PDIP Berencana Uji UU MD3
Berita

PDIP Berencana Uji UU MD3

Pansus RUU MD3 mempersilakan. PDIP dinilai khawatir kehilangan kursi ketua DPR mendatang.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
PDIP Berencana Uji UU MD3
Hukumonline
Resmi sudah Revisi UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi UU. Pengambilan keputusan RUU tersebut menuai penolakan dari sejumlah fraksi, diantaranya Fraksi PDIP, PKB, dan Hanura. Sejumlah alasan penolakan dilontarkan ketiga fraksi dalam rapat paripurna, Selasa (8/7) lalu. Namun enam fraksi yang menyatakan persetujuannya mendominasi, sehingga pengambilan keputusan dilakukan dengan tiga fraksi melakukan walk out.

Tak terima dengan sejumlah pasal dalam UU hasil revisi tersebut, Fraksi PDIP berencana melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusional. Hal itu ditegaskan oleh Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah. Menurutnya, hak konstitusional partainya dilanggar melalui UU MD3.

Memang, salah satu poin dalam perdebatan pengambilan keputusan pada paripurna lalu antara lain soal pemilihan ketua DPR. Pasalnya di tingkat Pansus, belum ada kesepakan soal mekanisme pemilihan ketua DPR mendatang. Namun, belakangan dalam rapat paripurna lalu dipaksakan agar Revisi UU MD3 disahkan.

“Ya sejauh ini Fraksi PDIP memang merasakan hak konstitusional kami yang dilanggar. Akibat dipaksakannya Revisi UU MD3 disahkannya 8 Juli lalu,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (10/7).

Bassarah yang duduk sebagai anggota Komisi III itu berpendapat dalam UU No.27 Tahun 2009 mengatur ketua DPR  menjadi hak partai pemenang memperoleh suara mayoritas dalam Pemilu. Nah, belakangan dalam Revisi UU MD3 ternyata kursi ketua DPR justru dilakukan pemilihan oleh anggota dewan.

“Pelanggaran hak konstitusional perubahan proses pemilihan ketua DPR menjadi dipilih secara liberal,” ujarnya.

Menurutnya, PDIP taat asas hukum. Maka dari itu, penolakan tersebut akan dilawan dengan menempuh jalur hukum berupa uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Ia menilai pengajuan uji materi tidak saja dapat dilakukan oleh fraksinya, tetapi juga oleh fraksi lain seperti PKB dan Hanura yang memiliki kesamaan alasan penolakan.

“Kelompok masyarakat lain punya hal yang sama jika melanggar. Sementara yang sedang kami pelajari Pasal 82 tentang mekanisne pemilihan ketua dewan,” ujarnya.

Ketua Bidang Hukum DPP PDIP Trimedya Pandjaitan menambahkan, pengajuan uji materi UU  MD3 hasil revisi akan dilakukan setelah 30 hari palu diketuk oleh DPR. Dengan kata lain, 8 Agustus UU MD3 dinyatakan sah menurut UU. “Kalau sudah disahkan saja kami lakukan upaya hukum juni cial review,” ujarnya.

Bagi PDIP, kata Trimed, bukan persoalan jika ketua DPR tidak berasal dari partainya dan rawan menjegal program kerja Jokowi jika menjadi pemimpin negara. Tetapi persoalan lebih pada proses pembahasan RUU MD3 yang terkesan dikebut dan mengesampingkan sejumlah pasal yang mesti harus diperbaiki terlebih dahulu.

“Kalau ada penyelundupan pasal laporkan ke Badan Kehormatan (BK). Pasal 84 itu mendadak setelah pleno KPU pusat menentukan urutan Pemilu,” kata ketua BK itu.

Anggota Komisi III itu berpendapat, dengan perubahan mekanisme pemilihan ketua DPR seolah ingin mempermalukan partai tempatnya bernaung. Pasalnya, dengan partainya sebagai pemenang Pemilu 2014, dimungkinkan tidak mendapatkan posisi strategis di parlemen.

“Mereka ingin permalukan PDIP. PDIP boleh memang Pemilu, tetapi tidak mendapat apa-apa. Ini tirani mayoritas, ini keputusan yang memorial kehendak,” ujarnya.

Wakil Ketua Pansus RUU MD3 Fahri Hamzah mempersilakan FPDIP melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, upaya uji materi diberikan kepada semua masyarakat yang memiliki legal standing kesesuaian UU dengan konstitusi. “Itu tidak ada masalah, silakan saja,” ujarnya.

Dikatakan Fahri, kekhawatiran PDIP adalah tidak akan mendapat jatah kursi ketua DPR. Menurutnya, semestinya sebagai partai yang mendapat suara terbanyak dalam Pemilu 2014 tak perlu khawatir. Apalagi, PDIP cukup banyak mendapat kursi di parlemen.

“Itu hanya ketakutan PDIP tidak mimpin DPR. Tidak usah terlalu takut, ini kan dinamis, dinamika ini bisa perubahan apa saja,” ujarnya.

Politisi PKS itu mengatakan, dengan revisi UU MD3, khususnya mengenai pemilihan ketua DPD justru mengembalikan sisi demokrasi. Pasalnya, pemilihan pimpinan DPR dilakukan oleh seluruh anggota dewan. Terlebih, anggota dewan memiliki hak untuk dipilih dan memilih.

“Sudah kita tetapkan sekarang (Jadi UU, red) paripurna sudah menetapkan azas demokrasi, kalau PDIP tidak yakin menang tidak masalah,” ujar anggota Komisi III itu.

Menurutnya, mekanisme pemilihan dilakukan oleh seluruh anggota dewan merupakan cara demokratis. Malahan, dinilai Fahri tidak melanggar demokrasi. Mekanisme tersebut justru kembali pada konsep periode 2004 silam. “Apa melanggar demokrasi tidak dong. Kan hak dipilih dan memilih ini menyaring alat kelengkapan dewan harus menyeleksi dan kemimpinan dewan yang lebih baik,” ujarnya.

Terlepas adanya penolakan dari tiga fraksi dan upaya uji materi, Ketua DPR Marzuki Alie berpandangan revisi UU MD3 bertujuan menjadikan parlemen yang lebih produktif, efektif dan akuntabel. Intinya, UU MD3 hasil revisi adalah penguatan kelembagaan dilakukan dengan penataan, restrukturisasi, remodifikasi kelembagaan dan pelaksanaan hak-hak tugas dan wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Selain itu memperjelas substansi  peran komisi sebagai ujung tombak pelaksanaan fungsi DPR, penguatan peran Badan Kehormatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya menjaga martabat DPR.

“Juga dilakukan penataan tugas dan fungsi  Badan Legislasi, Badan Anggaran, dan penyempurnaan mekanisme pembentukan UU. Penguatan kelembagaan DPR juga perlu diiringi dengan penguatan sistem  pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR melalui penegasan terhadap pembentukan Badan Keahlian DPR,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait