Telantarkan Klien, Pengacara Hakim Setyabudi Dipecat
Utama

Telantarkan Klien, Pengacara Hakim Setyabudi Dipecat

Pihak teradu akan mengajukan banding.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Majelis Kehormatan PERADI. Foto: RES
Majelis Kehormatan PERADI. Foto: RES
Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap pengacara mantan Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tedjocahyono, Joko Sri Widodo. Joko dinilai melanggar UU Advokat dan Kode Etik Advokat karena melantarkan Setyabudi selaku kliennya saat menangani perkara suap di Pengadilan Tipikor Bandung terkait perkara penanganan kasus korupsi dana Bansos Pemkot Bandung.  

Dalam keputusannya, Joko selaku advokat teradu melanggar sumpah advokat seperti diatur dalam Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 6 huruf a dan f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 4 huruf b, c, d, e Kode Etik Advokat Indonesia.

“Menghukum teradu dengan pemberhentian tetap dari profesi advokat baik di dalam maupun di luar pengadilan terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap. Menghukum teradu untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3,5 juta,” ucap Ketua Majelis Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta, Alex R Wangge di Kantor PERADI Jakarta, Jum’at (21/3).

Atas keputusan ini, para pihak diberi kesempatan mengajukan banding selama 21 hari sejak diterima ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI. Alex didampingi Sirjon Pinem, Marsaulina Manurung, Fathurin Zen, Nengah Dharma selaku anggota majelis.    

Majelis menyatakan atas dasar bukti yang terungkap di persidangan, Joko sebagai advokat PERADI terbukti kurang dapat menjalankan fungsinya sebagai advokat dengan baik saat mendampingi kliennnya, terdakwa Setyabudi dalam kasus suap terkait kasus korupsi Bansos Bandung.  

Dia telah melantarkan kliennya (Setyabudi), seperti tidak membuatkan nota pembelaan (pledoi), tidak hadir saat Setyabudi diperiksa, jarang hadir dalam persidangan. Padahal, Joko sudah menerima honorarium yang cukup tinggi.  

“Tetapi semuanya anak buahnya yang bekerja. Termasuk dia banyak janji Setyabudi, seperti janji akan dihukum ringan dan memindahkan tempat sidang yang bukan wewenangnya. Janji seperti itu dilarang Kode Etik Advokat Indonesia,” tutur Alex.  

“Itu termasuk pelanggaran berat, sehingga dihukum pemberhentian tetap atau pemecatan.”         

Bukti Penelantaran
Usai sidang pengadu yang merupakan istri Setyabudi, Lulu mengaku puas dengan keputusan pemecatan itu. Sebab, dirinya merasa dipermainkan oleh Joko saat menangani kasus suap suaminya. “Saya puas dengan keputusan itu sesuai harapan, kita orang lemah dipermainkan,” kata sambil bergegas keluar ruang sidang. 

Sementara kuasa hukum teradu, Bangun Patriyanto mengatakan akan mempelajari dulu semua isi keputusan itu. Soalnya, pihaknya belum mengetahui secara lengkap pertimbangan keputusan pemberhentiannya itu. “Fakta dalam persidangan perlu dianalisis lagi, makanya kita akan pelajari dulu keputusannya selama 21 hari sejak keputusan itu kita diterima,” kata Bangun Patriyanto.   

Namun, secara umum pihaknya tidak terima dengan keputusan itu karena Joko sudah menjalankan sebagai pengacara Setyabudi sejak tingkat penyidikan di KPK hingga sidang Pengadilan Tipikor Jakarta sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

“Tidak bukti penelantaran, dimana letak pelantarannnya? Katanya tidak membuat pledoi, adanya janji-janji meringankan hukuman Setyabudi dari perkara yang dihadapi. Sampai hari terakhir pun pembacaan putusan Setyabudi, klien kami masih hadir mendampingi Setyabudi di Pengadilan Tipikor Jakarta,” dalihnya.        

Karena itu, pihaknya akan mengajukan banding ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI setelah menerima keputusan itu. “Kita akan mengajukan saksi-saksi saat kita ajukan banding nanti,” kata Bangun.

Sebelumya, pertengahan Desember tahun lalu, Pengadilan Tipikor Bandung telah menghukum Setyabudi dengan pidana penjara selama 12 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subside 3 bulan kurungan dalam kasus suap pengurusan perkara korupsi dana Bansos Pemkot Bandung.   

Majelis hakim menilai terdakwa Setyabudi memenuhi tiga dakwaan subsidiaritas, yaitu Pasal 12 hurup c, Pasal 6 huruf a ayat (1), dan Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait