Anggota DPR Pesimis RUU Advokat Selesai di Periode Sekarang
Berita

Anggota DPR Pesimis RUU Advokat Selesai di Periode Sekarang

Pemerintah mengaku tak bisa menghentikan pembahasan RUU Advokat.

Oleh:
HRS/RZK
Bacaan 2 Menit
Trimedya Panjaitan (kanan). Foto: RES.
Trimedya Panjaitan (kanan). Foto: RES.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Trimedya Panjaitan mengaku pesimis RUU Advokat akan dirampungkan oleh DPR periode 2009-2014.

Menurut dia, waktu yang tersisa yang sangat sempit menjadikan pembahasan RUU Advokat mustahil tuntas sebelum DPR berganti keanggotaannya. Trimedya mengatakan substansi RUU Advokat banyak yang penting sehingga membutuhkan proses pembahasan yang cukup panjang.

“Kita saat ini sedang reses, masuk lagi 8 Agustus 2014, tetapi masa jabatan kita habis 30 September, lalu 1 Oktober pelantikan anggota DPR yang baru, dan 20 Oktober pelantikan presiden,” papar Trimedya dalam acara diskusi dan buka bersama ILUNI FHUI, Sabtu (19/7). 

Politisi PDIP ini juga mengaku kurang yakin RUU Advokat akan kembali masuk daftar RUU yang akan dibahas oleh DPR periode 2014-2019. Dia mengatakan sistem legislasi DPR tidak mengenal lagi sistem carry over (mewariskan, red) ke anggota DPR periode berikutnya. Untuk itu, dia berpendapat RUU Advokat mau tidak mau harus diajukan lagi untuk dimasukkan ke dalam daftar legislasi DPR.  

Terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Otto Hasibuan dengan berapi-api meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Advokat (RUU Advokat).

Ia mengaku tidak melihat ada permasalahan dalam UU Advokat itu. Sebab, untuk mengubah suatu undang-undang seharusnya memang ada masalah dan kelemahan dalam undang-undang yang dimaksud. Jangan hanya karena ada satu masalah kecil, sambung Otto, undang-undang yang menjadi landasan harus diubah.

“Saya tidak melihat UU Advokat ini ada masalah,” ujar Otto dalam seminar Perlukah Amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (22/7).

Bahkan, RUU Advokat ini dinilai Otto tidak lebih baik daripada UU Advokat yang ada. Justru, RUU Advokat semakin menghancurkan advokat yang telah ada. Sebab, RUU Advokat ini menjadikan organisasi advokat tidak lagi tunggal. RUU Advokat memberikan kesempatan untuk bisa mendirikan organisasi asalkan memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur undang-undang.

Syaratnya adalah didirikan dan dibentuk paling sedikit 35 orang advokat dalam akta notaris; berbadan hukum; memiliki program kerja dalam bidang pemberian jasa hukum dan jasa hukum secara cuma-cuma, dan memiliki kepengurusan 100 persen dari jumlah provinsi, paling sedikit 35 persen dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan.

Syarat lainnya adalah lolos verifikasi yang dilakukan setiap empat tahun sekali oleh Menteri Hukum dan HAM. Khusus syarat terakhir, Otto khawatir karena syarat ini menyebabkan organisasi advokat kehilangan prinsip utamanya, yaitu independensi. Pemerintah dapat dengan gampangnya membekukan organisasi tersebut apabila tidak sesuai dengan selera pemerintah. Alhasil, organisasi tersebut harus tunduk pada apa yang diinginkan pemerintah.

“Ini (RUU Advokat, red) banyak mudaratnya, bisa chaos,” lanjutnya lagi.

Lebih lanjut, Otto menambahkan bila UU Advokat ini perlu diamandemen, seharusnya RUU KUHP dan KUHAP lebih didahulukan pembahasannya ketimbang RUU Advokat apabila tetap diamandemen. Tujuannya adalah menghindari disharmonisasi antara RUU Advokat dengan RUU KUHP dan KUHAP.

Otto juga berharap agar rancangan tersebut seharusnya dapat menyatukan advokat dan menutupi kelemahan undang-undang lama. Sebaliknya, sambung Otto, rancangan undang-undang ini justru semakin menambah pertikaian yang menghancurkan advokat dengan pasal-pasal yang menyebabkan organisasi advokat tercerai berai dan tidak independen.

“Ini harus kita lawan dan jangan kita hancurkan roh advokat itu,” tegasnya.

Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Pocut Eliza mengatakan tidak dapat menghentikan pembahasan RUU Advokat ini. Kementerian Hukum dan HAM sebagai perwakilan pemerintah akan tetap mengikuti proses pembuatan suatu undang-undang yang ada di DPR.

“Kami (Kemenkumham, red) tidak bisa menghentikan itu (pembahasan RUU Advokat, red) karena DPR telah menyampaikan RUU-nya kepada presiden dan presiden harus bersama-sama DPR untuk membahasnya sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945,” terang Pocut kepada hukumonline usai seminar.

Ketika ditanyakan apa latar belakang ada persyaratan verifikasi organisasi advokat setiap empat tahun sekali oleh Menteri Hukum dan HAM, Pocut mengatakan akan meminta penjelasan lebih lanjut dari DPR. Sebab, RUU Advokat ini dirancang dan diusulkan oleh DPR.

“Itu sebenarnya dari DPR dan pemerintah akan meminta penjelasan dari DPR. Kami akan menanyakan mengapa ada verifikasi 4 tahun sekali itu,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait