Mengaku Boros, Calon Hakim Agung Belum Punya Rumah
Seleksi CHA 2014:

Mengaku Boros, Calon Hakim Agung Belum Punya Rumah

Ke kantor naik sepeda balap.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Mengaku Boros, Calon Hakim Agung Belum Punya Rumah
Hukumonline
Memasuki hari kedua, KY kembali menggelar wawancara terbuka terhadap beberapa calon hakim agung (CHA). Salah satunya, Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura, Muslich Bambang Luqmono. Saat diwawancarai, tujuh komisioner KY bersama Prof Hakristuti Hakrisnowo (akademisi) dan Prof Komariah E Sapardjaja (mantan hakim agung), Muslich tidak menyangka jika dirinya bisa lolos hingga tahap wawancara.

Hakim yang pernah menjadi ketua majelis hakim kasus Nenek Minah yang divonis mencuri 3 buah kakao ini memilih sepeda balap untuk aktivitas sehari-hari ke kantornya di Pengadilan Tinggi Jayapura.

“Tidak punya (mobil). Punyanya sepeda ontel balap. Kenapa balap? Supaya saya tidak sombong,” kata Muslich saat wawancara terbuka Seleksi CHA di gedung KY, Jakarta Pusat, Jumat (11/7).

Dia mengatakan sepeda itu digunakan untuk aktivitas sehari-hari karena rumah dinasnya hanya 50 meter dari kantornya di Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura. Jika jarak berpergian yang ditempuh lebih jauh, Muslich memilih naik kendaraan umum. “Kalau mau ke mana-mana Rp 3 ribu sudah sampai di kota. Itu bisa bergaul dengan masyarakat,” ujar Muslich.

Hakim yang telah menggeluti profesinya selama 30 tahun itu memiliki satu istri dan dua anak. Satu anaknya menjadi advokat dan satunya lagi masih kuliah S2 di Universitas Indonesia (UI). Meski telah menggeluti 30 tahun menjadi hakim, Muslich mengaku belum bisa membeli rumah sendiri hingga saat ini.

“Belum mampu beli rumah. Ada rumah istri saya. Sekarang tinggal di Papua di rumah dinas,” akunya. 

Mendengar pernyataan itu, Komisioner KY Imam Anshori Saleh menanyakan besaran gaji dan tunjangan Muslich sebagai hakim tinggi. “Apakah gaji tidak cukup?" tanya Imam. “Alhamdulillah gaji saya Rp 39 juta. Tetapi, saya akui memang saya boros,” jawab Muslich jujur tanpa menjelaskan lebih jauh.

Saat Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri menanyakan komitmennya soal pemberantasan mafia peradilan, Muslich yang mengenakan jas abu-abu menjawab secara tegas akan memberantasnya secara terang-terangan.“Tidak usah sungkan-sungkan, di manapun itu terbukti harus disikat habis, tidak ditunda-tunda,” kata Muslich.

“Emang ada mafia?” pancing Taufiq. “Sejak saya jadi hakim, apalagi pas calon hakim pun sudah nampak jelas. Memang untuk membuktikan butuh tenaga ekstra. Tak terlihat, tetapi baunya terasa sekali,” katanya.

“Salah satu buktinya, setiap kenaikan pangkat saya sering terlambat. Soalnya, sejak calon hakim (cakim) saya menolak masuk Partai Golkar. Karena pemerintah tidak suka, ya disulit-sulit naik pangkatnya. Seharusnya, pangkat saya IV/e, tetapi sekarang baru IV/c,” ungkapnya.

Sementara Hakim Tinggi pada Pengadilaan Tinggi Surabaya James Butar-Butar mengaku hanya memiliki satu rumah seharga Rp 272 juta. “Saya jamin,saya tidak pernah menerimaapapun dari pihak yang berperkara. Terlebih, saat ini gaji hakim sudah naik,” kata James saat Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengklarifikasi laporan harta kekayaannya.   

Imam lanjut bertanya, “Meskipun yang memberi uang suap itu, teman kamu sendiri?” James langsung menimpali dirinya tetap akan menolak tegas dan tidak akan menerima pemberian haram itu.  

“Kalaupun ada teman yang ingin memberikan uang. Saya tidak akan terpengaruh dengan itu. Sebagai teman sayapastiakan mengingatkan. Sudah waktunya kita berubah,” jawabnya.

Sementara calon lainnya, Dosen FH Universitas Khairun Ternate, Ansori mengaku motivasinya menjadi hakim agung karena terpanggil sebagai anak bangsa sekaligus bertekad memperbaiki moral aparat peradilan. “Regulasi MA sebenarnya sudah bagus, tetapi aparat hukumnya yang moralnya tidak baik,” kata Ansori saat menjawab pertanyaan Prof Haskristuti. “Saya kira pelaksanaannya tergantung mental personalnya.”

Seleksi wawancara ini digelar hingga Sabtu 12 Julibesok.Dari sebelas CHA yang diwawancarai sejak Kamis kemarin,diharapkanKYbisa menyerahkan 10 CHA untuk mendapatkan persetujuan Komisi III DPR.
Tags:

Berita Terkait