Empat Warga Adat Semende Divonis Tiga Tahun Penjara
Berita

Empat Warga Adat Semende Divonis Tiga Tahun Penjara

Kuasa Hukum menilai terpidana hanya memanfaatkan hak ulayat.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pengadilan Negeri Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu menjatuhkan vonis tiga tahun penjara atas empat warga komunitas masyarakat adat Semende Dusun Lamo Bandingagung karena merambah hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

"Menyatakan bersalah dan menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap empat terdakwa," kata Ketua Majelis Hakim Syamsudin dalam persidangan di PN Kaur, Kamis (24/4).

Majelis hakim memvonis empat warga adat Semende bersalah dan dihukum sesuai dengan tuntutan jaksa yakni kurungan penjara selama tiga tahun dan denda Rp1,5 miliar subsider satu bulan kurungan.

Atas vonis tersebut keempat warga itu yakni Midi Bin Matsani, Rahmad Bin H Budiman, Suraji Bin Kaeran dan Heri Tindieyan Bin Yaslan menyatakan banding.

Kempat warga itu menjalani serangkaian persidangan setelah ditangkap dalam operasi gabungan Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Polres Kaur pada 23 Desember 2013.

Sebelumnya dalam sidang pembacaan tuntutan pada 22 April 2014, JPU Ahmad Affandi menyebutkan hal-hal yang memberatkan warga adat itu yakni perbuatan mereka mengakibatkan berkurangnya luas hutan yang menghasilkan oksigen sehingga mengakibatkan pemanasan global.

Menurut Jaksa, para warga adat itu juga telah melakukan perbuatan merusak ekosistem satwa dan tumbuhan endemik langka yang terdapat di kawasan hutan konservasi, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya populasi hewan dan tumbuhan yang dapat menyebabkan kepunahan.

Mereka juga dituduh melakukan perbuatan yang tidak mendukung program pemerintah untuk melestarikan alam, dan mengklaim tanah yang didiami adalah sah tanah wilayah adat Semende Lembak, padahal tidak dapat dibuktikan secara tertulis serta belum diakui oleh pemerintah.

Atas tindakan tersebut keempat warga adat Semende Bandingagung telah melakukan tindak pidana perusakan hutan berupa melakukan kegiatan perkebunan tanpa Izin Menteri di dalam kawasan hutan sebagaimana ketentuan Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan tuntutan penjara tiga tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Dalam nota pembelaan terdakwa, tim kuasa hukum melalui Tommy Indyan pada 23 April 2014 bahwa JPU terlalu berlebihan tentang pemanasan global sebab JPU tidak dapat menyampaikan fakta persidangan tentang perusakan hutan yang mengakibatkan berkurangnya luasan hutan.

Kuasa hukum juga menilai bahwa para terdakwa adalah bagian dari masyarakat adat Bandingagung, sehingga sudah sepantasnya mempertahankan hak ulayat mereka.

Menurut Kordinator tim penasehat hukum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, mereka akan memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat adat dusun Bandingagung itu.

"Terhadap putusan perkara ini, kami tim penasihat hukum menyatakan upaya hukum banding," tukasnya.

Sementara Staf Advokasi AMAN Wilayah Bengkulu Angga Septia mengatakan dalam fakta persidangan empat warga yang ditangkap Polhut TNBBS itu adalah komunitas adat Semende Bnadingagung yang memiliki sejarah asal-usul dan pewaris tata kelola lahan secara turun temurun.

"Kasus ini menjadi persoalan serius atas eksistensi masyarakat adat, padahal negara sudah mengakui hak tenurial," ujarnya.

Kasus ini tambahnya membuat masyarakat adat trauma sebab putusan ini berdampak pada hilangnya hak konstitusional warga adat Semende Bandingagung.
Tags:

Berita Terkait