Rudi Rubiandini: Saya Menyesal dan Malu
Berita

Rudi Rubiandini: Saya Menyesal dan Malu

Terdakwa berharap hakim menggunakan restorative justice agar hukumannya ringan.

Oleh:
RES
Bacaan 2 Menit
Rudi Rubiandini saat membacakan pledoi. Foto: RES
Rudi Rubiandini saat membacakan pledoi. Foto: RES
Sidang perkara dugaan korupsi dengan terdakwa eks Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Prof. Rudi Rubiandini Ria Soehatsyah mendekati babak akhir. Selasa (15/4), Rudi membacakan pledoi atau nota pembelaan. Membacakan naskah pledoi setebal  26 halaman, Rudi menyatakan menyesal dan malu.

“Saya sangat menyesal atas tindakan yang belum pernah seumur hidup saya lakukan sebelumnya. Saya menyesal dan malu di hadapan teman-teman yang selama ini mempercayai saya,” papar Rudi.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto, Rudi menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dakwaan penuntut umum KPK. Menariknya, sebagian besar sangkalan yang disampaikan Rudi dalam pledoi selalu dikaitkan dengan nama Deviardi, yang disebut sebagai pelatih golf pribadinya.

"Uang yang disimpan Deviardi, baik yang di Safe Deposit Box (SDB) Pondok Indah maupun yang di SDB CIMB Singapura bukan milik saya dan tidak atas penguasaan saya. Saya tidak pernah menyuruh untuk menitipkan uang di sana," ujar Rudi.

Terkait pembelian sejumlah barang, Rudi juga menegaskan tidak pernah memerintahkan Deviardi. Tetapi, Deviardi sendiri yang berinisiatif membelikan sejumlah barang untuk dirinya, seperti sebuah mobil merk Volvo, jam Rolex, sebuah mobil Camry, jam Citizen dan sebidang tanah di Jalan H Ramli, Jakarta Selatan.

Selain itu, dalam pledoinya, Rudi juga menegaskan tidak pernah memerintahkan Deviardi ataupun istrinya, Lidya menukarkan mata uang asing, seperti Sing$90.000.

"Semua yang ditukarkan Asep Toni atas perintah saya total sebesar Sing$200.000 adalah uang pribadi saya sendiri. Uang yang disetor Toni total Rp300 juta adalah kepunyaan saya sendiri," tegas Rudi.

Tetapi, lanjut Rudi, uang yang ada pada Deviardi, yaitu USD 60.000, SGD 252.000 dan Rp 1.028.009.137 bukanlah miliknya. Melainkan, milik Deviardi.

Oleh karena itu, Rudi menegaskan tuntutan jaksa terkait TPPU harus batal demi hukum. Sebab, berdasarkan fakta hukum, tidak pernah terbukti tidak ada perintah kepada Deviardi, seperti menitipkan, menempatkan, membelanjakan, membayarkan, mengalihkan, menukarkan mata uang dan lain-lain.

Dalam pledoinya, Rudi tegas menyatakan pasal-pasal dakwaan penuntut umum tidak terbukti. Mulai dari Pasal 11 dan Pasal 12a UU Pemberantasan Tipikor terkait penerimaan hadiah, maupun pasal-pasal tindak pidana pencucian uang. Rudi berharap majelis hakim mengedepankan restorative justice dengan harapan agar hukumannya menjadi ringan.

Di akhir pledoinya, Rudi menyampaikan dua permohonan. Pertama, dia memohon agar majelis hakim mencabut blokir atas barang-barang pribadi serta mengembalikan uang pribadi berjumlah AS$190,100 dan Sing$187,000 yang telah disita. Rudi berdalih barang-barang dan uang pribadi itu tidak terkait dengan perkara.

Kedua, Rudi memohon agar penahanan atas dirinya dipindah dari Rumah Tahanan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Dia mengajukan permohonan ini dengan alasan agar dirinya mudah dibesuk oleh keluarga.

Seperti diketahui, Rudi Rubiandini dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Penuntut umum menilai Rudi terbukti menerima hadiah dan janji, berupa uang sebesar Sing$200 ribu, AS$900 ribu dari Widodo Ratanachaitong selaku perwakilan PT Kernel Oil Singapura dan Fossus Energy melalui Direktur Operasional PT Kernel Oil Pte Ltd Indonesia, Simon Gunawan Tanjaya. Serta, AS$522.500 dari Artha Meris Simbolon selaku Dirut PT Kaltim Parna Industri (KPI).

Penuntut umum juga meyakini Rudi terbukti melakukan pencucian uang atas sejumlah uang yang diterimanya dari Widodo Ratanachaitong dan Artha Meris Simbolon.
Tags:

Berita Terkait