Ahli: Malpraktik Advokat Seyogyanya Diselesaikan Secara Etik
Klien vs ABNR

Ahli: Malpraktik Advokat Seyogyanya Diselesaikan Secara Etik

Namun, tak menutup kemungkinan bisa diajukan gugatan perdata.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang Sumatra Partners melawan ABNR di PN Jaksel. Foto: RES
Suasana sidang Sumatra Partners melawan ABNR di PN Jaksel. Foto: RES
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH) Henry P Panggabean mengatakan bila ada tuduhan malpraktik yang dilakukan oleh pengacara seyogyanya diselesaikan melalui dewan kehormatan advokat.

Henry merujuk kepada UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan peraturan DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) tahun 2007. Pasal 12 Peraturan PERADI itu memberi kewenangan kepada dewan kehormatan memeriksa dan memutus pelanggaran kode etik atau malpraktik yang dilakukan pengacara atau firma hukum.

Lebih lanjut, mantan Hakim Agung ini menyatakan secara normatif aturan kode etik di setiap profesi memiliki kesamaan. Misalnya, profesi hakim, jaksa, advokat atau bahkan dokter. “Mereka semua terikat kepada kode etik mereka masing-masing,” ujarnya.

Henry yang mengajar mata kuliah ‘Tanggung Jawab dan Etika Profesi’ di FH UPH ini menyampaikan pendapatnya tersebut saat menjadi ahli dalam sidang gugatan Sumatra Partners LLC terhadap sejumlah advokat di firma hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Meski begitu, Henry mengakui bila upaya membawa perilaku malpraktik advokat atau lawfirm ke Dewan Kehormatan PERADI tak akan memulihkan kerugian si pelapor. Karenanya, ia berpendapat bila secara kode etik seorang advokat atau lawfirm dinyatakan bersalah, maka si pelapor bisa menggugat dengan meminta ganti rugi kepada hakim.

“Jadi, laporkan ke dewan kehormatan dahulu, baru kemudian menggugat ke pengadilan,” ujarnya.

Henry memaparkan bahwa jenis keadilan itu terdiri dari dua jenis, yakni keadilan prosedural dan keadilan substantif. Menurutnya, dengan melaporkan advokat atau lawfirm yang melanggar kode etik ke dewan kehormatan sebagai upaya menegakan keadilan prosedural. “Jika kode etik sudah dinyatakan bersalah, mereka yang dirugikan bisa melanjutkan keadilan substantif ke hakim,” ujarnya.

Meski begitu, Henry juga mempersilakan bila ada yang ingin langsung menggugat ke pengadilan, tanpa melewati proses etik.

Sebagai informasi, gugatan Sumatra kepada eks pengacaranya di kantor hukum ABNR sebenarnya banyak berkutat kepada perdebatan apakah pengadilan berwenang memeriksa perkara gugatan dugaan malpraktik oleh advokat atau kewenangan tersebut dipegang oleh Dewan Kehormatan PERADI.

Akhirnya, majelis hakim PN Jaksel memutuskan berwenang menangani perkara tersebut ketika menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan tergugat.

Meski begitu, Henry berpendapat bukan tak mungkin bila hakim ‘berubah’ pikiran dalam putusan akhirnya. “Memang sudah ditolak eksepsi kewenangan absolutnya, tapi bukan berarti hakim tak bisa mengubah itu berdasarkan bukti-bukti yang ada di sidang,” ujarnya

Beda Praktik
Henry menuturkan, meski dirinya berpendapat bahwa persoalan profesi seharusnya dibawa ke ranah etik, tetapi dia mengakui bila di Indonesia praktiknya berbeda-beda satu sama lain. Ia mencontohkan kasus dr Ayu dkk yang sempat dihukum oleh Mahkamah Agung (MA) –walau akhirnya kemudian dibebaskan-. Padahal, dewan etik kedokteran menyatakan bahwa dr Ayu dkk telah menjalankan tugasnya secara profesional.

Sedangkan, kasus Kapolsek di Pematang Siantar beda lagi. Kapolsek dipenjara selama dua bulan karena terbukti memukul wartawan. Namun, dewan kehormatan kepolisian tidak menghukum kapolsek tersebut. “Di Indonesia praktik memang berbeda-beda. Ada yang lewat kode etik, ada juga yang langsung ke proses hukum,” ujarnya.  

Ditemui usai sidang, kuasa hukum Sumatra, Fredrik J Pinakunary menilai bahwa keterangan yang disampaikan Henry selaku ahli yang dihadirkan tergugat justru dalam beberapa hal menguntungkan posisi kliennya. “Misalnya, ahli memperbolehkan gugatan perdata diajukan,” ujarnya.

Sementara, salah seorang tergugat dari ABNR, Kevin Omar Sidharta tak melihat keterangan ahli merugikan posisi tergugat. Ia mengakui bila sikap Henry berbeda dengan sikap ahli yang dihadirkan ABNR pada sidang yang lalu, Sekretaris Dewan Kehormatan PERADI Sugeng Teguh Santoso yang menyatakan secara tegas bahwa kasus malpraktik advokat tak bisa dibawa ke pengadilan.

“Pak Henry ini kan akademisi sekaligus praktisi. Pada dasarnya, orang mau memajukan gugatan, ya boleh saja. Hakim nggak boleh tolak perkara. Tapi, apakah nanti dikabulkan oleh hakim, itu persoalan yang berbeda,” pungkas Kevin.
Tags:

Berita Terkait