Rangga Lukita:
Adanya Putusan MK Bukan Berarti Advokat Kebal Hukum
Profil

Rangga Lukita:
Adanya Putusan MK Bukan Berarti Advokat Kebal Hukum

Bila advokat bekerja dengan nyaman dan tentram, klien tentu juga diuntungkan.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat tafsir baru menyangkut hak imunitas advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Bila sebelumnya, advokat tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata selama menjalankan tugas dan profesinya dengan iktikad baik di dalam persidangan, kini “hak imunitas itu” diperluas.

MK menyatakan bahwa Pasal 16 UU Advokat harus diartikan bahwa perlindungan hukum bagi advokat yang menjalankan tugas dan profesinya tak hanya di dalam sidang, tetapi juga di luar sidang.

Permohonan ini diajukan oleh tiga advokat muda, Rangga Lukita Desnata, Oktavianus Sihombing dan Dimas Arya Perdana. Hukumonline berkesempatan mewawancarai salah seorang pemohon, Rangga Lukita Desnata, melalui sambungan telepon, Selasa (20/5).

Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana perasaan Anda ketika mendengar putusan MK mengabulkan permohonan ini?
Kalau pribadi, ya gembira. Tapi, kan kembali lagi, pada putusan itu bukan hanya berpengaruh kepada diri saya sendiri, tetapi juga kepada banyak orang, kepada advokat, dan orang yang terbelit masalah hukum. Ini yang membuat kami sangat gembira.

Apa Anda melihat putusan ini juga berimplikasi ke klien atau masyarakat?
Impact ke klien tentu sangat besar. Kenapa? Pada saat advokat merasa sangat tenang dan leluasa membela dengan maksimal tentunya pelayanan terhadap klien juga baik.

Kalau advokat tidak mendapatkan keamanan, ketentraman, dan ketenangan dalam membela klien, misalnya seperti dalam pendampingan di BAP, atau mengirimkan somasi, dijerat dengan hukum pidana, tentunya akan menyulitkan advokat itu untuk membela klien secara maksimal.

Sebenarnya, ada kasus apa yang melatarbelakangi Anda dan rekan-rekan menguji ke MK?
Sebenarnya (kerugian) konkretnya ada. Saya saat ini masih dalam status terlapor di Polres Tanjung Balai Karimun (Kasus empat tahun lalu,-red). Saat itu, saya sedang membela perkara narkotika yang menurut keyakinan dan keilmuan saya, klien itu memang dikriminalisasi, dalam artian tidak bersalah tapi dijerat pakai hukum pidana oleh pihak kepolisian, kejaksaan dan hakim.

Saya membela itu. Pada saat di persidangan, saya bongkar semua apa yang dialami klien dan apa yang dilakukan oleh kepolisian saat penyidikan, apa yang dilakukan oleh jaksa dan apa yang dilakukan oleh hakim terhadap dia saat persidangan yang tak sesuai dengan hukum acara dan berindikasi adanya permainan.

Saya beberkan semua. Mereka nggak bisa menjerat saya, karena saya membeberkannya di dalam persidangan. Tapi mereka mendapat celah untuk menjerat saya pada saat saya mengajukan banding mereka fitnah saya bahwa saya melakukan tuduhan terhadap pihak kepolisian, kejaksaan dan hakim. Bahwa mereka itu main pat gulipat, main hangky-pangky, untuk memidanakan klien saya

Akhirnya, saya dilaporkan ke polres oleh pihak kepolisian, jaksa dan didorong oleh hakim juga. Di tingkat penyelidikan ada saksi diperiksa, dari 6 saksi diperiksa. 3 orang membenarkan seperti yang dituduhkan ke saya, 3 saksi lain menyatakan saya tidak berbuat seperti yang dilaporkan pelapor.

Gara-gara tidak semua saksi membenarkan pelapor, memang perkaranya masih mengambang. Saya melihat ini sebagai ancaman, saya bisa dijerat, padahal saya melakukan pembelaan terhadap  klien saya.

Di luar sidangnya dimana?
Pada saat saya mengajukan memori banding. Setelah sidang ditutup, saya pergi ke bagian register panitera, saya katakan untuk banding. Di sana saya dituduh melakukan fitnah, pencemaran nama baik dan sebagainya.

Saya tak sebutkan kalimat yang mereka tuduhkan, tapi ada saksi yang mereka ambil yang menyebut bahwa saya menuduh polisi, jaksa dan hakim menerima suap. Padahal, saya tak mengucapkan itu ketika mendaftarkan memori banding.

Awalnya dari sana. Setelah itu, saya sharing dengan advokat-advokat yang lain, lalu ketemu dengan Pak Palmer Situmorang, Pak Petrus Bala Pattyona, ketemu rekan PERADI dari Surabaya. Mereka sendiri ketika melakukan pembelaan secara prosedural sering dijerat oleh pihak kepolisian.

Misalnya, Palmer Situmorang pada saat perkara Manulife dengan Lucas. Palmer mengucapkan statement yang membela kliennya, tapi oleh pak Lucas dilaporkan ke Polda Metro Jaya sehingga statusnya sampai tersangka. Begitu juga pak Petrus.

Lebih ironis lagi, rekan advokat dari Surabaya. Dia bela kliennya sengketa rumah dan tanah, dia pegang data-data, polisi minta data-data itu, karena dia terikat oleh sumpah karena data-data itu punya kliennya, dia tidak beri, polisi jerat dia dengan pasal penggelapan surat-surat. Jadi tersangka, sampai wajib lapor.

Dari hal itu, kami melihat apalagi organisasi advokat kami, PERADI maupun KAI itu kurang membela anggota-anggotanya kalau terlibat masalah. Kami akhirnya membela kepentingan kami sendiri, meski akhirnya berpengaruh kepada advokat-advokat lainnya.

Apa sudah ada advokat yang divonis mengenai hal ini?
Ada yang status divonis. Di PN Jakpus, dia masuk pekarangan tanah sengketa, lalu dia dijerat dengan perbuatan tidak menyenangkan karena masuk perkara tanpa izin. Tapi tidak hadirkan ke sidang. Kira-kira setahun yang lalu.

Putusan ini apa tidak menimbulkan kesan di masyarakat awam bahwa advokat itu seakan kebal hukum?
Kalau dibaca detail (Pasal 16 UU Advokat,-red), membela kepentingan dengan iktikad baik. Kalau misalnya, advokat itu mengada-adakan suatu pembelaan, menyembunyikan data yang merugikan kliennya. Ikitikad buruk, dia gunakan profesi advokatnya untuk memeras orang atau mengancam orang. Itu tentu tak bisa dibenarkan. Itu dinilai oleh lembaga kode etik.

Nggak kebal hukum. Kalau advokat saat melakukan pembelaan memukul orang, membuat orang luka, ya hukum pidana jalan. Kan batasannya iktikad baik dan buruk yang bisa disidang kode etik. Batasan lainnya adalah hukum pidana itu sendiri. Advokat kan bukan tukang pukul, tukang ancam, itu kan bukan pekerjaan advokat.

Apa Anda melihat ada aturan lain di dalam UU Advokat yang mengancam profesi advokat?
Yang paling krusial ini. Karena (pasal-pasal,-red) yang lain kan lebih ke hak dan kewajiban advokat. Ini bisa membuat advokat tak nyaman dalam menjalankan pekerjaannya atau takut ya, Pasal 16 ini. Yang lain tidak ada potensi ancaman bagi advokat untuk menjalankan profesinya.
Tags:

Berita Terkait