan MK itu dalam PKB maka posisi pekerja dalam perusahaan tersebut bakal semakin lemah.

Ia mendesak pemerintah di pusat dan daerah untuk maksimal membantu pengusaha dan serikat pekerja yang berproses membentuk PKB. Terutama dinas ketenagakerjaan (Disnakertrans) karena berfungsi sebagai tempat mendaftarkan PKB. Jika dalam PKB itu ditemukan ada ketentuan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Disnakertrans setempat harus mengarahkan agar dilakukan perbaikan.

“Untuk mewujudkan dorongan itu pemerintah harus membuat Disnakertrans lebih efektif karena semua PKB harus didaftarkan ke Disnakertrans. Pemerintah harusnya menjadi filter (tidak menerima pendaftaran PKB yang isinya bertentangan dengan peraturan,-red)” kata Subhan kepada hukumonline lewat telepon, Senin (17/3).

Subhan juga mengingatkan agar ketentuan yang tercantum dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan regulasi terkait ketenagakerjaan yang berlaku. Kemudian, PKB idealnya mengatur ketentuan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersinggungan dengan ketenagakerjaan. Misalnya, UU Ketenagakerjaan hanya mengatur upah minimum bagi pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun lewat upah minimum provinsi (UMP). Sedangkan, dalam PKB perlu diatur bagaimana dengan upah minimum bagi pekerja lajang atau berkeluarga dengan masa kerja lebih dari satu tahun.

Beberapa waktu lalu, Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengimbau kepada perusahaan di seluruh Indonesia agar membuat dan melaksanakan PKB. Tentunya pembuatan PKB itu dilakukan dengan melibatkan serikat pekerja yang ada di perusahaan.

Muhaimin menjelaskan isi PKB diantaranya kesepakatan tentang aturan, hak dan kewajiban antara perusahaan dan pekerja. PKB diperlukan sebagai pedoman hubungan kerja dan menjadi kunci penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi. “Pemerintah terus mendorong agar semua perusahaan menjalankan PKB. Karena PKB adalah pondasi awal hubungan industrial yang sehat,” katanya.

Lewat PKB, Muhaimin melanjutkan, perusahaan akan mendapat penilaian positif dari pemerintah karena dianggap mampu menjalankan hubungan industrial secara harmonis dengan pekerjanya yang diwakili pengurus serikat pekerja. Selaras hal itu pekerja juga bakal mempunyai kinerja yang lebih produktif dan termotivasi karena semua aturan dijalankan dengan baik sebagaimana kesepakatan bersama yang tertuang dalam PKB.

“PKB menciptakan suatu hubungan industrial yang kondusif antara perusahaan dan pekerja karena berkurangya perselisihan kerja yang terjadi. Kepuasan akan hak, membuat pekerja untuk berterima kasih dan menjaga semua aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan,” papar Muhaimin.

Berdasarkan data Kemenakertrans hingga Desember 2013 baru 12.113 perusahaan yang memiliki dan mendaftarkan PKB. Sedangkan 51.895 perusahaan memiliki dan mendaftarkan Peraturan Perusahaan. Sementara jumlah perusahaan di Indonesia yang tercatat jumlahnya 213.743 perusahaan.

Untuk mempercepat terbentukanya PKB di setiap perusahaan, Muhaimin mendorong petugas ketenagakerjaan di pusat dan daerah untuk mendampingi proses pembuatan PKB. “Pendampingan tersebut diharapkan mampu mengatasi kesulitan terbentuknya PKB seperti perbedaan kepentingan antara perusahaan dan pekerja tentang kesejahteraan pekerja, perselisihan hak-hak normatif yang masih belum terpenuhi oleh perusaahaan dan lain lain,“ urai Muhaimin.

Walau sifatnya tergolong wajib, Muhaimin mengatakan sayangnya belum seluruh perusahaan membentuk dan melaksanakan PKB. Dengan upaya yang dilakukan pemerintah dan kesadaran perusahaan, ia berharap tahun ini semua perusahaan sudah memiliki PKB. Baginya, PKB dapat berfungsi sebagai wadah bipartit antara perusahaan dan serikat pekerja. Sehingga ketika terjadi perselisihan hubungan industrial, persoalannya dapat diselesaikan dengan baik di tingkat perusahaan.

Merujuk UU Ketenagakerjaan, Muhaimin menekankan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja paling sedikit sepuluh orang, wajib membuat PKB atau Peraturan Perusahaan. Peraturan tingkat perusahaan itu mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Muhaimin menuturkan, PKB disusun dan disepakati bersama oleh pengusaha dan serikat pekerja. Penyusunan dan kesepakatan itu dilakukan lewat musyawarah yang dilakukan oleh tim perunding yang ditunjuk oleh masing-masing pihak. Segala kesepakatan yang dihasilkan harus dibuat secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia. “Yang penting ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya.

Masa berlaku PKB paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang paling lama satu tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat tiga bulan sebelum berakhirnya PKB yang berlaku. Apabila perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka PKB lama tetap berlaku paling lama satu tahun.
Tags:

Berita Terkait