Presdir Batavia Nyatakan Pengalihan Aset demi Kelangsungan Usaha
Berita

Presdir Batavia Nyatakan Pengalihan Aset demi Kelangsungan Usaha

Tidak ada iktikad buruk dalam pengalihan aset perusahaan.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Pesawat Batavia Air. Foto: SGP
Pesawat Batavia Air. Foto: SGP
Presiden Direktur Batavia, Yudiawan Tansari membantah dengan tegas dalil yang ditudingkan tim kurator Batavia seputar penjualan boedel (harta) pailit. Bantahan ini disampaikan melalui jawaban terhadap gugatan tim kurator Batavia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (8/4).

Yudiawan, melalui kuasa hukumnya, Erik G Pandapotan menolak dikatakan telah merugikan boedel pailit terkait dengan pengalihan aset berupa Gudang Bandara Mas beserta tanahnya.

“Pengalihan aset justru untuk perusahaan survive. Bukannya merugikan kreditor sebagaimana yang dituduhkan tim kurator,” tegas Kuasa Hukum Yudiawan Tansari, Erik G Pandapotan usai persidangan.

Erik mengakui jika Gudang Bandara Mas beserta tanah adalah aset milik perusahaan. Aset ini memang telah dijual kepada Riana Tansari seharga Rp39 miliar pada 12 November 2012. Namun, tujuan penjualan bukanlah untuk menghindari kepailitan serta memperkaya diri sendiri, melainkan untuk melunasi utang-utang perusahaan kepada PT Bank Bukopin Tbk.

Kala itu, maskapai penerbangan dengan logo Trust Us to Fly ini memiliki utang ke Bukopin sejumlah AS$5 juta melalui Perjanjian Fasilitas Kredit pada 2011 lalu. Setelah aset dijual, perusahaan segera melunasi utang-utangnya ke Bukopin senilai AS$4 juta yang nilai kursnya saat itu ekuivalen dengan Rp39 miliar.

Selain menolak dikatakan merugikan kreditor, Erik juga menyangkal tudingan yang mengatakan penjualan tersebut berindikasi melawan hukum. Menurutnya, tidak ada satu tindakan pun yang mengandung iktikad buruk.

Pengalihan Gudang beserta tanah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Penjualan tersebut telah mendapatkan persetujuan Pemegang Saham PT Metro Batavia dan Dewan Komisaris sebagaimana disyaratkan dalam anggaran dasar perusahaan. Tujuannya lagi-lagi untuk melunasi utang perusahaan.

“Menyatakan sah jual beli tanah dan bangunan tersebut serta menolak gugatan para penggugat,” pinta Erik kepada majelis hakim dalam berkas jawabannya.

Kuasa hukum Ignatius Vendy (tergugat yang lain), M Yusuf Syamsuddin menolak jika kliennya diseret-seret sebagai pihak dalam gugatan actio pauliana ini. Sebab, Ignatius Vendy tidak memiliki hubungan hukum dengan para penggugat.

Yusuf mengakui jika Ignatius sempat terikat perjanjian jual beli aset tersebut pada 1 November 2013 silam. Namun, Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) yang terjadi adalah antara Ignatius dengan Riana, bukan ke Yudiawan. Lebih lagi, pada 19 Desember 2013 PPJB tersebut batal lantaran tidak dipenuhi syarat-syarat yang telah diperjanjikan kedua pihak.

“Ignatius Vendy tidak terikat dalam proses jual beli tersebut sehingga gugatan penggugat yang diajukan kepada tergugat III telah salah alamat,” tulis Yusuf dalam berkas jawabannya.

Tim kurator Batavia, Turman M Panggabean tetap berkukuh dengan dalil-dalilnya. Ia meyakini bahwa apa yang dilakukan Presiden Direktur Batavia telah melawan hukum dan terdapat iktikad tikda baik dalam pengalihan aset tersebut. Timnya akan segera membuktikan dalil-dalil gugatannya saat agenda pembuktian nanti.

“Ada iktikad tidak baik dalam pengalihan tersebut. Kita akan tunjukkan bukti-buktinya,” tandas Turman usai persidangan, Selasa (8/4).

Sebagai informasi, tim kurator Batavia mengajukan gugatan hukum terhadap Presiden Direktur Batavia, Yudiawan Tansari yang terdaftar dengan perkara nomor 01/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN. Niaga.Jkt.Pst. Gugatan actio pauliana ini diajukan lantaran Yudiawan dituding telah merencanakan pengalihan gudang penyimpanan logistik atau dikenal dengan Gudang Bandara Mas beserta tanahnya. Pengalihan tersebut dianggap telah merugikan kreditor.

Atas pengalihan gudang ini, tim kurator segera menyeret Riana Tansari dan Ignatius Vendy sebagai para tergugat. Awalnya, aset (boedel) pailit Batavia Air itu dijual kepada Riana. Lalu, Riana mengalihkan aset itu kepada Ignatius berdasarkan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tertanggal 1 November 2003.
Tags:

Berita Terkait