DPR Tunggu Keputusan Komite Privatisasi
Akuisisi BTN-Mandiri

DPR Tunggu Keputusan Komite Privatisasi

Serikat pekerja berharap akuisisi BTN-Mandiri transparan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
DPR Tunggu Keputusan Komite Privatisasi
Hukumonline
DPR mengaku belum menerima surat dari komite privatisasi yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait rencana penjualan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Wakil Ketua Komisi Xi Harry Azhar Aziz mengatakan, DPR menganggap akuisisi BTN-Mandiri baru sebatas wacana.

"Sampai sekarang belum ada surat dari pemerintah untuk jual saham BTN. Di mata saya kasus ini tidak ada sama sekali," kata Harry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (21/4).

Ia mengatakan, penjualan saham perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki prosedur tersendiri. Awalnya, rencana penjualan saham tersebut harus diajukan kepada pemerintah melalui komite privatisasi yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan kementerian teknis terkait.

"Bank Mandiri akan akuisisi BTN tidak bisa seperti beli kacang goreng, ini bank BUMN (ada prosedurnya), red," katanya.

Setelah dilaporkan ke komite privatisasi, kemudian komite menganalisa rencana akuisisi tersebut dengan melakukan rapat koordinasi. Dari hasil rapat tersebut, komite privatisasi menyurati DPR yakni kepada Komisi VI yang membawahi BUMN dan Komisi XI yang membawahi keuangan. Lalu, komite privatisasi kembali rapat dengan DPR.

"Sampai sekarang tidak ada surat dari komite privatisasi. Di mata saya tidak ada masalah, ini cuma gemuruh di koran saja. Apa gemuruh bisa masuk? Kita tunggu komite privatisasi," ujar politisi dari Partai Golkar itu.

Sejalan dengan itu, lanjut Harry, penjualan saham sebelumnya harus konsultasi terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Hal ini dilakukan agar tak menimbulkan kecurigaan di kalangan para pekerja. ”‪Saran saya kepada Menteri BUMN buatlah ini transparan supaya tidak ada kecurigaan," katanya.

Ketua Serikat Pekerja BTN, Satya Wijayatara, juga berharap adanya transparansi terkait rencana penjualan saham BTN tersebut. Transparansi yang dimaksud adalah terdapatnya komunikasi dengan perwakilan dari pekerja selaku stakeholder. "Harusnya ada diskusi dialektika yang melibatkan komponen," katanya.

Namun, lanjut Satya, komunikasi tersebut hingga kini tak juga terjadi. Atas dasar itu, serikat pekerja menolak rencana penjualan saham BTN tersebut. "Kalau seperti itu kita punya sikap, kita melawan dari sisi politik dan kekuatan massa. Saya rasa tidak ada urgensi untuk melakukan akuisisi," ujarnya.

Obligasi Rekap
Terkait isu bahwa Bank Mandiri akan menggunakan obligasi rekap sebesar Rp70 triliun, DPR menilai tidak bisa digunakan begitu saja. Menurut Harry, penggunaan obligasi rekap tersebut dapat menimbulkan persoalan tersendiri di kemudian hari.

"Kalau dibeli dengan dana rekap akan jadi masalah sendiri, kalau Bank Mandiri beli dengan dana fresh harus diusulkan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," ujar Harry.

Untuk diketahui, saham pemerintah di BTN sebesar 60 persen. Aset BTN sendiri diperkirakan mencappai Rp120 triliun. Menurut Harry, persoalan obligasi rekap tersebut merupakan perintah pimpinan DPR kepada Komisi XI. "Ada perintah pimpnan DPR kepada Komisi XI untuk permasalahkan dana rekap tidak bisa digunakan begitu saja," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa berencana akan mempertanyakan mengenai rencana akuisisi BTN dan Mandiri kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Ia mengaku, hingga kini belum ada laporan mengenai rencana akuisisi tersebut yang masuk kepadanya.

"Sejauh ini kami belum pernah diajak rapat bersama terkait akan dilepasnya saham pemerintah dari BTN. Kami baru lihat di media-media, sosial media dan lain-lain. Karena itu, saya akan menanyakan kebenaran kabar tersebut," katanya.
Tags:

Berita Terkait