Lulusan Terbaik Fakultas Hukum Diharapkan Isi Sektor Peradilan
Rechtschool

Lulusan Terbaik Fakultas Hukum Diharapkan Isi Sektor Peradilan

Karena merekalah yang akan membentuk keadilan dan melanjutkan reformasi peradilan.

Oleh:
M-16
Bacaan 2 Menit
Acara Publik Service Career Day 2014 di FHUI. Foto: www.komisiyudisial.go.id
Acara Publik Service Career Day 2014 di FHUI. Foto: www.komisiyudisial.go.id
Profesi hukum di lingkungan pengadilan maupun kejaksaan belum terlalu diminati oleh banyak lulusan terbaik fakultas hukum. Kebanyakan dari mereka, lebih tertarik untuk berkiprah sebagai pengacara yang dianggap sebagai profesi yang menjanjikan dari segi material.

Padahal, para alumni FH terbaik inilah yang bisa membentuk dan memberi arti keadilan dan melanjutkan reformasi peradilan. Karenanya, ajakan-ajakan agar para lulusan terbaik ini berkiprah di sektor publik, seperti hakim, jaksa atau bahkan peneliti bidang hukum kembali disuarakan.

“Karena hukum menjadi landasan utama, kita membutuhkan alumni fakultas hukum berkualitas tinggi, mutu tinggi, kita harap banyak yang ikut menjadi hakim,” tujar Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Made Rawa Aryawan.

Made menyampaikan hal tersebut dalam acara Public Service Career Day 2014, Senin (21/04) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

Made menjelaskan bahwa profesi hakim merupakan pilar peradilan yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai penegak hukum dan  keadilan. Berdasarkan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, profesi ini meliputi hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya.

Hakim melalui putusannya diharapkan mampu menerapkan hukum yang benar dan adil, memberikan pendidikan dan pelajaran kepada masyarakat.

Salah seorang Alumni FHUI, Ario Bimo berpendapat senada. Menurutnya, reformasi hukum di Indonesia tidak akan pernah berhasil bila orang-orang terbaik dari fakultas hukum terbaik di Indonesia tidak mau menjadi jaksa dan hakim. “Kita teruskan perjuangan di sektor peradilan dan sektor publik,” ujarnya.

Sementara, Praktisi Pembaharuan Kejaksaan Sukma Violeta juga berharap para lulusan terbaik FH ini mau menjadi jaksa. Ia memahami realitas banyaknya alumni FH yang memilih profesi pengacara. “Jaksa juga memiliki fungsi sebagai pengacara. Jika ingin menjadi pengacara, kejaksaan juga bisa menjadikan lulusan fakultas hukum menjadi pengacara, untuk membela negara,” ujar Sukma.

Jaksa berperan untuk kepentingan negara, berbeda dengan pengacara atau pengacara korporasi. Para sarjana hukum yang masih memegang idealisme bisa menyalurkan semangat mereka menjadi Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk memberikan yang terbaik bagi negara.”Keinginan untuk menjadi pengacara sangat baik, tetapi bukan hanya menjadi pengacara swasta,” tambah Violeta.

Jaksa juga berperan sebagai legal drafter, dimana berperan dalam setiap perencanaan undang- undang yang  mewakili pemerintah. Jaksa harus  mempertahankan kepentingan kejaksaan itu sendiri, agar tercipta criminal justice system yang benar.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Otto Hasibuan mengatakan profesi pengacara atau advokat telah menjadi profesi idaman anak-anak muda Indonesia. Tren ini mulai meningkat sejak era reformasi, 1998 lalu.

Sayangnya, lanjut Otto, motivasi mereka ingin menjadi pengacara adalah materi. Ini yang membuat dirinya prihatin dengan  kondisi tersebut. “Kebanyakan dari mereka mengatakan ingin memiliki mobil Ferrari dan ingin menjadi advokat dari artis-artis,” ujarnya.

Keprihatinan yang disampaikan Otto Hasibuan sejalan dengan survei mahasiswa yang dilakukan tim hukumonline di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, beberapa waktu lalu. Survei tersebut mengangkat pertanyaan “apa dasar pertimbangan anda dalam memilih karier?”

Hasilnya, mayoritas atau sekitar 42 persen mahasiswa fakultas hukum yang menjadi responden memberikan jawaban “materi (gaji)”. Jawaban tertinggi kedua dan seterusnya adalah “Kesesuaian dengan program kekhususan” (33%), “Pengabdian” (18%), “Arahan orang tua” (6%), dan “dan lain-lain” (1%).
Tags:

Berita Terkait