Calon Ungkap Praktik Suap Rawan di Kalangan Hakim
Seleksi CHA 2014:

Calon Ungkap Praktik Suap Rawan di Kalangan Hakim

Salah satu calon memiliki hutang hingga Rp660 juta.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Calon Ungkap Praktik Suap Rawan di Kalangan Hakim
Hukumonline
Salah seorang calon hakim agung (CHA) Didin Fathuddin mengungkapkan praktik suap memang rawan terjadi di kalangan hakim. Pernyataan ini diungkapkan salah satu CHA, Didin Fathuddin, saat diwawancarai 7 komisioner KY dan tokoh masyarakat Ahmad Syafi’i Ma’arif (mantan ketum PP Muhammadiyah) dan mantan hakim agung Syamsuhadi Irsyad.  

Hakim Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jakarta ini membenarkan jika tawaran suapseringkali terjadi yang biasanya bertujuan mempercepat atau memenangkan suatu pihak dalam suatu perkara. “Saya sering mendapatkan janji dan pernah disuguhi setumpuk uang di meja,” ungkap Didinsaat menjawab pertanyaan salah satu panelis di gedung KY, Kamis (10/7).

Diamenerangkan praktik suap yang dilakukan para pihakyang berperkarasangat mungkin terjadi di pengadilan agama meskipun tingkat kerumitankasusnya tak seperti kasus-kasus di peradilan umum. Selama menjabat sebagai hakim agama, perkara yang paling banyak membuka peluang praktik suap menyuap adalah kasus harta warisan yang jumlahnya miliaran.

“Bahkan ada yang triliunan, itu (suap) pasti menggoda kita. Mereka tahu tentang saya menggunakan jalan apa saja termasuk menggunakan alumni untuk membujuk saya. Tetapi,saya pastikan saya tidak pernah melakukan itu,” tukasnya.

Baginya, praktik suap yang coba dilakukan beberapapihak berperkara bisa terjadi, termasuk di pengadilan dengan perkara yang kecil. Sebab, ungkap Didin, ketika seseorang berhadapan dengan pengadilan dalam keadaan tertekanakan berusaha untuk menang.

“Jadi berangkat dari sifat manusia, begitu juga datang ke pengadilan agama dalam kondisi galau umumnya ingin cepat beres dan menang. Dalam kondisi itu akan ada tawaran,” lanjutnya.

Akan tetapi, yang paling pentinguntukmenghindari pelanggaran etik itutetap,keimanan seorang hakim yang harus terus dipertebal. Sehingga,bisa memberikan putusan yang adil dan tidak ada pembedaan hukum antara si miskin dan si kaya.

Menurut Didin untuk membuat seorang hakim memahami betulnilai-nilai keadilanterhadap masyarakat merupakan tantangan bagi KY. Pasalnya, KY memiliki peran sebagai salah satu lembaga yang bisa mengontrol para hakim dengan mensosialisasikan kode etik dan pedoman perilaku hakim. “Barangkali dengan sosialisasi, rasa adil bisa mengakardi dada para hakim,”katanya.

Sebelumnya, Dirjen BadilagMA, Purwosusilo pun mengungkapkan dirinya pernah mendapatkan tekanan dengan disuguhkan sejumlah uang untuk perkara yang sedang ditangani.

Purwo tidak menjelaskan pihak yang mengintervensi kasus tersebut. Ia hanya menyatakan tekanan bisa saja datang dari internal dan eksternal. “Saya pernah dibawain uang dan saya menolaknya dengan halus. Itu hanya satu contoh kalau saya bisa mengatasi tekanan baik dari atasan, internal apalagi dari eksternal,” ungkapnya.

Hutang
Sementara Didinsendiritercatat memiliki tiga tanah berikut bangunan yang berlokasi di Serang dan Bandung senilai Rp1,6 miliar dan 2 mobil. Saat wawancara terungkap Didin memiliki hutang sebesar Rp660 juta di Bank Jabar Syariah dan BRI Syariah. “Hutang itu untuk beli rumah seharga Rp740 juta yang sekarang ini saya tempati di Bandung yang saat ini masih mengangsur,” kata Didin mengklarifikasi temuan ini.

Salah satu Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengingatkan ketika seseorang berutang banyak dinilai kurang baik. Atas pernyataan itu, Didin mengaku utang itu karena keterpaksaan atau kebutuhan hidup. Akan tetapi, bukan berarti dirinya tidak bersyukur terhadap nikmat yang ada, selama itu menurutnya tidak berlebihan.

“Saya pikir saya sudah jelaskan ke anak-anak saya, jika suatu saat meninggal agar rumah itu dilunasi,” pesan Didin ke anak-anaknya yang memang dinilainya sudah mapan.

Calon hakim agung lainnya, Ahmad Choiri (Hakim Tinggi PTA Surabaya) memiliki motivasi menjadi hakim agung lantaran ingin meningkatkan citra MA lewat kamar agama. “Kita berangkat dari bawah sejak 26 tahun lalu menjadi hakim agama, tentunya terketuk untuk mengabdikan diri di MA khususya di kamar agama,” tegasnya.

Salah satu panelis Syamsuhadi Irsyad melontarkan pertanyaan arah filosofis terkait perkara-perkara perdata tertentu dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agaa –diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009, Choiri menjawab pengadilan agama tak hanya berwenang menangani perkara perdata agama, tetapi meliputi perdata ekonomi syariah termasuk tindak pidana (jinayat) yang khusus diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). “Kewenangan pengadilan agama lebih luas sesuai UU yang telah ditetapkan.”
Tags:

Berita Terkait