Todung: Pihak yang Salahkan Kebijakan Century Pahlawan Kesiangan
Amicus Curiae Century

Todung: Pihak yang Salahkan Kebijakan Century Pahlawan Kesiangan

Amicus curiae hanya ingin memberikan pemahaman yang objektif kepada hakim.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Sejumlah tokoh yang menjadi amicus curiae (sahabat pengadilan) kasus Bank Century menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (11/7). Foto: NOV.
Sejumlah tokoh yang menjadi amicus curiae (sahabat pengadilan) kasus Bank Century menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (11/7). Foto: NOV.
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menganggap pihak yang mempersalahkan kebijakan penyelamatan Bank Century sebagai pahlawan kesiangan. Hal ini disampaikan Todung saat menggelar konferensi pers bersama para amicus curiae atau sahabat pengadilan yang menolak kriminalisasi kebijakan Century, Jum’at (11/7).

Todung merasa prihatin atas penanganan kasus korupsi Budi Mulya yang saat ini tengah menunggu putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kamis lalu, Todung bersama sejumlah tokoh lainnya berinisiatif mendatangi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menyampaikan amicus brief (keterangan tertulis).

Pada intinya, paraamicus curiae menolak kriminalisasi yang dilakukan penuntut umum KPK terhadap kebijakan penyelamatan Century. Menurut Todung, Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) yang diberikan Bank Indonesia kepada Century sudah melalui prosedur dan disetujui secara kolektif dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI.

Begitu pula dengan kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menyatakan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Kebijakan itu telah mempertimbangkan segala aspek, sehingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengucurkan penyertaan modal sementara (PMS) sebesar Rp6,7 triliun kepada Century.

“Saya sangat kecewa melihat putusan kolektif yang sudah diambil Dewan Gubernur BI tiba-tiba dipersalahkan dan dipersoalkan. Menurut saya, mau jadi pahlawan kesiangan dalam waktu seperti sekarang ini sudah basi. Kriminalisasi kebijakan ini diboncengi watak-watak yang ingin berperan sebagai pahlawan kesiangan,” kata Todung.

Ia menginginkan majelis hakim mendudukan kasus Budi Mulya secara proporsional. Tidak ada maksud para amicus curiae mengharapkan keistimewaan. Amicus curiae hanya ingin memberikan pemahaman yang objektif mengenai situasi krisis tahun 2008 yang menuntut keberanian pejabat dalam membuat sebuah kebijakan.

Andaikata kebijakan yang diambil menimbulkan kontroversi, hal itu masalah lain. Todung menegaskan kebijakan penyelamatan Century diambil oleh pejabat yang sah dan berwenang. Pejabat ini mempunyai hak membuat kebijakan yang baik untuk bangsa dan negara guna menyelamatkan perekonomian Indonesia waktu itu.

Todung berpendapat, sangat mudah untuk mengkritik kebijakan penyelamatan Century. Ia pun ketika itu, termasuk salah seorang yang ikut mengkritik kebijakan yang diambil pemerintah untuk menyelamatkan Century. Namun, pandangan Todung berubah ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di balik pengambilan kebijakan.

Apabila publik mau mencermati, lanjut Todung, pada 2008, krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat memang berdampak ke Indonesia. Buktinya, bukan hanya Century yang mengalami permasalahan. Sejumlah bank BUMN besar juga mengalami permasalahan, sehingga meminta bantuan likuiditas Rp45 triliun kepada BI.

Untuk mencegah efek domino, pemerintah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan Century. Pemerintah tidak ingin penutupan satu bank kecil seperti Century menjalar ke bank-bank lain. Selain itu, pemerintah tidak ingin terjadi rush atau penarikan besar-besaran dana nasabah yang berpotensi mengakibatkan sistem perbankan goyah.

Peristiwa ini menunjukan, pada 2008, Indonesia sedang menghadapi krisis. Hal itu dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu). Meski DPR hanya menyetujui dua Perpu, DPR sendiri dalam sidang paripurna membenarkan terjadi krisis, bahkan mengapresiasi penanganan krisis yang dilakukan pemerintah.

Jadi, sebenarnya ada beberapa pertimbangan yang tidak diketahui publik. Todung menyatakan, setiap kebijakan pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Bisa jadi kebijakan yang diambil salah, tapi bisa juga benar. Kalau belakangan, kebijakan tersebut dianggap keliru, kebijakan itu tidak bisa dikriminalisasi.

“Itulah kebijakan. Ketika tidak ada krisis dan dampak sistemik, orang bisa mengatakan itu kebijakan yang salah. Sebaliknya, ketika kebijakan itu tidak diambil dan ternyata ada kondisi sangat serius dan meluas pada sistem perbankan kita, pasti yang disalahkan adalah pejabat yang tidak mengambil kebijakan,” ujarnya.

Senada, mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, untuk memahai permasalahan Century, penegak hukum harus menggali secara mendalam situasi tahun 2008. Banyak orang memberikan penilaian tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi ketika itu.

Ia percaya Boediono selaku Gubernur BI dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan saat itu adalah orang-orang yang memiliki integritas tinggi. “Kalau ada yang menyerang Boediono dan Sri Mulyani tanpa dasar, ini ada apa. Tanyakan sama orang yang mempersoalkan. Untuk apa dia mempertanyakan itu,” tuturnya.

Tokoh LSM Natalia Soebagjo menambahkan, padangan dari 35 amicus curiae (sebelumnya berjumlah 34 tokoh) ini bukan ditujukan untuk mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, lebih kepada memberi gambaran yang jelas mengenai konsekuensi-konsekuensi dari kriminalisasi sebuah kebijakan.
Tags:

Berita Terkait