Mantan Dirut Beberkan Persoalan di Bank Century
Utama

Mantan Dirut Beberkan Persoalan di Bank Century

Setidaknya ada tiga faktor utama yang membuat Bank Century kalah kliring sehingga ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter, Budi Mulya, terus bergulir. Kali ini, sidang mengagendakan keterangan saksi yang salah satunya menghadirkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Mutiara (dulu Bank Century, red), Maryono.

Di hadapan majelis hakim, Maryono membeberkan persoalan-persoalan Bank Century sehingga ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Menurutnya, terdapat tiga persoalan utama yang membuat Bank Century gagal kliring dan pengelolaannya kerap melanggar aturan.

Ketiga persoalan itu adalah manajemen Bank Century melakukan kesalahan terkait pengelolaan aset seperti deposito jaminan, tidak memelihara Giro Wajib Minimum (GWM) dan kepemilikan Surat-Surat Berharga (SSB) yang berkualitas rendah. Akibat masalah-masalah itu, Bank Century kesulitan menambah modal dan berujung pada kalah kliring pada tanggal 13 November 2008.

Dari sisi aset, menurut Maryono, Bank Century sudah payah. Ia mengatakan, sebelum dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Century sudah tak lagi memiliki simpanan di BI dan tak bisa memelihara GWM. “GWM Bank Century masih kecil sekali. Di bawah 5 persen,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/4).

Selain itu, lanjut Maryono, dari sisi SSB yang dimiliki Bank Century kala itu memiliki kualitas yang rendah. Padahal, ada ketentuan dari BI jika kualitas SSB rendah bisa masuk kualifikasi macet. “Ada ketentuan dari Bank Indonesia, kalau kualitasnya rendah akan dikualifikasikan macet. Sehingga yang tadinya dikategorikan bisa likuid menjadi tidak likuid,” tambahnya.

Bahkan, lanjut Maryono, jangka waktu pencairan SSB saat itu juga terlampau panjang. Akibatnya, SSB yang diperkirakan bisa membantu bank untuk perputaran modal dan membiayai aset, terjadi sebaliknya yakni macet. Manajemen dan pemilik Bank Century, juga tak luput dari persoalan.

Menurut Maryono, kesalahan manajemen dan pemilik Bank Century adalah tidak diikatnya deposito jaminan pengganti SSB. Kesalahan ini menyebabkan posisi Bank Century lemah lantaran menyulitkan pencairan yang biasanya dilakukan sesegera mungkin. “Malah ada yang mengaku deposito itu punya pihak lain,” katanya.

Ia mengatakan, sebelum diambil alih LPS, Bank Century masih memiliki aset kurang lebih Rp14 triliun. Namun, aset tersebut terus menyusut lantaran Robert Tantular selaku pemegang saham kerap memberikan kredit Letter of Credit (LC) dengan jaminan yang kurang. Mayoritas kredit yang dikucurkan berujung macet dan tidak dapat berputar. Masalah ini pula yang diwariskan manajemen yang baru.

“Cara pengambilan keputusan tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak ada risk management, sehingga hanya  diambil satu keputusan oleh kekuasaan direksi. Dan sebagian besar adalah kredit yang diberikan kepada orang-orangnya Robert Tantular,” tutur Maryono yang kini menjabat sebagai Dirut Bank Tabungan Negara (BTN) itu.

Kucuran PMS
Salah satu pertanyaan yang dilontarkan Hakim Anggota I Made Hendra mengenai pengucuran dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp1,25 triliun untuk Bank Mutiara pada tahun 2013. Ia heran alasan dikucurkannya PMS lantaran pada tahun sebelumnya Bank Mutiara sudah dianggap sehat. “Padahal sudah sehat, kenapa dikucurkan?” tanyanya.

Terkait hal ini, Direktur Kepatuhan Bank Mutiara Erwin Prasetyo tak menampiknya. Menurut dia, salah satu alasan dikucurkannya PMS lantaran adanya debitur yang tak melunasi kewajibannya. Hal ini terungkap pada saat pemeriksaan. Kemudian persoalan ini yang dibahas direksi dan dilaporkan ke BI dan LPS.

Tak hanya itu, pada Juli 2013 BI melakukan pengawasan khusus terhadap debitur yang sulit membayar kewajibannya. “Hasilnya, kemudian BI memutuskan kolektabilitas harus diturunkan. Berikutnya pihak BI bekerjasama dengan LPS lakukan asesmen kemudian ada penambahan modal ini (Rp1,25 triliun),” katanya.

Menurut Erwin, setidaknya terdapat 10 debitur yang mengalami kredit macet. Seluruhnya merupakan debitur warisan dari manajemen lama atau pada saat masih menjadi Bank Century. Kemudian pada 2010 dilakukan rekstrukturisasi ada empat debitur yang memiliki LC tetapi jatuh tempo. Akbiatnya, debitur tersebut tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Tags:

Berita Terkait