Disayangkan, Hilangnya BAKN dalam UU MD3 Hasil Revisi
Utama

Disayangkan, Hilangnya BAKN dalam UU MD3 Hasil Revisi

Selain sebagai studi banding parlamen, semestinya diperkuat kewenangannya, bukan dilenyapkan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Eva Kusuma Sundari (kiri). Foto: Sgp
Eva Kusuma Sundari (kiri). Foto: Sgp
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dinilai cukup membantu kinerja DPR. Selain melakukan telaah atas laporan audit investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BAKN kerap menjadi tempat studi banding dari sejumlah negara. Namun ke depan, publik tak akan pernah melihat kinerja BAKN karena dalam UU MD3 hasil revisi, badan tersebut ditiadakan.

Sejumlah kalangan menyayangkan hilangnya BAKN dari UU MD3 hasil revisi. Mulai dari kalangan anggota dewan hingga kalangan lembaga swadaya masyarakat pemerhati parlemen. Eva Kusuma Sundari, misalnya. Anggota BAKN itu geram dengan hilangnya BAKN. “Soalnya BAKN juga sebagai tempat studi banding parlemen-parlemen di dunia,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Menurut Eva, keberadaan BAKN memancing hingga dibentuknya studi parlemen di  Indonesia. Terlebih, BAKN sebagai lembaga penelaah hasil audit BPK itu mendapat beberapa penghargaan. Dengan berbagai kelebihan dan prestasi BAKN, amat naif lembaga tersebut justru dihapuskan dari UU MD3 hasil revisi.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku tak habis pikir dengan Pansus yang justru menghapuskan BAKN dari UU MD3 hasil revisi. Semestinya, BAKN diperkuat kewenangannya sebagai alat kelengkapan DPR agar menunjang kinerja parlemen. Menurutnya, UU MD3 yang lama telah diajukan uji materi terkait dengan alat kelengkapan DPR yakni Badan Anggaran.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan Banggar dalam membahas kegiatan dan jenis belanja masing-masing kementerian/lembaga pemerintah dinilai melampaui kewenangan. Sebab, secara teknis hal itu merupakan kewenangan pemerintah. Meski begitu, Banggar DPR masih tetap diberi kewenangan membahas dan menyetujui Rancangan UU APBN menjadi UU APBN bersama pemerintah.

Kendati demikian, kewenangan Banggar tidak seperti semula. Lain halnya dengan BAKN. Selama BAKN berdiri, hampir tak ada pihak manapun yang mempersoalkan. Malahan, BAKN dinilai dapat menjadi pendorong komisi-komisi di DPR menindaklanjuti hasil laporan audit BPK.

“BAKN harusnya menjadi alat kelengkapan parlemen, kalau kerja pengawasan lembaga harusnya permanen, bukan Pansus,” ujar anggota Komisi III itu.

Anggota BAKN lainnya Teguh Juarno menambahkan, parlemen selama beberapa tahun terakhir menjadi sorotan publik. Bukan saja disebabkan banyaknya anggota dewan yang tersandung kasus hukum, tetapi kinerja anggota dewan yang merosot. Dalam rapat paripurna 8 Juli lalu, Teguh dan Eva berjuang keras agar BAKN tetap dimasukan dalam UU MD3 hasil revisi. Namun apalah daya, UU MD3 hasil revisi tetap disahkan tanpa dimasukannya BAKN.

Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional itu berpandangan keberadaan BAKN diakui BPK mampu memberikan penguatan laporan BPK. Menurutnya selama ini laporan BPK acapkali ditindaklanjuti komisi setelah mendapat rekomendasi dari BAKN. Oleh komisi, laporan BPK kemudian dibahas mitra kerjanya.

“Kemudian, BPK sebagai auditor juga perlu mendapat pengawalan atas kinerjanya. BAKN itu seharusnya diperkuat untuk penguatan parlemen,” ujarnya.

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, mengamini pandangan Eva dan Teguh. Menurutnya, perubahan dalam UU MD3 hasil revisi dinilai penuh polemik. Roy berpandangan hilangnya BAKN dari draf akhir UU MD3 hasil revisi menjadi pertanyaan besar. Ia menilai BAKN semestinya diperkuat kewenangannya, bukan sebaliknya dihilangkan dari parlemen.

Ia mengatakan, BAKN merupakan alat kelengkapan dewan yang mandatnya melakukan analisis terhadap hasil temuan BPK yang disampaikan ke DPR. Nah, BAKN dinilai merespon dari UUD 1945. Ia mengatakan praktik selama ini BPK menyampaikan hasil audit kepada DPR.

“Praktiknya selama ini lewat komisi tidak berjalan sama sekali. Tidak pernah dibaca oleh mereka,” ujarnya.

Sejak BAKN dibentuk pada 2009 silam, komisi menindaklanjuti laporan BPK berdasarkan hasil telaah dari BAKN. Namun kata Roy, belum secara keseluruhan rekomendasi BAKN dipergunakan dalam pembahasan antara komisi dengan mitra kerja. Ia mengatakan fungsi dewan dalam pengelolaan dan pengunaan anggaran akan kian lemah tanpa keberadaan BAKN.

“Karena kita tidak yakin komisi ini akan melakukan fungsi ini dengan baik. Ini tidak ada penjelasan kenapa ini (BAKN, red) dihilangkan. Bisa dibayangkan lembaga internal DPR yang bisa mengkritisi DPR. Ini ada BAKN, malah dihilangkan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait