Manipulasi Suara Pilpres Melanggar HAM
Berita

Manipulasi Suara Pilpres Melanggar HAM

Masyarakat yang merasa hak-haknya terlanggar semasa Pilpres 2014, dapat mengadu ke posko pengaduan Komnas HAM.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Manipulasi Suara Pilpres Melanggar HAM
Hukumonline
Pelaksanaan Pilpres 2014 dipantau banyak lembaga, termasuk Komnas HAM. Menurut Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas, Pemilu adalah pelaksanaan HAM dan perwujudan kehendak rakyat yang dijamin konstitusi. Komnas HAM melakukan pemantauan pelaksanaan Pilpres di 13 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta (Jabodetabek), Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Dari hasil pemantauan tersebut, simpul Hafid, ada perbaikan Pilpres 2014 dibanding pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg). Terutama dari sisi pemenuhan hak konstitusional terhadap kelompok rentan  (tahanan, narapidana dan penyandang disabilitas). Sebaliknya, Komnas melihat pemenuhan hak konstitusional terhadap pasien, penunggu dan pegawai RS masih bermasalah.

Hafid menyebut Komnas HAM mencatat ketatnya perolehan suara pasangan calon Presiden dan Wakil presiden (capres-cawapres) berpotensi menimbulkan upaya manipulasi suara. Manipulasi suara dalam Pilpres 2014 adalah kejahatan yang harus diproses secara hukum. “Perbuatan manipulasi suara hasil Pilpres 2014 merupakan perbuatan melanggar HAM karena mengingkari hak dan kehendak rakyat,” katanya dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (15/7).

Oleh karena itu Komnas HAM mendukung dan mendorong agar KPU serta jajarannya sebagai penyelenggara Pemilu melaksanakan tugasnya secara profesional, obyektif dan independen. Sehingga dapat mencegah praktik manipulasi suara dan tindakan lain yang mencerderai HAM serta demokrasi. Dukungan serupa juga diberikan kepada Bawaslu agar melakukan pengawasan terhadap rekapitulasi suara hasil Pilpres 2014.

Melihat potensi pelanggaran HAM yang terjadi akibat tindak pidana Pilpres 2014 termasuk praktik manipulasi suara, Hafid mengatakan Komnas HAM membuka posko pengaduan dan melakukan pemantauan. Hal itu ditujukan untuk memastikan proses rekapitulasi suara berjalan baik.
Upaya itu sesuai dengan amanat pasal 89 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Posko pengaduan itu dibentuk di enam kantor perwakilan Komnas HAM yaitu Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua.

Komisioner Komnas HAM sekaligus Koordinator pemantauan Pilpres, Maneger Nasution, meminta agar Polri dan TNI harus netral. Kepada penyelenggara Pemilu, ia menekankan agar masalah yang ditemukan segera diselesaikan di tingkatan yang bersangkutan.

Komisioner lainnya, Roichatul Aswidah, mengatakan dari pantauan yang dilakukan Komnas HAM, temuan yang paling disorot adalah pemenuhan hak konstitusional warga yang ada di RS. Padahal untuk mengantisipasi hal tersebut Komnas HAM sudah menerbitkan keputusan agar pasien di RS dapat memilih di TPS terdekat. Namun, penyelenggara Pemilu di tingkat bawah kesulitan untuk melaksanakannya.

Sandra Moniaga, juga komisioner, menegaskan suara yang telah diberikan pemilih dalam Pilpres 2014 merupakan hak yang harus dijaga hingga memasuki tahap akhir pilpres. Dalam rangka mengawal hak suara tersebut Komnas HAM membentuk posko pengaduan. Namun, sebelum melapor ke Komnas HAM, masyarakat yang bersangkutan harus mengadu terlebih dahulu kepada penyelenggara Pemilu yaitu KPU dan Bawaslu serta jajarannya. “Jika tidak ada tanggapan (dari penyelenggara Pemilu,-red) lapor ke Komnas HAM,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait