Hakim Agung Terpecah Soal Wacana Tangani Sengketa Pilkada
Berita

Hakim Agung Terpecah Soal Wacana Tangani Sengketa Pilkada

Satu sisi dianggap beban volume kerja baru, sisi lain dianggap tugas negara yang harus dijalankan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Terpecah Soal Wacana Tangani Sengketa Pilkada
Hukumonline
Wacana dialihnya kewenangan penyelesaian sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) dari Mahkamah Konstitusi (MK) kembali lagi ke Mahkamah Agung (MA) semakin menguat dalam RUU Pilkada yang tengah dibahas DPR dan Pemerintah. Namun, Ketua MA M Hatta Ali melihat wacana tersebut sebagai beban volume kerja baru.

“Volume-volume perkara biasa saja kita sudah kewalahan, apalagi nanti ada perkara Pilkada, yang penuh batas-batas waktu menyidangkan,” kata Hatta di Jakarta, Kamis (5/6).

Terlebih lagi, lanjut Hatta, rencana akan dilakukan secara serentak penanganan sengketa Pilkada pada tahun 2020 mendatang. Menurutnya, penanganan sengketa Pilkada di daerah akan semakin membuat hakim kewalahan lantaran keterbtasan waktu persidangan.

Bukan hanya itu, penanganan sengketa Pilkada di daerah juga menimbulkan pekerjaan lain. Khususnya dalam hal pengamanan di persidangan. “Kalau ada yang bersengketa dan mengerahkan massa, itu sangat dekat (di daerah, red). Jadi unsur pengamanannya itu apakah sudah siap juga,” katanya.

Meski begitu, Hatta menyatakan bahwa, selaku hakim MA tak akan menolak apapun yang masuk ke materi RUU Pilkada. Menurutnya, jika UU telah mengamanatkan bahwa MA yang menangani sengketa Pilkada, pihaknya siap menjalani amanat tersebut. Sikap ini semakin menunjukkan bahwa MA masih “setengah hati” terhadap rencana pengalihan kewenangan tersebut.

“Pembentuk UU ini akan melakukan audiensi dengan MA. Mungkin kita bisa menyampaikan, bisa menimbang-nimbang faktor positif dan negatifnya. Yang jelas, kami terima kasih atas kepercayaan yang diberikan,” tutur Hatta.

Ia menyarankan, agar dibentuk badan khusus yang menangani sengketa Pilkada ini. Menurut Hatta, pembentukan badan khusus tersebut bermaksud agar tak mengganggu kinerja para hakim di daerah yang telah menangani banyak perkara. “Sekarang kalau bisa carikan lembaga khusus yang bisa menangani,” katanya.

Hakim Agung Gayus Lumbuun juga menyarankan dibentuk peradilan lain yang khusus menangani sengketa Pilkada. Pembentukan peradilan khusus ini untuk menepis kekhawatiran sejumlah orang apabila sengketa Pilkada ditangani oleh MA dan MK. Hanya saja, saran Gayus ini berbeda dengan Hatta Ali. Gayus menyarankan agar peradilan tersebut tetap masih di bawah MA. Hal ini sesuai dengan amanat dari Pasal 24 Ayat (2) dan (3) UUD 1945.

Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Ayat (3) pasal yang sama menyebutkan bahwa, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

“Semua fungsi kehakiman mengadili tadi, harus di bawah MA. Kalau ada keraguan hakim-hakim MK dan MA ini menyimpang, maka bisa dibentuk seperti pengadilan lain yang khusus, seperti PHI (Pengadilan Hubungan Industrial), Pajak, Tipikor dengan rekrut hakim ad hoc,” tutur Gayus.

Menurut Gayus, MA harus siap jika benar wacana ini disetujui oleh pembentuk UU. Ia tak menampik, jika benar penanganan sengketa Pilkada akan bergulir ke MA, maka ke depannya akan semakin banyak jumlah perkara yang ditangani. Ia menyarankan agar perkara sengketa Pilkada ditangani di masing-masing daerah setingkat Pengadilan Tinggi (PT) agar saksi lebih mudah dihadirkan dan buki-bukti lebih mudah disampaikan.

“MA tidak boleh mengatakan tidak siap. MA harus siap. Seberat apapun emban tugas ini, ini tugas negara, kami pejabat negara, kami tidak boleh merasa berat dengan tugas yang ada,” tutup Gayus.
Tags:

Berita Terkait