Disesalkan, Sikap KPU atas Rekam Jejak HAM Capres
Berita

Disesalkan, Sikap KPU atas Rekam Jejak HAM Capres

Isu HAM digunakan pemerintah lebih sebagai pencitraan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Disesalkan, Sikap KPU atas Rekam Jejak HAM Capres
Hukumonline
Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, menyesalkan langkah KPU yang tidak menanyakan rekam jejak capres kepada Komnas HAM. Padahal, pasangan capres-cawapres akan dipilih rakyat sebagai calon pemimpin pemerintahan ke depan.

Terkait hal ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melayangkan gugatan terhadap KPU di PTUN Jakarta. Sidang atas gugatan ini digelar Jum’at (04/7). YLBHI meminta keputusan KPU No. 453/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dicabut.

Menurut Roichatul Aswidah, rekam jejak itu penting agar arah pemerintahan sejalan dengan tujuan didirikannya Indonesia. Sebab rezim pemerintahan sebelumnya pernah terjebak ke arah yang salah, sehingga memunculkan pengabaian terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM. Meski ada kasus penculikan dan penghilangan paksa,  sampai kini proses hukumnya tidak tuntas. “Kita sebagai bangsa harusnya mengoreksi itu. Kalau tidak maka akan kembali ke arah yang salah,” ujarnya.

Perempuan yang disapa Roi itu menyebut penting bagi masyarakat untuk menilai pasangan capres-cawapres mana yang akan mengantarkan pemerintahan nanti menuju pembangunan bangsa ke jalur yang benar. Roi mengkritik kedua pasang kandidat karena tidak ada yang menyinggung penguatan Komnas HAM. Padahal, Komnas HAM berperan penting dalam rangka perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM. “Tidak ada yang fokus pada penguatan Komnas HAM,” keluhnya.

Peneliti LIPI, Hermawan Sulistyo, menilai telah terjadi impunitas terhadap pelanggaran HAM. Sebab, tidak ada pelaku yang dijatuhi hukuman serius. Malahan orang yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM bisa masuk dalam pemerintahan. Ia khawatir pelanggaran HAM akan terus berulang di masa depan.

Tapi yang jelas Hermawan menekankan kasus pelanggaran HAM harus diusut tuntas. Hal itu sangat berpeluang untuk dilakukan karena kejahatan terhadap HAM tidak mengenal masa daluarsa. “Kejahatan terhadap HAM itu tidak daluarsa,” tegasnya.

Senada dengan Roi, Hermawan mengkritik KPU yang mudah meloloskan orang yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM. Hal itu terjadi karena KPU hanya menyaratkan bakal capres-cawapres untuk melampirkan berkas SKCK. Padahal, kasus pelanggaran HAM merupakan ranah hokum humaniter. Sehingga orang yang punya catatan hitam di bidang HAM tidak dapat dicantumkan dalam SKCK. “Jadi maling ayam itu tidak boleh jadi Presiden. Sedangkan maling nyawa orang itu bisa jadi Presiden,” sindirnya.

Sementara itu, Imparsial mengecam pemerintah yang tak menegakkan hokum terhadap pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. Drektur Eksekutif Imparsial, Poenky Indarti, mengatakan isu HAM lebih digunakan pemerintah sebagai pencitraan. Meskipun sudah ada rekomendasi DPR, tetap saja pemerintah tak menindaklanjuti dengan membentuk Pengadilan HAM ad hoc.
Tags:

Berita Terkait