KHN: Iklim Usaha Butuh Putusan Pengadilan yang Predictable
Berita

KHN: Iklim Usaha Butuh Putusan Pengadilan yang Predictable

Putusan atas beberapa perkara yang sejenis seharusnya tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Foto: KHN
Foto: KHN
Pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 tinggal menghitung hari. Dua pasang bakal calon presiden dan wakil presiden, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, telah resmi mendaftar menjadi kontestan Pemilu Presiden 2014. Siapa pemenangnya? Semua kalangan menanti jawaban atas pertanyaan ini, termasuk investor.

Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta mengatakan iklim usaha mutlak membutuhkan dukungan hukum. Dukungan itu di antaranya berupa regulasi yang jelas sehingga tidak multitafsir dan putusan pengadilan yang konsisten. Intinya, kata Frans, iklim usaha yang kondusif sangat bergantung pada kepastian hukum.

“Dukungan hukum berarti kepastian dan penegakan hukum, yang muaranya pada putusan pengadilan atau arbitrase,” kata Frans dalam acara diskusi Komunitas Hukum di Gedung KHN, Selasa lalu (20/5).

Menurut dia, putusan pengadilan harus konsisten dan dapat diprediksi (predictable) dalam arti putusan atas beberapa perkara yang sejenis seharusnya tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Ditegaskan Frans, disparitas putusan harus dihindari karena dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dukungan hukum untuk iklim investasi, kata Frans, merupakan satu dari tiga permasalahan hukum yang diidentifikasi KHN harus menjadi perhatian para bakal capres dan cawapres yang akan bertarung di Pemilu Presiden 2014. Dua masalah lainnya adalah penguatan  kelembagaan penegak hukum dan kekuasaan kehakiman, dan amandemen Konstitusi.

Menurut Frans, ketiga permasalahan hukum tersebut berkaitan erat dengan permasalahan hukum yang mendasar dalam hal pembenahan sistem hukum yang melingkupi substansi, struktur dan budaya hukumnya.

“Praktis belum terdapat visi-misi Presiden-Wakil Presiden terpilih yang dapat dimasukkan dan dirincikan dalam Rancangan RPJMN 2015-2019. Ini mengkhawatirkan sekali,” ujar Frans.

Memaparkan hasil penelitian KHN, Peneliti Sulaiman Sujono mengatakan Indonesia memiliki kesempatan sekaligus tantangan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) yang rencananya mulai berlaku tahun 2015.

Kesempatan itu antara lain akses ekonomi yang lebih luas, arus perdagangan yang lebih bebas antar negara anggota ASEAN, peningkatan potensi investasi dan integrasi ASEAN. Sementara, tantangannya adalah daya saing ekonomi Indonesia dan regulasi yang menguntungkan dan melindungi Indonesia.    

“Yang perlu diperhatikan ialah bahwa lemahnya penegakan hukum merupakan penghalang mendasar dari penanaman modal di Indonesia,” ujar Sulaiman.

Sulaiman juga menekankan pentingnya kepastian hukum. Menurut dia, kepastian hukum merupakan unsur penting bagi iklim investasi. Dengan kepastian hukum, lanjut dia, Indonesia dapat menjaga kepentingan nasional dalam kondisi ekonomi yang terbuka pada era AEC.

Penafsiran Konstitusi
Turut hadir dalam acara diskusi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengungkapkan fakta miris, bahwa indeks kebijakan pertambangan Indonesia berada di posisi bawah dibandingkan negara-negara lain. Padahal, potensi pertambangan Indonesia termasuk yang sangat besar di dunia.

Kunci permasalahannya, kata Hendra, adalah kebijakan dan regulasi yang tidak bagus. Andai kebijakan dan regulasi di sektor pertambangan sudah bagus, Hendra yakin Indonesia mampu menjadi negara besar. Untuk itu, dia berharap ada perbaikan yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan dan regulasi pertambangan.    

Selama ini, Hendra melihat kebijakan dan regulasi yang terkesan tidak mendukung perkembangan bisnis pertambangan berpatokan pada Pasal 33 UUD 1945 yang di dalamnya terkandung frasa “dikuasai oleh negara”. Dia berpendapat penafsiran seperti ini tidak tepat, karena seharusnya Pasal 33 ditafsirkan bersama-sama dengan Pasal 1.

Terdiri dari tiga ayat, salah satu prinsip penting dalam Pasal 1 itu adalah penegasan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dari ketentuan ini, Hendra mengatakan kepastian hukum harus selalu diutamakan dalam hal apapun, terlebih untuk sektor bisnis.

“Ada penafsiran konstitusi, orang seringnya langsung Pasal 33 tapi lupa soal Pasal 1 tentang Kepastian Hukum,” kritiknya.
Tags:

Berita Terkait