Diskresi Hakim: Pandangan Orang Dalam
Resensi

Diskresi Hakim: Pandangan Orang Dalam

Buku ini mencoba memaparkan bagaimana diskresi dijadikan sebagai instrumen menegakkan keadilan substantif.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Foto: Danlev Library (scan)
Foto: Danlev Library (scan)

Pandangan bahwa hakim adalah la boche de la loi, hakim sebagai corong undang-undang, sudah lama menjadi perdebatan. Dalam memutus perkara, bagaimanapun, hakim memang harus merujuk pada peraturan perundang-undangan. Tetapi keadilan substansial acapkali melewati garis hukum tertulis dalam undang-undang itu.

Ada banyak literatur yang berusaha mencoba mengkaji kecenderungan hakim dalam memutus perkara, terutama perkara pidana. RM Panggabean (2008), misalnya, pernah menulis tentang budaya hukum hakim di bawah rezim pemerintahan  yang demokratis dan otoriter. Panggabean, seorang perwira polisi, melihat budaya hukum hakim itu dari putusan-putusan.

Antonius Sudirman (2007), secara khusus, melihat kiprah hakim Bismar Siregar. Sudirman mencoba menganalisis kiprah Bismar dari pendekatan ilmu hukum perilaku (behavioral jurisprudence). Di Amerika Serikat, buku The Supreme Court and the Idea of Progress karya Alexander M Bickel (1998) juga bisa mewakili tema sejenis. Ada banyak literatur yang bisa dijadikan rujukan.

Salah satu karya terbaru yang tersedia di toko-toko buku saat ini adalah Diskresi Hakim, Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana. Buku ini ditulis duo hakim: Darmoko Yuti Witanto, dan Arya Putra Negara Kutawaringin. Saat buku ini ditulis Witanto bertugas sebagai hakim di PN Garut, dan Arya hakim di PN Kotabumi Lampung. Cuma, keduanya pernah bertugas di PN Blambangan Umpu, Lampung.

Judul

Diskresi Hakim, Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana

Penulis

Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kutawaringin

Penerbit

Alfabeta Bandung

Cet perdana

Desember 2013

Halaman

227

Diskresi pada dasarnya adalah kemderdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri agar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang sifatnya genting. Ia merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet matigheid van bestuur. Istilah ini lazim dikenal dalam konsepsi hukum tata usaha negara (hal. 71).

Bagi seorang hakim pidana, diskresi itu mengandung arti upaya hakim memutus suatu perkara pidana untuk lebih mengedepankan keadilan substantif. Hakim bebas membuat pertimbangan dan putusan, termasuk menyimpangi asas legalitas, untuk tujuan mencapai keadilan substantif.

Tags:

Berita Terkait