Fit Proper Test Pengurus Bank Banyak yang Tak Lolos
Berita

Fit Proper Test Pengurus Bank Banyak yang Tak Lolos

Kebanyakan karena tak lolos uji kompetensi di OJK.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Fit Proper Test Pengurus Bank Banyak yang Tak Lolos
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui, uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon pengurus bank banyak yang tak lolos. Direktur Perijinan dan Informasi Perbankan OJK Ahmad Berlian mengatakan, calon pengurus bank tersebut di antaranya adalah Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris, dewan direksi dan pejabat eksekutif.

‪Menurutnya, calon pengurus bank yang tak lolos fit and proper test tersebut lantaran kompetensinya yang tak memadai. "Umumnya mereka tidak lulus karena kompetensinya tidak memadai, misalnya ada calon direktur keuangan namun kompetensinya tidak memadai untuk menduduki jabatan itu," kata Berlian di Jakarta, Kamis (10/7).

Ia menjelaskan, sejak fungsi pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia (BI) ke OJK, sebanyak 110 calon pengurus bank yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di otoritas. Dari jumlah tersebut, sekitar 10 persen sampai 13 persen calon pengurus bank umum konvensional yang dinyatakan tak lolos.

Berlian mengatakan, bagi calon pengurus bank yang tak lolos kompetensi tersebut, masih bisa mengikuti uji kelayakan dan kepatutan ada kesempatan berikutnya. Tapi, syarat kompetensi yang sebelumnya tak lolos itu harus diperbaharui calon tersebut.

"Jika dia mau mengikuti lagi, maka dia harus memperbaharui kompetensinya misalnya jika mau duduk direktur keuangan maka keahlian terkait dengan fungsi diireksi keuangan harus dipelajari dan dipahaminya," tutur Berlian.

Hingga saat ini, kata Berlian, masih terdapat 70 calon pengurus bank umum konvensional yang tengah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di OJK. Setidaknya, terdaat tiga aspek yang harus dipenuhi calon pengurus bank saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di OJK.

Pertama, aspek integritas. Dalam aspek ini, calon wajib memiliki rekam jejak yang baik saat menjabat di jabatan sebelumnya. Seperti, tidak pernah melanggar ketentuan perundang-undangan. Kedua, aspek kompetensi. Intinya, dalam aspek ini calon harus memiliki kompetensi yang sesuai jabatannya

Dan aspek yang ketiga, calon tersebut harus memiliki reputasi keuangan yang baik. Dalam aspek ini misalnya, harus diperjelas apakah calon pengurus bank tersebut harus dipastikan apakah memiliki kredit macet atau tidak. Untuk aspek yang ketiga ini, dikecualikan bagi calon PSP. Kepada calon PSP, reputasi keuangannya harus bertumbuh.

Menurut Berlian, proses pencalonan pengurus bank harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan bank tersebut. Misalnya, sesuai anggaran dasar atau standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di bank itu. Kedua, pencalonan pengurus bank wajib mendapat rekomendasi dari Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN).

Keanggotaan KRN ini minimal tiga orang yang diketuai oleh komisaris independen bank tersebut. Sedangkan anggotanya dilarang dari jajaran direksi, kecuali pejabat eksekutif yang membawahi Sumber Daya Manusia (SDM). Komite ini wajib memiliki sistem dan prosedur.

Direksi Khusus
Berlian tak menampik dengan adanya konglomerasi yang induknya didominasi oleh perbankan. Atas dasar itu, pengawasan konglomerasi tersebut dilakukan oleh direksi khusus yang mengawasi kinerja anak perusahaan. Alasannya karena pengawasan konglomerasi tersebut tak menghilangkan pengawasan bank secara individu.

"Apakah ada ketentuan khusus, belum sampai ke sana. Tapi memang harus ada direksi yang memonitor mengenai aktifitas kinerja dari anak perusahaan," ujar Berlian.

Direksi khusus konglomerasi ini bertugas sebagai early warning system di perusahaan konglomerasi tersebut. Menurutnya, keberadaan direksi khusus ini untuk menepis adanya kondisi buruk di anak perusahaan yang dapat berimbas negatif kepada induknya (bank). "Bisa-bisa baru terasa setelah kejadian, dengan adanya direksi khusus dia bisa memitigasi potensi tersebut," kata Berlian.

Sebelumnya, OJK tengah menggodok roadmap pengawasan terintegrasi terkait konglomerasi di lembaga keuangan. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Endang Kussulanjari mengatakan, roadmap ini menjadi dasar bagi OJK dalam membuat peraturan terkait konglomerasi. Salah satu yang dibahas dalam roadmap adalah rencana pembentukan direksi khusus yang menangani konglomerasi di tiap perusahaan induk yang mayoritas adalah perbankan.

"Yang mau dibuat peraturan untuk banknya harus siapkan direksi khusus yang tangani konglomerasi,” kata Berlian.

Ia menjelaskan, dari 31 konglomerasi, hanya satu perusahaan induk yang bukan perbankan. Sedangkan sisanya, perusahaan induknya adalah perbankan. OJK menargetkan, roadmap dan aturan mengenai pengawasan terintegrasi bagi konglomerasi ini akan selesai pada akhir tahun ini.
Tags:

Berita Terkait