Waspadai Penyimpangan Anggaran Masa Reses
Berita

Waspadai Penyimpangan Anggaran Masa Reses

Koalisi LSM mengusulkan agar dibentuk panduan reses bagi anggota Dewan agar aspirasi masyarakat dapat diserap dengan optimal.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Salah satu tugas anggota parlemen adalah menyerap aspirasi masyarakat untuk kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan. Masa reses adalah masa panjang bagi anggota Dewan untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Koalisi Revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) menilai selama ini masa reses anggota dewan di DPR, DPD dan DPRD belum dilaksanakan secara optimal. Menurut anggota Koalisi dari Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, ada banyak persoalan yang ditemui dalam masa reses anggota Dewan.

Misalnya, anggaran reses DPR naik tidak wajar di tahun Pemilu. Ia menghitung total anggaran reses tahun 2014 mencapai Rp994,9 miliar, naik 47 persen ketimbang 2013 dan meningkat empat kali lipat dibanding angaran tahun 2010. Dari jumlah itu jatah dana reses setiap anggota DPR tahun ini sebesar Rp1,7 miliar. Dana itu digunakan untuk 11 kali kunjungan ke daerah pemilihan (Dapil). Sehingga satu kali kunjungan ke Dapil sebesar RP160,9 juta per anggota DPR.

Kenaikan anggaran reses seharusnya mampu mendorong kualitas dan manfaat reses. Sayang, Roy melihat ekspektasi belum sesuai dengan kenyataan di lapangan. Reses terkesan seremonial. Selain itu, pertanggungjawaban reses belum membudaya di DPR. Secara kelembagaan, mestinya DPR membuat pertanggungjawaban keuangan kepada publik. Praktiknya, laporan pertanggungjawaban DPR yang tertuang dalam laporan kinerja tahunan DPR belum memunculkan informasi laporan reses. "Belum banyak anggota DPR yang berinisiatif dan bersedia menyampaikan laporan penggunaan dana reses ke publik," kata Roy dalam jumpa pers di Media Center Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Jakarta, Kamis (20/3).

Kondisi serupa terjadi dalam masa reses DPRD. Menurut anggota Koalisi dari Komunitas Indonesia Untuk Demokrasi (KID), Elizabeth Koesrini, dana reses DPRD di setiap daerah berbeda-beda. Perbedaan bukan diukur dari produktivitas, melainkan dari tata tertib dan berapa alokasi anggaran dari APBD. Akibatnya, fungsi representasi dan advokasi kebijakan oleh anggota DPRD kepada konstituen tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Mestinya ketika menyambangi daerah pemilihan (dapil), Ibeth –panggilan Elizabeth-- menyebut anggota DPRD wajib mengevaluasi berbagai kebijakan yang telah diterbitkan, seperti peraturan daerah (Perda).  Ibeth belum melihat ada inisiatif anggota dewan untuk membuat panduan reses. Ia mengusulkan agar DPRD berinisiatif membuat panduan dan format reses yang menunjukan tanggungjawab mereka sebagai wakil rakyat daerah.

Guna mendorong pembentukan panduan reses itu Ibeth mengatakan Koalisi telah membuat panduan reses bagi anggota Dewan. Sampai saat ini prosesnya baru pada tahap pembicaraan kepada anggota Dewan. Ke depan Koalisi akan mendorong pembicaraan itu sampai tingkat fraksi.

Anggota Koalisi dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan masa reses DPD selama ini luput dari sorotan publik. Tapi pelaksanaan reses di DPD tak jauh berbeda seperti DPR seperti menaikan anggaran reses di tahun Pemilu dan ketidakjelasan laporan. "Sehingga tidak ada pihak yang mengontrol," ujarnya.

Saat reses, Lucius melihat koordinasi yang dijalin antar anggota DPD tak berjalan baik. Meskipun berasal dari satu dapil yang sama, anggota DPD punya agenda sendiri-sendiri sehingga penyerapan aspirasi yang dilakukan tidak maksimal. Hal serupa juga terjadi terhadap tim pendukung anggota DPD yang ada di pusat dan daerah. Walau setiap anggota punya 4 staf pendukung, tapi mereka hanya bekerja saat anggota bertandang ke dapil. "Para staf itu belum memiliki garis koordinasi yang jelas untuk melakukan cross check aspirasi yang dihasilkan," ungkapnya.

Ketiadaan panduan reses menurut Lucius menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya penyerapan aspirasi yang dilakukan anggota dewan. Padahal, panduan itu diperlukan agar angggota dewan punya perencanaan dan dokumentasi yang matang saat melaksanakan reses. Absennya panduan itu membuat anggota dewan kesulitan menyusun laporan atas hasil dan pertanggungjawaban reses ke dapil.

Selain itu laporan pertanggungjawaban reses anggota DPD menurut Lucius harus disampaikan kepada konstituen termasuk penggunaan anggaran. Ia mencatat sampai saat ini pertanggungjawaban reses itu hampir tidak ada. Selama ini laporan hasil reses hanya dibuat dalam bentuk laporan lembaga dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPD. Tapi, tidak ada publikasi hasil reses itu kepada konstituen.

Sebagai upaya meminimalisasi penyimpangan masa reses itu, Koalisi mengimbau Bawaslu untuk melakukan pengawasan dengan ketat. Terutama penyelenggaraan kampanye para peserta Pemilu 2014. Jika ditemukan pelanggaran, Bawaslu dituntut untuk berani melakukan tindakan dan menjatuhkan sanksi tegas. Secara regulasi, koalisi mendorong agar UU MD3 segera direvisi dan memasukan mekanisme pertanggungjawaban bagi anggota dewan atas pelaksanaan reses.

Ketua Bawaslu, Muhammad, mengaku sudah lama memperingatkan agar masa reses itu dilakukan setelah Pemilu. Sehingga potensi penyelewengan dapat diminimalisir. Sayangnya, usulannya itu tidak ditanggapi sehingga reses berbarengan dengan masa Pemilu. "Makanya kami sangat sayangkan jadwal reses itu," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait