Pemerintah Akui Renegosiasi Kontrak Tambang Belum Sesuai Target
Utama

Pemerintah Akui Renegosiasi Kontrak Tambang Belum Sesuai Target

Pemerintah harus bersikap tegas dalam menjalankan fungsi sebagai regulator.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Jero Wacik. Foto SGP
Menteri ESDM Jero Wacik. Foto SGP
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, mengakui renegosiasi kontrak tambang belum sesuai target. Ia mengatakan, apa yang telah dicapai masih belum memenuhi target pemerintah. Hal ini dikarenakanbelum semua perusahaan tambang mau mengubah kontrak mereka. Padahal, pemerintah menginginkan tahun ini semua perusahaan menyetujui renegosiasi.

“Sebab, seharusnya tahun ini seluruh tambang sudah mau mengubah kontrak dengan pemerintah,” ujar Wacik di Jakarta, Jumat (30/5).

Selain itu, perusahaan yang mau menjalankan renegosiasi baru tambang mineral. Batu bara sama sekali belum tersentuh. Pemegang Kontrak Karya (KK) besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara juga belum mau menyetujui prinsip renegosiasi.

Meski gagal mencapai target, Wacik mengklaim langkah yang ditempuh pihaknya sudah maksimal. Ia menyampaikan bahwa telah ada perkembangan terhadap pembahasan renegosiasi kontrak tambang.

Selama ini, dari 112 perusahaan tambang bidikan pemerintah, baru 25 bersedia mengubah kontraknya. Kini, Wacik menyatakan bahwa sudah ada 17 perusahaan lain yang siap menyusul.

"Ada kemajuan. Sekarang tambah 17 nanti selesai semua. Kalau nungguin semua kan lama, jadi mana yang sudah selesai, kita teken," ujarnya.

Lebih lanjut Wacik menyinggung enam poin renegosiasi yang dituntut pemerintah. Di antara semua aspek itu, ia mengatakan bahwa perluasan lahan atau penggunaan produksi dalam negeri, biasanya tidak ditolak.

Di sisi lain, aspek yang menyangkut divestasi dan royalti seringkali menemui pembahasan yang cukup alot. "Yang belum (setuju) itu divestasi sama royalti," kata Wacik.

Anggota Komisi V DPR, Marwan Jafar mendesak pemerintah segera menyelesaikan renegosiasi kontrak tersebut. Menurutnya, selama ini banyak kontrak di bidang pertambangan yang merugikan negara. Ia menyampaikan, pemerintah harus berwibawa menghadapi perusahaan-perusahaan besar yang hanya mencari keuntungan sendiri.

“Karena itu amanat dari UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang hingga kini sebagian pembahasan masih cukup alot,” katanya.

Marwan juga meminta agar pemerintah bisa bersikap tegas dalam menjalankan fungsi sebagai regulator. Menurutnya, sudah selayaknya pemerintah segera menaikkan royalti di sektor tambang. Namun, di sisi lain ia mengingatkan agar pemerintah juga senantiasa bersikap transparan.

“Pemerintah harus bisa meningkatkan royalti. Tetapi mutlat adanya tarnsparansi pengelolaan tambang dan adanya batasan mengenai luas area yang tidak merugikan pemerintah,” katanya.

Hal itu dikatakan Marwan, melihat berbagai macam pertimbangan. Ia mengatakan, pemerintah Indonesia merupakan pihak yang diamanatkan konstitusi atas hak penguasaan sumber daya alam.

Anehnya, kata dia, sumber daya alam terutama sektor tambang belum mampu menjadi penyumbang anggaran negara. Seharusnya, menurut Marwan, Indonesia bisa sejahtera dari hasil pengelolaan sumber daya alam.

“Oleh karena itu, harus dilakukan audit oleh lembaga independen terhadap perusahaan pertambangan di Indonesia untuk mengetahui kapasitas produksi dalam negeri secara riil. Audit ini guna meminimalisir manipulasi dan penyelewengan oleh oknum tertentu,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait