Gugatan McDonald's, dari Tisu Hingga Tumpahan Kopi
Jeda

Gugatan McDonald's, dari Tisu Hingga Tumpahan Kopi

Pernah kalah dalam kasus gugatan kopi tumpah.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Foto: www.mymcmedia.org
Foto: www.mymcmedia.org
McDonald's atau lazim disingkat McD, nama restoran cepat saji ini begitu terkenal di seluruh dunia. McD terkenal tidak hanya karena menu andalannya, ayam dan burger yang terasa lezat, tetapi juga kisah-kisah gugatan konsumen yang dihadapinya. Ragam jenis gugatan silih berganti menghampiri restoran yang pertama kali berdiri tahun 1940 ini.

Gugatan paling anyar adalah gugatan yang dilayangkan seorang konsumen di McD di Pacoima, California, Amerika Serikat. Gara-gara tak melayani pembelinya dengan baik, McD Pacoima harus menghadapi masalah hukum di pengadilan.

Seorang pria AS, Webster Lucas menggugat McD ke pengadilan senilai AS$1,5 juta. Masalah hukum ini mungkin timbul karena hal yang sepele, gara-gara selembar tisu.

Sebagaimana dilansir situs berita TMZ, kasus ini berawal ketika Lucas menyambangi McD di Pacoima, California pada 29 Januari lalu. Usai memesan paket “Quarter Pounder Deluxe”, dia menuju counter meminta tisu tambahan.

Sayangnya, permintaan itu tidak ditanggapi secara sopan. Lucas menyatakan bahwa manager McD tersebut menolak dengan kasar dan bersikeras bahwa Lucas sudah diberi beberapa tisu. Cekcok mulut pun terjadi antara si pembeli dan penjual ini. 

Berdasarkan gugatannya, Lucas berujar, “Saya seharusnya makan di the Jack in the Box (restauran cepat saji lainnya,-red) karena saya datang ke sini bukan untuk berdebat mengenai tisu-tisu. Saya datang ke sini untuk makan.”

Debat di antara keduanya pun berubah menjadi perdebatan rasis. Lucas yang berkulit hitam mengklaim sang manager (yang terlihat beretnis Amerika-Meksiko) bergumam sesuatu mengenai “orang-orang kalian” (You People). Ungkapan ini dianggap Lucas sebagai ungkapan rasis merujuk ke etnisnya, orang kulit hitam.

Kemudian, debat tak berhenti di situ. Setelah pergi dari restauran, Lucas mengirim email keluhan kepada General Manager McD tersebut. Di email balasan, GM meminta maaf terhadap perlakuan karyawannya sambil menambahkan bahwa kepuasan konsumen 100 persen adalah tujuan utama McD.

Namun, Lucas bersikeras bahwa dia tidak bisa bekerja dengan perlakuan karyawan McD itu. Dia mengaku mengalami “penderitaan mental yang tidak semestinya”. Ia menderita akibat insiden tisu itu dan merasa terhina ketika ditawarkan burger gratis sebagai imbalan.

Hingga, akhirnya, Lucas memutuskan membawa persoalan ini ke pengadilan.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, gugatan terhadap McD di Amerika Serikat ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, McD sudah beberapa kali digugat ke pengadilan. Salah satu yang paling fenomenal adalah gugatan yang dilayangkan oleh seorang nenek bernama Stella Liebeck pada 1992. Stella menggugat McD karena terluka bakar ketika kopi yang dibelinya dari restauran cepat saji itu tumpah ke kakinya.

Kala itu, Stella –bersama cucunya- hendak membeli kopi dan sarapan. Dia mengendarai sebuah mobil menuju “drive thru” McD. Karena di mobilnya tak ada tempat untuk menaruh gelas, maka ia menaruh gelas berisi kopi itu di antara dua kakinya. Lalu, secara tak sengaja, gelas berisi kopi panas itu tumpah di pangkuannya. Sontak, Stella menjerit dengan keras.

“Yang saya ingat hanya saya berusaha keluar mobil. Saya tahu ketika itu saya berada dalam kesakitan yang luar biasa,” ujarnya.

Dia lalu dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan mengalami luka bakar enam persen di seluruh tubuhnya. McD memanaskan kopi 180-190 derajat Fahrenheit. Stella harus menghabiskan seminggu di rumah sakit dengan perawatan senilai AS$10 ribu.

Kemudian, keluarga Stella menulis surat dan meminta McD agar biaya rumah sakit ditanggung dan memeriksa kembali apakah ada kerusakan mesin kopi milik mereka. McD menolak dan menawarkan keluarga Stella uang senilai AS$800 yang kemudian ditolak oleh keluarga Stella. Singkat cerita, perkara ini masuk ke pengadilan.

Lalu, apa putusan pengadilan?

Juri mengabulkan gugatan Stella. Mereka mengabulkan bahwa Stella harus mendapat kompensasi senilai AS$200 ribu. Juri menilai karena Stella juga mempunyai kesalahan 20 persen dari kasus ini, akhirnya Stella mendapat kompensasi AS$160 ribu.

Tak berhenti di situ, pengadilan juga menghukum McD membayar “punitive damage”. Di sistem peradilan Amerika Serikat, dalam kasus perdata, karena tak ada hukuman penjara, maka dikenal adanya “punitive damage” semacam ‘hukuman’ bagi perusahaan untuk mengubah perilaku mereka. “Punitive Damage” yang harus dibayar adalah AS$480 ribu.

McD kemudian banding dan kemudian perkara ini diselesaikan di luar pengadilan dengan kewajiban McD membayar ganti rugi yang secara resmi tidak diumumkan jumlahnya, tetapi diaksir sekitar AS$400 ribu dan AS$600 ribu.

Bila dalam perkara McD kalah, berbeda halnya terhadap gugatan yang dilayangkan ke pengadilan federal. Kala itu, McD digugat bertanggung jawab membuat konsumennya gemuk. Namun, gugatan ini ditolak mentah-mentah oleh hakim federal.

Juru Bicara McD Walt Riker mengatakan akal sehat telah menang dalam gugatan ini. “Kami mengatakan sejak awal bahwa ini adalah gugatan konyol. Hari ini putusan pengadilan mengkonfirmasi fakta itu,” ujarnya sebagaimana dilansir CNN pada 2003.

Sumber:
http://www.tmz.com
http://www.nydailynews.com
http://priceonomics.com
http://money.cnn.com
Tags:

Berita Terkait