Robert Tantular Mengakui Pinjami Budi Mulya Rp1 Miliar
Berita

Robert Tantular Mengakui Pinjami Budi Mulya Rp1 Miliar

Ia membantah pinjaman itu sebagai sogokan.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Robert Tantular (Kiri). Foto: SGP
Robert Tantular (Kiri). Foto: SGP
Bekas pemilik Bank Century Robert Tantular mengakui memberikan pinjaman Rp1 miliar kepada mantan Deputi Gubenur Bank Indonesia Bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.

"Benar Pak Budi Mulya pada akhir Juli atau awal Agustus 2008 datang ke kantor saya untuk bicarakan kerja sama. Saat itu Pak Budi Mulya dan teman-temannya sedang mengurus surat tanah di Kuningan yang masih sengketa dan mengajak saya untuk bergabung," kata Robert dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4).

Robert saat ini tengah menjalani hukuman selama 9 tahun penjara karena tiga kejahatan perbankan terkait dengan bank tersebut.

"Pak Budi mengatakan kalau urusan surat sudah selesai maka bisa membeli dari pemilik dengan harga yang lebih murah dari pasar, saya katakan ya sudah saya pelajari dulu. Dua minggu setelah itu saya kabari Pak Budi Mulya kalau belum bisa ikut dulu, lalu Pak Budi Mulya menanyakan bisa tidak berikan pinjaman Rp1 miliar? Saya tanya, berapa lama, Pak Budi katakan 3 bulan dan saya sanggupi," tambah Robert.

Akhirnya pada 11 Agustus 2008, Budi Mulya mendatangi kantor Robert dengan membawa tanda terima pinjaman. "Saya serahkan dalam bentuk giro dari perusahaan properti saya ke Pak Budi Mulya, jadi ini murni benar-benar pinjaman untuk mengurus surat-surat tanah Kuningan, ada buktinya dan sudah disampaikan di KPK," jelas Robert.

Giro yang ditandatangani oleh direktur perusahaan properti milik Robert, PT Central Bumi Indah tersebut kemudian ditransfer ke rekening Budi Mulya di Bank Mandiri.

"Ini jelas pinjaman, bukan sogokan! Masa kalau sogokan diberikan giro dan tanda terima? Lagi pula uangnya sudah dikembalikan ke saya, jadi aneh kalau dikaitkan untuk memperkaya diri Pak Budi Mulya," tegas Robert.

Padahal dalam dakwaan setelah mendapat uang tersebut, Robert bersama mantan direktur utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim pada 12 Oktober 2008, menemui Deputi Gubernur bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Siti Chalimah Fadjriah, Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank 1 (DPB 1) Heru Kristiyana dan Pengawas Bank Direktorat Pengawasan Bank 1 Pahla Santoso untuk meminta bantuan likuiditas sebesar Rp1 triliun kepada Bank Century.

Permintaan tersebut ditujukan agar Century tidak kalah kliring (pembayaran utang piutang antarbank) karena surat-surat berharga Bank Century sudah dijadikan agunan, sehingga Robert meminta Fadjrijah untuk merekomendasikan kepada bank lain agar membantu Century, namun realisasinya tidak ada yang memberikan jalur kredit kepada Century. Namun permintaan tersebut tidak diluluskan sehingga Bank Century kalah kliring pada 13 November 2008.

Robert juga menyangkal dana bantuan untuk Century dapat memperkaya dirinya sebesar Rp2,7 triliun seperti dalam dakwaan karena uang tersebut menurut Rudi adalah kredit macet yang dicatat bank dan bukan miliknya probadi.

Sedangkan proses pengembalian dikembalikan ke Robert pada Januari 2009 saat ia berada dalam tahanan Mabes Polri.

"Saya terima melalui Pak Sulis, dia corporate secretary di Sinar Mas Group karena saat itu Pak Sulis sering datang ke tahanan untuk menemui Pak Burhanuddin Abudullah, Gubernur BI yang lama, jadi saya tanda tangan pelunasan dengan Sinar Mas, saya tidak tahu hubungan Pak Sulis dan Pak Budi Mulya," tambah Robert.

Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Tags:

Berita Terkait