Tahan BPKB Motor Bukan Sengketa Konsumen
Berita

Tahan BPKB Motor Bukan Sengketa Konsumen

Hubungan hukum yang tercipta merujuk pada perjanjian pembiayaan bersama, sehingga masuk rezim perdata.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Tahan BPKB Motor Bukan Sengketa Konsumen
Hukumonline
Kalau sudah melunasi semua cicilan pembayaran motor, tetapi Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) masih ditahan dealer, Anda bisa kesal. Bahkan mungkin melakukan upaya hukum karena sebagai konsumen Anda dirugikan. Tetapi berhati-hatilah saat membuat dan mengisi form pengaduan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Jika salah menuliskan petitum pengaduan, upaya hukum yang sudah Anda tempuh bisa sia-sia. Jadi, jangan salah pilih forum penyelesaian sengketa.

Di Tebing Tinggi Sumatera Utara, seorang pembeli motor mengadu ke BPSK setempat. Petitum yang disampaikan pembeli, dealer tak mau menyerahkan BPKB sebagaimana sudah diperjanjikan. Pembeli dan dealer meneken Perjanjian Pembiayaan Bersama dengan Penyerahan Milik Secara Fiducia. Gara-gara dealer tak menyerahkan BPKB, konsumen mengadu ke BPSK, bahkan kasusnya bergulir ke pengadilan hingga Mahkamah Agung.

Dalam putusan yang diunggah dalam laman resmi Mahkamah Agung 8 April lalu, majelis yang menangani perkara No. 306K/Pdt.Sus-BPSK/2013memutuskan BPSK tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa ini. Mengapa? Dalam pertimbangannya, majelis dipimpin I Made Tara menyatakan ‘sesuai petitum pengaduan’ Termohon Keberatan ke BPSK Kota Tebing Tinggi, ‘perkara a quo adalah perkara tentang ingkar janji yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan karena tidak menyerahkan BPKB motor.

Majelis juga berpendapat pembeli motor secara bertahap dalam konteks kasus ini tidak masuk kategori konsumen sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPPP/Kep/12/2001. Beleid yang sama, pasal 1 angka 8, dipakai majelis untuk menyatakan sengketa ini bukan sengketa konsumen.

Berdasarkan peraturan ini, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.

Pasal 45 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberi kesempatan kepada pada pihak menyelesaikan sengketa konsumen baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Apabila telah dipilih di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya di luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau kedua belah pihak.

Sebagai perbandingan, dalam perkara No. 21 K/Pdt.Sus/2013, majelis hakim agung dipimpin H. Djafni Djamal juga menyatakan BPSK tak berwenang mengadili perkara yang diajukan konsumen. Majelis berpendapat oleh karena hubungan hukum antara pemohon kasasi dan termohon kasasi didasarkan pada perjanjian pembiayaan bersama dengan penyerahan milik secara fidusia, maka hubungan hukum yang tercipta adalah hubungan perdata, ‘dan tidak termasuk sengketa konsumen’. “Oleh karenanya Badan Perlindungan Konsumen Padang tidak berwenang untuk mengadilinya.
Tags:

Berita Terkait