Sekelumit Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara
Resensi

Sekelumit Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara

Inilah salah satu buku yang memuat pandangan Paulus Effendi Lotulung sebelum hakim agung itu meninggal dunia.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Paulus Effendi Lotulung telah menghembuskan nafas terakhir dalam usia 70 tahun pada Agustus 2013 silam. Hakim agung ini meninggalkan keharuman nama di bidang tata usaha negara.

Pandangan-pandangannya banyak mewarnai dunia peradilan tata usaha negara (PTUN) di Tanah Air. Sebagai hakim agung sejak 1998 dan akademisi –dengan gelar Profesor—Paulus termasuk tokoh yang diakui keilmuannya dalam bidang hukum tata usaha negara. Dalam jabatan struktural, ia tercatat sebagai Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Peradilan Tata Usaha Negara (Udiltun), sebelum memasuki purnabhakti.

Salah satu buku yang memuat pandangan Paulus dan catatan perjalanan PTUN adalah ‘Lintasan Sejarah dan Gerak Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) di Mata Paulus Effendi Lotulung’ (2013).

Diterbitkan Salemba Humanika, buku Lintasan Sejarah mencoba memberi warna berbeda dari tulisan-tulisan historis PTUN yang diterbitkan pada jurnal atau buletin. Ada kesengajaan untuk menuangkan dinamika dan lintasan sejarah dalam rangka alih generasi dari generasi Indroharto, Benyamin Mangkoedilaga, Paulus dan hakim-hakim TUN periode pertama kepada para penerus mereka dalam sebuah buku khusus.

Penulisan buku ini melibatkan sebuah tim, terutama hakim-hakim TUN, seperti Kadar Slamet, Yodi Martono Wahyunadi, HM Arif Nurdu’a, Arifin Marpaung, Oyo Sunaryo, Eddy Supriyanto, Enrico Simanjuntak, dan IGN Agung Putra.

Sesuatu yang manusiawi jika tidak semua orang hukum, khususnya insan TUN, mengetahui latar belakang lengkap kelahiran PTUN. Padahal upaya membentuk peradilan ini sudah muncul tak lama setelah Indonesia merdeka. Menteri Kehakiman kala itu, Mr Susanto Tirtoprodjo, sudah menunjuk Prof. Wirjono Prodjodikoro untuk menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Wirjono dan tim akhirnya menghasilkan RUU Acara dalam Soal Tata Usaha Pemerintahan (hal. 21).
JudulLintasan Sejarah dan Gerak Dinamika Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) di Mata Paulus Effendi Lotulung
Tim editor Reza Indragiri Amriel dkk
Penerbit Salemba Humanika, Jakarta
Tahun terbit 2013
Halaman 102 + 100 lampiran + 2 daftar pustaka

Bahkan kalau ditelusuri lebih jauh, buku ini memuat informasi tentang upaya yang dilakukan untuk membentuk peradilan sejenis sejak zaman Belanda dan Jepang (hal. 5-8).

Begitulah lintasan sejarah itu dimulai, hingga akhirnya terwujud lewat Undang-Undang No. 5 Tahun 1986. Proses lahirnya Undang-Undang ini pun tak mudah, butuh proses bertahun-tahun. Setelah ada payung hukumnya, disusul Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1991, pekerjaan rumah belum selesai. Bagaimana dengan hakim? Sebagai lingkungan baru, mau tidak mau, harus ada persiapan buat para hakim. Beruntung, sejak 1976, empat orang hakim angkatan awal sudah dikirim sekolah ke Perancis untuk memperdalam hukum administrasi. Selain Paulus dan Benyamin Mangkoedilaga ada Chairani A Wani dan Titi Nurmala Siagian. Rekrutmen dan pelatihan hakim TUN terus dilakukan tahun demi tahun (hal. 36).

Salah satu dinamika yang menarik digambarkan dan patut dipahami dalam buku ini adalah jurisdiksi atau kompetensi PTUN. Dulu perkara perburuhan menjadi kewenangan PTUN, kini sudah ada Pengadilan Hubungan Industrial. Sejak Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 lahir, kompetensi PTUN bertambah, yakni menyelesaikan keberatan para pihak atas putusan Komisi Informasi dalam sengketa informasi publik. Jadi, ada pasang surut kompetensi PTUN yang menarik diikuti karena itu ‘ibarat pasang surut air di tepian sungai’ (hal. 80).

Buku ini juga disertai foto-foto dan daftar hakim TUN angkatan-angkatan awal, sebuah dokumentasi yang sayang untuk dilewatkan. Lampiran yang mencapai 99 halaman sangat membantu pembaca memahami sejarah awal pembentukan PTUN. Tentu, agar memahami lebih komprehensif, pembaca sebaiknya membaca literatur lain karya-karya Paulus Effendi Lotulung, atau karya penulis lain seperti Indroharto (Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara/cet-9, 2004), dan penulis Belanda Adriaan W. Bedner (Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia/2010).

Selamat membaca!
Tags: