Dua Capres Mesti Tunjukan Kenegarawanan
Utama

Dua Capres Mesti Tunjukan Kenegarawanan

Dengan tetap menghormati perhitungan konstitusional KPU.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli berjalan lancar. Namun, kedua pasangan capres sudah mendeklarasikan kemenangan hanya berdasar perhitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Semestinya, kedua pasang capres menunjukan sifat kenegarawan dengan tetap menunggu perhitungan suara akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam sebuah diskusi bertajuk “Peta Damai Pasca Pilpres” di Gedung MPR, Senin (14/7). “Indonesia butuh kenegarawanan, terutama dari kedua belah pihak Capres. Yang paling baik adalah menunggu official count,” ujarnya.

Din mengatakan, apapun hasil keputusan KPU mesti diterima oleh kedua pasangan capres. Tidak saja kubu yang menang, kubu yang kalah pun mesti menerima dengan legowo. Menurutnya, sifat kenegawaran kedua pasang capres menjadi penting ditunjukan ke publik.

Boleh jadi jika tidak, akan berdampak adanya gesekan di akar rumput pendukung kedua capres. Soalnya, pada Pilpres 2014 rakyat Indonesia terbelah dua di berbagai kalangan. Mulai masyarakat kelas bawah, politisi, budayawan, musisi, jenderal, Ormas, hingga media.

“Sebab, dengan posisi keterbelahan masih ada upaya pembelahan dengan klaim kemenangan. Ini akan mengecewakan di kalangan bawah, dan menjadi luka. Ini menjadi malapetaka nanti kalau dibiarkan,” ujarnya.

Din yang juga menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpandangan, perhitungan suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga pusat mesti dikawal. Ia menilai perhitungan suara  harus dilakukan secara jujur, transparan, profesional, tepat waktu, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.

“Pemilu dan Pilpres adalah cara damai untuk menciptakan kedamaian mencari kepemimpinan dengan damai,” katanya.

Dikatakan Din, tuntutan kenegarawanan dua pasangan capres dan cawapres dapat bertemu untuk bersilaturahim sebelum pengumuman KPU pada tanggal 22 Juli dinilai penting. Hal itu perlu dilakukan agar menjaga suasana kondusif di tingkat pendukung akar rumput. Dalam rangka itulah, Din sudah berupaya mengirimkan pesan pendek melalui telepon genggam dan ke kedua pasangan capres. Menurutnya, Muhammadiyah siap menjadi fasilitator pertemuan.

“Tapi sampai sekarang saya belum mendapat jawaban,” katanya.

Wakil Ketua MPR Achmad Dimyati menambahkan, apapun yang diputuskan dalam perhitungan KPU harus dihormati kedua belah pihak capres. Begitu pula oleh para pendukung kedua pasangan capres. Menurutnya, kemenangan dalam Pilpres adalah kemenangan rakyat Indonesia dalam rangka mencari seorang pemimpin.

Dimyati berharap suasana damai dan kondusif pasca Pilpres tetap terjaga. Kendati pun sepanjang masa kampanye hingga pencoblosan rakyat Indonesia terbelah menjadi dua kubu. Menurutnya, selain sifat kenegarawan kedua pasang capres, juga tetap menghormati hukum yang berlaku. Jika saja terdapat salah satu kubu tidak sependapat dengan hasil akhir KPU, maka dapat melakukan upaya hukum gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

“Kalau ada hal-hal yang tidak sesuai, nanti ada ranahnya yaitu ke MK,” ujarnya.

Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan pertarungan antar dua pasang capres berimplikasi terhadap masyarakat kelas bawah. Menurutnya, Indonesia merupakan kapal besar yang sedang mencari seorang nahkoda. Sayangnya, terbelahnya rakyat dalam hiruk pikuk Pilpres tak dapat ditampik.

“Masyarakat kita terjebak dalam mencari nahkoda kita,” katanya.

Menyoroti hasil pemilu, perhitungan suara akhir KPU dinilai Irman paling mendekati kebenaran.  Irman berpandangan hasil perhitungan cepat lembaga survei masih harus merujuk kebenaran terhadap real count KPU. Menurutnya, putusan KPU dianggap benar sebelum dibatalkan oleh kembaga konstitusi.

“Putusan KPU harus menjadi pegangan konstitusi. Tunggu saja hasil KPU, kita anggap hitung konstitusional,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait