Aktivis Serikat Pekerja Gugat Garuda Indonesia Rp50 Miliar
Berita

Aktivis Serikat Pekerja Gugat Garuda Indonesia Rp50 Miliar

Imbas dari pemutusan hubungan kerja.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Sengketa antara PT Garuda Indonesia versus aktivis Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia, Tomy Tampati belum berakhir. Meski putusan Mahkamah Agung telah memenangkan Tomy, dengan memerintahkan Garuda untuk mempekerjakan Tomy kembali, ternyata itu belum membuat sang aktivis puas.

Tomy kini datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersama sebuah gugatan. Tak tanggung-tanggung, Tomy meminta majelis hakim memerintahkan Garuda membayar Rp50 miliar atas kerugian yang dialaminya.  

Landasan Tomy menggugat masih berkutat pada persoalan pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan Garuda Indonesia atas dirinya pada Januari 2008 lalu. Ia memahami bahwa proses hukum untuk protes atas pemecatan dirinya telah dilakukan sesuai dengan prosedur.

Protes tersebut telah diproses di Pengadilan Hubungan Industrial yang hasilnya Tomy dimenangkan melalui putusan Mahkamah Agung Nomor 408/K/Pdt.Sus/2011 tertanggal 13 Juni 2012.  Pengurus Sekarga ini pun kembali bekerja di Garuda pada 2012 sebagai Training Analyst. Kendati demikian, Tomy mengingatkan ada konsekuensi hukum yang masih belum tuntas akibat tindakan itu.

“Ada konsekuensi hukum atas perbuatan itu meskipun telah melalui proses persidangan PHI,” tutur Tomy Tampati, Selasa (22/4).

Konsekuensi hukum yang belum tuntas itu adalah ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan maskapai dan mengakibatkan kerugian bagi Tomy. Atas pemecatan sepihak itu, ia dan keluarganya mengalami tekanan psikologis. Bahkan,  ayah mertua Tomy jatuh sakit dan mengalami stroke yang akhirnya meninggal dunia pada 2010 akibat memikirkan persoalan ini. Begitu pula dengan ibu Tomy yang mengalami sakit yang sama dan meninggal dunia pada 2012.

Tidak hanya orang tuanya, isu-isu miring pun santer terdengar di telinga istri dan anak-anaknya aktivis ini. Anaknya dipaksa mendengar berita bohong yang buruk atas Tomy, seperti Tomy dipecat karena korupsi. Hal ini membuat anak-anaknya merasa malu untuk bersekolah.

Atas akibat itu, Tomy mengatakan maskapai harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkannya. Garuda tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya, tetapi juga keluarganya.

 “Total kerugian mencapai Rp50 miliar,” tutur Tomy Tampati kepada hukumonline usai persidangan.

Kuasa Hukum Tomy, Randy A P Sibarani menambahkan bahwa apa yang dilakukan pihak maskapai telah memenuhi unsur-unsur Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUHPerdata. Karena alasan-alasan itulah, kliennya memutuskan untuk membawa persoalan ini secara perdata.

Randy juga menegaskan perbuatan melawan hukum yang dilakukan maskapai adalah alasan pemecatan Tomy itu sendiri. Hal ini juga diperkuat melalui putusan Mahkamah Agung tersebut. Garuda dinilai telah melanggar Pasal 28 dan Pasal 43 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Armada angkutan udara ini telah melakukan praktik pembengarusan serikat pekerja.

Garuda memecat Tomy karena mangkir kerja selama 10 hari. Padahal, kala itu, Tomy tengah ikut berunding menyusun Perjanjian Kerja Bersama PT Garuda Indonesia. Selain itu, Garuda melarang Tomy untuk melaksanakan Deklarasi Sekretariat Bersama di tubuh Sekarga. Garuda dinilai semakin ketakutan ketika Tomy dan anggota serikat lainnya mengunjungi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan melaporkan tentang kondisi hubungan industrial di Garuda.

Melihat gelagat yang kurang “bersahabat” dari Tomy, Garuda pun memutuskan mengeluarkan surat PHK kepada Tomy.

Randy juga mengigatkan Garuda bahwa persoalan ini tidak akan berhenti di ranah perdata. Ia akan membawa kasus ini ke ranah pidana apabila Garuda tidak beriktikad baik menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, ada unsur-unsur pidana yang dilakukan maskapai ini.

“Kita nanti juga akan melaporkan Garuda ke kepolisian dalam waktu dekat,” tutur Randy.

Sementara itu, pihak Garuda dan tergugat lainnya, yaitu Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia dan selaku pribadi; Achirina selaku Direktur Personalia PT Garuda Indonesia; Muhammad Yanuar selaku mantan Vice President Personalia; Insan Nurcahyo selaku Vice President Accounting PT Garuda Indonesia, dan Ari Yunarwanti selaku General Manager Personal PT Garuda Indonesia tidak hadir di sidang perdana kasus ini.

Atas hal itu, majelis hakim yang dipimpin Edy Suwanto meminta untuk memanggil kembali PT Garuda Indonesia secara patut dan sah untuk hadir di persidangan pada 13 Mei 2014.

“Memerintahkan untuk hadir kembali pada 13 Mei 2014,” tutup Ketua Majelis Hakim Edy Suwanto dalam persidangan.
Tags:

Berita Terkait