KY dan KPK Beda Pendapat Soal Vonis Budi Mulya
Utama

KY dan KPK Beda Pendapat Soal Vonis Budi Mulya

KY menilai vonis 10 tahun penjara sesuai dengan rasa keadilan. KPK kemungkinan melakukan banding.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.
Komisoner Komisi Yudisial (KY), Taufiqurrahman Syahuri, menilai vonis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya dihukum 10 tahun penjara telah sesuai dengan rasa keadilan yang diinginkan masyarakat.

"Tuntutan jaksa selama 17 tahun, artinya vonis yang diberikan sudah 1/3 dari tuntutan jaksa. Saya rasa ini sudah memenuhi meski kedua belah pihak memutuskan kasasi," kata Taufiqurohman.

Ia mengemukakan melalui putusan selama 10 tahun, itu artinya hakim juga menemukan titik terang untuk menjerat terdakwa kasus dana talangan Bank Century ini seperti halnya yang disangkakan jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Selama ini terjadi polemik di masyarakat karena selalu dikaitkan dengan masalah kebijakan, tapi pada akhirnya hakim menemukan fakta bahwa kebijakan tersebut dijalankan dengan beritikad buruk," ujar dia.

Ia menerangkan, hakim mendapati bahwa bank yang dianggap gagal berdampak sistemik itu telah dirusak oleh pemiliknya sendiri pada 2005.

Lantas, para pengambil kebijakan di antaranya Budi Mulya mengabaikan data tersebut dengan tetap bersepakat menggelontorkan dana talangan secara berjenjang hingga Rp6,7 trilun.

"Para penegak hukum pada prinsipnya sangat mendorong penerapan tata laksana pemerintahan yang baik ('good governance') asalkan kebijakan yang diambil berlandaskan itikad baik, akal sehat, dan moralitas," ujar dia.

Ia menambahkan, KY juga mengharapkan kasus ini terus didalami KPK, sehingga tidak terhenti pada Budi Mulya mengingat hakim menilai tindakan tersebut dilakukan bersama-sama.

"Hakim memvonis 'berat' bukan untuk menghukum Budi Mulya semata, tapi untuk mencegah agar tindakan yang merugikan negara ini tidak terulang kembali," tutur dia.

Sementara itu, KPK kemungkinan akan banding terhadap vonis Budi Mulya.  "Kemungkinan besar KPK akan mengajukan banding. Putusan formalnya akan diputuskan oleh pimpinan tapi kayaknya ada tendensi untuk melakukan banding karena ada beberapa hal yang perlu dikembangkan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Hal yang perlu dikembangkan, misalnya, kualifikasi perbuatan melawan hukum yang jadi dasar legitimasi hakim adalah perundang-undangan, padahal perudangan juga banyak yang dilanggar,  seperti tata cara membuat surat, kemudian vonis yang di bawah dua pertiga tuntutan.

Menurut Bambang, hakim hanya menilai bahwa perbuatan Budi Mulya bersama anggota Dewan Gubernur BI lain hanya melanggar pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengenai orang orang melakukan perbuatan hukum sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga dapat merugikan keuangan negara.

Hakim juga menilai bahwa Budi Mulya tidak punya itikad baik dalam memutuskan pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik seperti yang ditetapkan pasal 45 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, padahal masih ada aturan lain yang dilanggar seperti Peraturan BI (PBI) No 10/26/PBI/2008, surat edaran BI.

Sedangkan terkait amar putusan hakim yang menyebutkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan berdasarkan pasal 55 KUHP, Bambang mengaku masih harus mempelajari putusan tersebut.

"Dalam putusan pasal 55 terbukti dan seluruh Dewan Gubernur BI terlibat, tapi KPK belum menentukan langkah-langkah lebih lanjut dan masih memerlukan laporan dari jaksa dan memperhatikan proses-proses selanjutnya misalnya putusan banding maupun kasasi di Mahkamah Agung," kata Bambang.
Tags:

Berita Terkait