KPK Menduga Amicus Curiae Ingin Pengaruhi Putusan Century
Amicus Curiae Century

KPK Menduga Amicus Curiae Ingin Pengaruhi Putusan Century

Tindakan amicus curiae ini bisa dikualifikasikan sebagai contempt of the court (penghinaan terhadap pengadilan) atau obstruction of justice.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Foto: RES.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Foto: RES.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menduga pendapat yang disampaikan amicus curiae (sahabat pengadilan) sejumlah tokoh mengenai penolakan kriminalisasi kebijakan penyelamatan Bank Century kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi Budi Mulya.

Pasalnya, keterangan tertulis amicus curiae tersebut diberikan menjelang pembacaan putusan perkara Budi Mulya yang akan dilakukan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (16/7). Bambang mengatakan, perkara Budi Mulya tidak mungkin disamakan dengan perkara Prita yang juga pernah menggunakan amicus curiae.

“Saya sedang menduga-duga apakah ini bisa disebut sebagai contempt of court. Lebih jauh lagi, saya khawatir sekali tindakan ini dalam sistem civil law bisa dikualifikasi sebagai obstruction of justice seperti diatur dalam pasal UU Tipikor. Kami harus pelajari dulu secara cermat baru mengambil langkah,” katanya.

Bambang sangat menyayangkan upaya yang dilakukan para amicus curiae. Selain itu, Bambang mempertanyakan apakah Todung cs mengikuti semua proses pemeriksaan saksi yang telah dilakukan di pengadilan secara cermat. Berdasarkan keterangan para saksi, sangat jelas menunjukan adanya perbuatan melawan hukum.

Pandangan amicus curiae yang menyatakan pengadilan mengadili kebijakan ini dinilai Bambang sebagai pandangan yang misleading (menyesatkan). Menurutnya, pendapat itu nampaknya sama dan sebanding dengan pendapat tim pengacara, sehingga dapat dikualifikasikan sebagai contempt of court atau setidaknya obstruction of justice.

Ia menjelaskan, perkara Budi Mulya yang sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta telah memenuhi rumusan delik Pasal 2 UU Tipikor. Penuntut umum pun telah menemukan unsur kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan terdakwa. Misalnya, pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) yang jelas tidak memenuhi persyaratan.

Perbuatan Budi Mulya bersama-sama pihak-pihak lain di Bank Indonesia (BI) yang menyetujui pemberian FPJP untuk Bank Cenruty dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Alasannya, pemberian FPJP tidak memenuhi syarat Capital Adequancy Ratio (CAR) dan jaminan aset kredit setelah perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Ketika itu, CAR Bank Century berada dalam posisi negatif 3,53 persen, tapi BI tetap memberikan FPJP dengan menyajikan data yang keliru. Kemudian, perubahan persyaratan jaminan aset tidak ada due diligent dan aset yang dijaminkan tidak memenuhi persyaratan. Begitu pula dengan dugaan pemalsuan akta pencairan FPJP.

Akta yang ditandatangani pukul 02.00 WIB tanggal 15 November 2008 dibuat back date dengan mencantumkan tanggal 14 November 2008 pukul 13.30 WIB. Sama halnya dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Perbuatan ini juga dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana dan bukan kriminalisasi kebijakan.

Berdasarkan fakta persidangan, Bambang menegaskan, tindakan itu dilakukan dengan cara, terdakwa dan pihak lainnya di BI mengabaikan hasil pemeriksaan onsite supervision BI sendiri atas Bank Century. Sejak 2005-2008, BI sudah menemukan banyak pelanggaran Bank Century atas BMPK, kredit fiktif, LC fiktif, pembiayaan fiktif tapi tidak ditindak.

Bahkan, rekomendasi untuk menutup Bank Century oleh pengawas bank BI telah diabaikan terdakwa dan pihak-pihak lain di BI. Selain itu, BI mengakui per 31 Oktober 2008, CAR Bank Century telah berada dalam posisi negatif 3,55 persen, sedangkan kebutuhan dana maksimum untuk memenuhi CAR 8 persen adalah Rp4,7 triliun.

Artinya dengan CAR 3,55 persen, Bank Century tidak layak mendapatkan bailout karena PBI baru mengharuskan minimal 0 persen. Selanjutnya, kebutuhan dana yang hanya Rp4,7 triliun, menjadi membengkak Rp6,7 triliun. Hal ini dilakukan dengan cara membuat analisis seolah Bank Century merupakan bank gagal berdampak sistemik.

Selain itu, data Bank Century yang sebenarnya tidak disajikan. Misalnya SSB valas yang macet dinyatakan lancar. BI juga menyajikan kebutuhan dana yang seolah-olah kecil untuk menutupi kebutuhan dampak sistemik. Itu sebabnya dana yang dibutuhkan menjadi membengkak dari semula Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.

“Semua tindakan itu adalah suatu perbuatan dari terdakwa dan pihak-pihak lainnya di BI dan pejabat berwenang lainnya. Kebijakan hanyalah cover untuk menyembunyikan sarana perwujudan delik berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan terdakwa dan pihak-pihak lainnya di BI,” tutur Bambang.

Ia melanjutkan, jika membaca surat tuntutan KPK secara teliliti, ada tuntutan agar Rafat Ali Risvi dan Hesham Al Warraq ditarik untuk bertanggungjawab atas sejumlah kerugian negara yang muncul dalam kasus Century. Ini akan menjadi argumen pemerintah Indonesia dalam menarik kembali sengketa di arbitrase internasional.

Walau begitu, secara umum, KPK menyerahkan putusan Budi Mulya kepada majelis sesuai dengan derajat kesalahan yang dilakukan terdakwa. Namun, menurut Bambang, penuntut umum KPK meyakini adanya fakta-fakta perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Budi Mulya. Ia berharap majelis sependapat dengan tuntutan KPK.

Di lain pihak, Todung sempat menyatakan bahwa amicus curiae ini tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi atau mengintervensi putusan majelis. Ia bersama 34 amicus curiae lainnya hanya menunjukan keprihatinan terhadap penanganan kasus Budi Mulya. Todung berharap majelis dapat mendudukan kasus Budi Mulya secara objektif.

“Mohon jangan salah menanggapi bahwa kami yang 35 ini tidak pro pemberantasan korupsi. Sama sekali tidak. Kami mendukung pemberantasan korupsi. Kami mendukung KPK dan Pengadilan Tipikor. Tapi, kami juga mau Pengadilan Tipikor maupun KPK melihat secara jernih kasus yang mereka tangani,” terangnya.

Selain itu, majelis diminta mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang akan muncul dari putusan yang menyatakan tidak terjadi krisis pada 2008. Pasalnya, putusan yang bertolak belakang dengan putusan sebelumnya itu dinilai akan kontraproduktif dengan upaya pengembalian aset Century yang tengah dilakukan pemerintah.
Tags:

Berita Terkait