Dinilai Menyuap Akil, Wawan Dituntut 10 Tahun Penjara
Utama

Dinilai Menyuap Akil, Wawan Dituntut 10 Tahun Penjara

Wawan mengaku ditakut-takuti, sehingga memberikan uang Rp1 miliar melalui Susi.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Foto: RES.
Terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Foto: RES.
Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tri Mulyono meminta majelis hakim menghukum Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Tri menganggap Wawan terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lebak. Selain itu, Wawan dianggap terbukti memberikan hadiah atau janji kepada Akil terkait penanganan sengketa Pilkada Banten.

“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor dan Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata Tri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/5).

Ia melanjutkan, fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan telah menunjukan bahwa perbuatan Wawan telah memenuhi semua unsur dalam dakwaan kesatu dan kedua.  Wawan selaku Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama terbukti memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil melalui pengacara Susi Tur Andayani.

Sebelum menjatuhkan tuntutan, Tri mempertimbangkan sejumlah alasan memberatkan dan meringankan. Perbuatan Wawan dianggap menciderai demokrasi dan citra MK sebagai lembaga penegak hukum. Sementara, pertimbangan meringankan, Wawan dinilai bersikap sopan di pengadilan dan belum pernah dihukum.

Penuntut Umum Edy Hartoyo menguraikan, peristiwa itu bermula ketika KPU Kabupaten Lebak menetapkan pasangan nomor urut tiga, Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak terpilih periode 2013-2018. Keputusan KPU ini menegaskan kekalahan pasangan Amir Hamzah-Kasmin yang diusung Partai Golkar.

Kemudian, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang juga kakak dari Wawan melakukan pertemuan dengan advokat Rudi Alfonso, Amir, dan Kasmin di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Mereka membicarakan langkah-langkah untuk mengajukan permohonan sengketa Pilkada Lebak ke MK, karena diduga terjadi kecurangan.

Edy mengungkapkan, Wawan diminta Atut untuk menemui Akil terlebih dahulu di lobi hotel JW Marriot Singapura. Pasalnya, saat itu, Atut akan menemui Akil. Setelah bertemu, Atut meminta Akil selaku Ketua MK agar dapat memenangkan perkara-perkara sengketa Pilkada di provinsi Banten, termasuk Pilkada Lebak yang diajukan Amir-Kasmin.

Atut lalu mengutus Wawan. Pada 25 September 2013, Wawan menerima SMS dari Akil yang meminta bertemu untuk membicarakan pengurusan sengketa Pilkada Lebak. “Lebak siap dieksekusi, bisa ketemu malam ini?” “Ke Widya Chandra III No.07 jam 8 malam ya?” tutur Akil dalam pesan singkatnya kepada Wawan.

Selanjutnya, Wawan datang ke rumah dinas Akil. Wawan dan Akil membicarakan pengurusan sengketa Pilkada Lebak agar bisa diputus pemungutan suara ulang (PSU). Namun, menurut Edy, ketika pertemuan tersebut, Akil belum membicarakan jumlah permintaan dana kepada Wawan karena merasa segan.

Pada 26 September 2013, Amir melaporkan kepada Atut mengenai peluang dikabulkannya perkara sengketa Pilkada Lebak di MK. Atas laporan Amir, Atut menyampaikan bahwa Akil yang sudah dikenalnya seperti saudara sendiri. Atut juga menelepon Dirjen Otda, Kemendagri Djohermansyah Djohan menanyakan teknis PSU.

Lalu, Susi menelepon Akil untuk memberitahukan hasil pertemuannya dengan Atut. Menanggapi pemberitahuan itu, Akil meminta Susi menyampaikan kepada Atut agar menyiapkan dana Rp3 miliar, mengingat Rapat Permusyawarahan Hakim (RPH) terkait sengketa Pilkada Lebak akan digelar Senin, 30 September 2013.

Susi menyampaikan kepada Amir agar segera menyediakan dana Rp3 miliar guna memenangkan sengketa Pilkada Lebak di MK. Namun, Amir tidak memiliki uang, sehingga Susi menyarankan Amir bersama-sama Kasmin menghadap Atut untuk meminta bantuan menyediakan dana Rp3 miliar sesuai permintaan Akil.

Edy menyatakan, Wawan bertemu Susi di Hotel Ritz Carlton untuk membahas permintaan uang Akil. Di sela-sela pertemuan, Susi menerima SMS dari Akil yang menanyakan kepastian pemberian uang. Akil sempat kesal karena ketidakjelasan jumlah uang yang akan diterimanya. Akhirnya, Wawan hanya bersedia menyiapkan uang Rp1 miliar.

Ketika hari pembacaan putusan, 1 Oktober 2013, Susi mengirimkan SMS kepada Akil, untuk memberitahukan uang Rp1 miliar sudah siap. “Ass.. pak bu Atut lg ke singapur, brg (barang-red) yg siap 1 ekor untuk lebak aja jam 14 siap tunggu perintah bpk ajak sy kirim kemana,” demikian isi SMS Susi kepada Akil.

Mengetahui uang tidak sesuai komitmen awal, Akil menjawab SMS Susi, “Ah males aku gak bener janjinya”. Namun, menurut Edy, Susi membujuk Akil agar bersedia menerima uang Rp1 miliar dan membantu pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Alhasil, MK mengabulkan permohonan Amir, serta memerintahkan pemungutan suara ulang.

Setelah pembacaan putusan Pilkada Lebak, Susi melalui SMS, menanyakan kepada Akil, ke mana uang tersebut akan dibawa. Akil menyatakan akan mengontak Susi usai sidang sengketa Pilkada Jawa Timur. Lalu, Susi menyimpan uang Rp1 miliar di rumah orangtuanya, di Tebet Barat, karena dia tak berhasil menemui Akil.

Sehari kemudian, Wawan mengirimkan SMS kepada Akil. Wawan menyampaikan terima kasih karena Akil sudah memenangkan Amir. Selanjutnya, sekitar pukul 22.30 WIB, Wawan ditangkap petugas KPK di rumah Amir. Sementara, tas berwarna biru berisi uang Rp1 miliar ditemukan petugas di rumah orang tua Susi.

“Dengan beralihnya uang Rp1 miliar tersebut ke tangan Susi, maka perbuatan memberi telah terwujud dengan sempurna karena Susi merupakan perantara pemberian uang ke Akil. Terlebih lagi, terdakwa di depan persidangan telah mengakui adanya pemberian uang Rp1 miliar kepada Susi untuk memenuhi permintaan Akil,” ujar Edy.

Ia berpendapat, kendati suap belum sampai ke tangan Akil, tapi sebagaimana pandangan sejumlah ahli, Akil tidak perlu menerima sendiri uang tersebut. Melainkan dapat melalui perantara, yaitu Susi. Apalagi Akil telah menghendaki menerima uang itu. Atas dasar itu, unsur memberikan atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi.

Pilkada Banten
Terkait penanganan sengketa Pilkada Banten, Penuntut Umum Afni Carolina mengatakan, Wawan terbukti memberikan hadiah kepada Akil melalui CV Ratu Samagat. Wawan memberikan Rp7,5 miliar kepentingan pasangan calon Atut-Rano Karno agar tetap menjadi calon Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten terpilih periode 2011-2016.

Ketika itu, Wawan selaku Ketua Tim Pemenangan pasangan Atut-Rano berhasil memenangkan Atut-Rano dalam Pilkada Banten tahun 2011. Sesuai Keputusan KPU Provinsi Banten tanggal 30 Oktober 2011, pasangan Atut-Rano ditetapkan sebagai pemenang. Namun, kemenangan Atut-Rano disengketakan ke MK.

Dua pasangan calon lain, Wahidin Halim-Irna Narulita dan Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki yang menjadi lawan Atut-Rano dalam Pilkada Banten mengajukan permohonan sengketa Pil  kada Banten ke MK. Selain kedua pasangan calon tersebut, pasangan bakal calon, Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata juga turut mendaftarkan permohonan ke MK.

Mengetahui kemenangan kakaknya digugat, Wawan menemui mantan staf hakim MK, Andi M Asrun di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan. Wawan mendapat nomor telepon Andi Asrun dari Akil yang ketika itu menjabat hakim MK. Saat bertemu Asrun, Wawan meminta Asrun menjadi salah satu kuasa hukum Atut-Rano.

Sekitar Oktober-November 2011, Wawan memerintahkan sejumlah pegawainya, Ahmad Farid Ansyari, Mochammad Armansyah, Fredi Prawiradiredja, Asep Bardan, Yayah Rodiyah, dan Agah Mochamad Noor mengirimkan uang kepada Akil melalui rekening giro CV Ratu Samagat miliki istri Akil, Ratu Rita Akil.

Afni melanjutkan, pengiriman uang itu dilakukan secara bertahap, sehingga seluruhnya berjumlah Rp7,5 miliar. Sesuai permintaan Akil, penulisan tujuan pengiriman uang dibuat seolah-olah terdapat hubungan usaha antara CV Ratu Samagat dengan PT Bali Pasific Pragama (BPP), dimana Wawan menjadi Komisaris Utama.

Pada 22 November 2011, MK menggelar sidang pleno MK dengan agenda pembacaan putusan perkara sengketa Pilkada Banten. Majelis memutuskan menolak permohonan Wahidin Halim-Irna Narulita, serta menyatakan permohonan Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki dan Dwi Jatmiko-Tjejep Mulyadinata tidak dapat diterima.

Dengan demikian, Afni berpendapat, Wawan mempunyai kehendak untuk memberikan uang seluruhnya Rp7,5 miliar kepada Akil selaku hakim MK terkait perkara sengketa Pilkada Banten. Kehendak itu telah diwujudkan Wawan dengan memberikan uang Rp7,5 miliar kepada Akil melalui Susi maupun pegawai Wawan.

Wawan Membantah
Menanggapi tuntutan tersebut, Wawan dan pengacaranya meminta waktu dua minggu kepada majelis hakim untuk menyusun nota pembelaan (pledoi). Usai sidang, Wawan membantah tudingan penuntut umum yang bersikeras menyatakan dirinya bersalah. Ia mengaku pemberian uang itu dilakukan karena ditakut-takuti

“Kan Bu Susi menyampaikan Pak Akil marah-marah dan sebagainya. Padahal, saya khawatirnya terhadap Pilkada Kota Serang. Saya khawatir Pilkada Kota Serang itu akan dikalahkan. Jadi, yang diminta bantuan ke saya, saya di takut-takuti. Dalam hal ini, bagaimana saya dibilang sebagai pelaku. Saya membantah,” tuturnya.

Kemudian, Wawan menegaskan tidak ada satupun saksi maupun alat bukti lainnya yang membuktikan bahwa pemberian Rp7,5 miliar untuk mempengaruhi sengketa Pilkada Banten. “Sudah jelas itu, pemberian dalam rangka investasi kelapa sawit. Jelas-jelas hakim ketua panel Pak Mahfud. Tidak ada keterkaitan dengan Pak Akil,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait