Asosiasi Pustakawan dan Pekerja Informasi Hukum: Bermula dari Mailing List
Komunitas

Asosiasi Pustakawan dan Pekerja Informasi Hukum: Bermula dari Mailing List

Anggotanya banyak berasal dari firma hukum, termasuk dari Singapura dan Malaysia.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa
Di lantai 23 gedung BRI II yang berlokasi di kawasan strategis, Jalan Sudirman Jakarta, Taslim Buldani berkantor. Alumnus Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran  itu sudah beberapa tahun bekerja di Hiswara Bunjamin & Tanjung (HBT).

Di firma hukum ini, bersama tiga orang koleganya, Taslim sehari-hari membantu menyediakan informasi dan memenuhi kebutuhan lawyer di sana. Mereka mengumpulkan current legal issues, regulation update, dan corporate news: perkembangan informasi hukum sehari-hari baik berdasarkan media massa maupun karena ada regulasi pemerintah terbaru.

Di luar itu, ia didaulat menjadi Koordinator Asosiasi Pustakawan dan Pekerja Informasi Hukum. Awalnya, nama yang dipilih adalah Jaringan Perpustakaan Hukum Indonesia. Didirikan pada Mei 2003, Jaringan ini pada awalnya tempat berbagi informasi bagi pustakawan firma hukum melalui jalur elektronik yakni mailing list (milis) Perpushukum.net. Dari sekadar milis kelompok, kini sudah berkembang menjadi sebuah asosiasi.

Jangkauannya pun diperluas, tak hanya sekadar pustakawan hukum. “Tak semua anggota berlatar belakang pustakawan atau lulusan ilmu perpustakaan,” Taslim memberi alasan.

Kini, mereka yang menjadi pekerja informasi di kantor firma hukum, kantor pemerintah bidang hukum, atau organisasi masyarakat sipil bidang hukum, bisa menjadi anggota. Data terbaru menunjukkan anggotanya sudah mencapai 126 orang. Farli Elnumeri termasuk pustakawan yang melihat pentingnya kehadiran asosiasi. “Penting banget untuk berbagi pengetahuan,” kata pustakawan Daniel S Lev Law Library itu.

Meski masih ‘menggaet’ anggota di seputar wilayah Jabodetabek, peran para pustawakan dan pekerja informasi itu cukup penting. Jangan memandang sempit pekerjaan mereka sekadar mencari buku yang dibutuhkan lawyer atau peneliti hukum.

Awalnya, perhimpunan ini memang hanya jaringan para pustakawan di firma hukum. Tetapi belakangan anggotanya kian beragam: tak semua lulusan ilmu perpustakaan. Kalaupun di firma hukum ada pustakawan, staf pencari informasinya belum tentu pustakawan. Karena itu, jaringannya diperluas, melibatkan pekerja informasi hukum. Selain itu, perluasan jaringan semakin menjangkau organisasi yang bukan firma hukum. Kantor akuntan publik atau lembaga swadaya masyarakat, misalnya, sudah dilirik sepanjang punya kesamaan kebutuhan atas informasi hukum.

Kesamaan kebutuhan itu pula yang dulu mendorong sejumlah pustakawan  firma hukum berkumpul pada 7 Maret 2003 silam. Ahmad Fauzan, (eks pustakawan Lubis Ganie Surowidjojo) Erwan (eks pustakawan Assegaf Hamzah & Partners) dan Bekti (pustakawan Hanafiah Ponggawa & Partners) termasuk yang menggagas ide berdirinya asosiasi ini.

“Bermula dari suatu pemikiran akan kebutuhan saling berbagi informasi, ide, sumber, dan pengalaman mengenai segala hal yang dihadapi oleh pustakawan di kantor hukum,” jelas Fauzan.

Fauzan, yang kini bekerja di Hanafiah Ponggawa & Partners bercerita dahulu pustakawan firma hukum kesulitan mendapatkan peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah yang menerbitkan. Pustakawan harus bertanya kiri kanan untuk memperoleh informasi tersebut, sehingga prosesnya panjang dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Terdorong untuk mempermudah proses itu, para pustakawan sepakat berbagi informasi.

Sarana awal yang dipilih selain bertemu atau bertelepon adalah mailing list. Jadilah awalnya milis [email protected]. Dari sana, komunitas ini terus berkembang.

Anggota milis mayoritas memang bekerja di Jabodetabek, tetapi sudah berkembang. Anggota milis ada yang berasal dari Bandung dan Surabaya. “Bahkan ada pula member dari kantor hukum Malaysia dan Singapura,” jelas Fauzan.

Kapasitas
Farli Elnumeri mengatakan kehadiran asosiasi dan komunikasi lewat dunia maya sangat membantu anggota yang kesulitan mendapatkan informasi. Mengingat jumlah anggota yang semakin banyak dan beragam, komunitas ini sudah perlu memikirkan bagaimana meningkatkan kapasitas anggota. Sepengetahuan Farli pelatihan-pelatihan dan pendidikan masih kurang karena organisasi juga belum terlalu formal mengembangkan diri. “Kopi daratnya masih kurang,” kata mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia itu.

Taslim Buldani mengamini pandangan Farli. Justru inilah yang menjadi tantangan bagi komunitas pustakawan dan pekerja informasi hukum. Diskusi mengenai knowledge manajemen sudah pernah dilakukan, tetapi ‘kopi darat’ anggota masih kurang karena masing-masing anggota menghadapi kesibukan di tempat kerja.

Membangun sistem jaringan yang lebih mumpuni juga menjadi pekerjaan rumah bagi Taslim dan kawan-kawan. Apalagi peranan pustakawan dan pekerja informasi hukum semakin penting di era digital ini. Satu hal yang memudahkan kerja-kerja informasi anggota asosiasi adalah semakin terbukanya lembaga-lembaga penghasil informasi hukum. Sesuai amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Pusat, peraturan perundang-undangan adalah informasi yang tak boleh ditutup-tutupi.

Taslim, Farli dan Fauzan punya pandangan yang sama tentang pentingnya asosiasi ini dikembangkan di masa mendatang. “Kita berharap komunitas ini menjadi satu langkah menuju kerjasama yang mutualis dan progresif,” harap Fauzan.

Semoga…
Tags:

Berita Terkait