Ini Lima Mitos Profesi Advokat di AS
Jeda

Ini Lima Mitos Profesi Advokat di AS

Memahami mitos suatu profesi itu penting dalam proses memilih karier.

Oleh:
CR-16
Bacaan 2 Menit
Foto: RES (Ilustrasi).
Foto: RES (Ilustrasi).
Memilih karier/profesi untuk sebagian kalangan mungkin menjadi keputusan paling penting dalam hidup. Salah memilih bisa berabe. Sebuah survei yang dilakukan American Bar Association (ABA) menyatakan hampir 50 persen dari advokat yang menjadi responden mengaku tidak puas dalam menjalani profesi mereka.

Sebagaimana dikutip dari sebuah artikel di laman http://legalcareers.about.com, ketidakpuasan dapat terjadi di antaranya karena alasan yang mereka gunakan salah ketika memilih profesi. Makanya, supaya tidak salah memilih, kita harus membekali diri dengan informasi yang lengkap seputar profesi itu, termasuk mitos-mitosnya. Berikut ini adalah lima mitos terkait profesi advokat:

1. Menjadi Advokat Pasti Bakal Kaya
Faktanya, advokat yang mendapat bayaran tinggi kebanyakan bekerja di firma besar. Padahal, merujuk pada data ABA, jumlah firma besar hanya mewakili satu persen dari keseluruhan firma hukum. Selain itu, firma besar sangat selektif dalam proses perekrutan, mereka hanya memilih siswa terbaik dari kampus-kampus hukum paling bergengsi. Kalaupun mereka yang bekerja di firma hukum besar bergaji tinggi, hal itu sebenarnya tidak sebanding dengan jam kerjanya. Bayangkan, advokat firma hukum besar rata-rata bekerja 60 sampai 80 jam per minggu.

2. Pintar Berdebat Syarat Menjadi Advokat
Meskipun dalam litigasi diperlukan kemampuan untuk berargumen, tetapi pekerjaan advokasi hukum bukan tentang "berdebat". Sebaliknya, pekerjaan advokasi sebenarnya berkaitan dengan seni membujuk audiens seperti hakim, mediator  atau juri dengan memberikan pendapat yang logis berdasarkan fakta dan hukum. Jadi, syarat untuk menjadi advokat itu bukan kemampuan berdebat, tetapi kemampuan menganalisa kasus dan membuat argumen yang tepat sesuai hukum.

3. Advokat Membasmi Ketidakadilan
Profesi advokat memang dapat memberikan dampak positif terhadap hukum. Namun, kerja advokat sebenarnya tak ada hubungannya dengan perang antara kebaikan dan kejahatan, karena semua kerja advokat ketika membela klien harus berdasarkan fakta dan hukum yang berlaku. Pada akhirnya, putusan pengadilan tidak hanya tentang keadilan, juga bukan tentang siapa yang siapa yang benar tetapi lebih mengenai bagaimana mencapai kompromi untuk semua pihak.

4. Advokat Selalu Bertempur di Persidangan dan Memiliki Kehidupan Glamor
Apabila digambarkan di televisi, kasus-kasus hukum selalu dibawa ke pengadilan. Kenyataannya, sebagian besar kasus yang ditangani advokat diselesaikan di luar persidangan dengan metode alternatif penyelesaian sengketa, kurang dari satu persen dari keseluruhan kasus perdata yang berlanjut ke pengadilan.

Kehidupan sehari-hari advokat dimitoskan serba glamor. Nyatanya tidak karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di balik meja untuk mempersiapkan penanganan kasus. Pekerjaan advokat lebih banyak mengenai membaca dan melakukan riset serta menulis opini hukum. Litigator menghabiskan waktu berjam-jam untuk meninjau dokumen yang membosankan.

5. Pekerjaan Advokat Menantang
Praktisi hukum memang pekerjan intelektual yang perlu kehati-hatian, tetapi pekerjaan tersebut tidak menantang. Kebanyakan monoton dan itu-itu saja. Advokat muda, terutama di firma besar, sering dibebani dengan tugas-tugas membosankan seperti meninjau dokumen, mengecek dan melakukan penelitian rutin. Selain itu, advokat juga banyak menghabiskan waktunya untuk membuat kontrak-kontrak baku dan opini hukum. Advokat adalah pekerjaan yang membuat anda harus duduk di kantor selama 10 jam lebih, tanpa dapat mengharapkan ada hal menantang yang bisa dilakukan.
Tags:

Berita Terkait