Banyak Kelemahan, Yappika Akan Uji UU MD3
Reformasi Hukum

Banyak Kelemahan, Yappika Akan Uji UU MD3

Mantan Anggota Pansus bantah UU MD3 untuk jegal pemenang pemilu.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: KBR
Foto: KBR
Jelang berakhirnya masa jabatan, DPR periode 2009-2014 menelurkan sebuah undang-undang kontroversial yakni UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika)menilai UU MD3 mengandung sejumlah persoalan.

Manajer Divisi Advokasi, Riset dan Kampanye Yappika, Hendrik Rosdinarmengatakan UU MD3 terkesan ingin menjegal PDIP di parlemen. Padahal, PDIP adalah pemenang Pemilu Legislatif 2014. Menurut Hendrik, kubu pendukung Prabowo sepertinya berniat menguasai parlemen, jika Jokowi terpilih sebagai presiden.

UU MD3 yang baru memang telah menutup peluang bagi partai pemenang pemilu untuk menempatkan orangnya di kursi Ketua DPR. Diatur dalam UU MD3, pemilihan Ketua DPR melalui mekanisme voting. Mengingat jumlah kursi partai pendukung Jokowi kalah banyak dari Prabowo, maka kader PDIP mudah dijegal untuk menjadi Ketua DPR.

“Juga ada sejumlah perubahan, seperti memberi perlindungan ekstra kepada anggota DPR ketika berhadapan dengan hukum, utamanya kasus korupsi,“ujarnya dalam Program Talkshow Reformasi Hukum dan HAM KBR.

UU MD3 yang baru, kata Hendrik, memberikan hak imunitas kepada DPR jika menghadapi masalah hukum. Dalam kasus korupsi, misalnya, penegak hukum diharuskan meminta izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) jika ingin melakukan pemeriksaan terhadap anggota DPR.

“Mahkamah kehormatan sudah terlalu jauh bergerak hingga ke ranah hukum. Harusnya mereka bergerak di ranah etik saja. Kami sedang melakukan kajian terkait kerugian konstitusional soal lahirnya UU MD3 ini. Ada kemungkinan akan kita ajukan ke MK,” ujarnya.

Hendrik berpendapat aturan tentang prosedur izin ke MKD aneh, karena anggota DPR menjadi tidak tersentuh oleh hukum. Padahal, Konstitusi telah menegaskan bahwa semua orang kedudukannya sama di mata hukum.

Ditambahkan Hendrik, UU MD3 terbaru juga akanmenjadikan DPR tidak transparan dan akuntabel, karena kewajiban fraksi mengevaluasi kinerja anggotanya dan melaporkan kepada publik dihapus.Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai alat kelengkapan DPR yang mempertajam fungsi pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara juga dibubarkan.

“Yang paling parah adalah dihapusnya ketentuan yang menekankan pentingnya keterwakilan perempuan, khususnya terkait dengan Alat Kelengkapan DPR,“ ujarHendrik.

Perbaikan Politik
Menanggapi hal tersebut, bekas Anggota Pansus RUU MD3, Azhar Romli dari Fraksi Partai Golkar membantah kalau tujuan revisi UU MD3 ini untuk menjegal partai pemenang pemilu legislatif. “Latar belakang direvisinya UU MD3 ini ialah sebuah konsekuensi untuk memperbaiki perpolitikan Indonesia. Undang-undangini juga nantinya akan memperkuat komunikasi antara pemerintah dengan DPR,” ujarnya.

Mengenai penghapusan BAKN, menurutnya, karena selama ini lembaga tersebut tidak berjalan baik dan tidak menghasilkan apapun. Azhar menegaskan bahwa penghapusan BAKN hanya sebatas kelembagaan, sementara tugasnya nanti akan tetap ada di tiap komisi.

Tentang perubahan ketentuan pemilihan ketua DPR, Azhar Romli juga menampik tudingan ingin menjegal PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu legislatif. Dalam ketentuan sebelumnya, jabatan Ketua DPR dipegang oleh partai pemenang pemilu. Tapi hasi revisi UU MD3 menyatakan pemilihan Ketua DPR dilakukan dengan suara terbanyak.

Menurut Azhar Romli, ketentuan itu justru menandakan kalau demokrasi dalam tubuh DPR berjalan dengan baik. “Bohong sekali soal anggapan UU ini untuk menghambat pilpres atau partai pemenang pemilu. Undang-undangini justru menyuarakan suara rakyat untuk bebas berpolitik kedepannya,” ujarnya.

Azhar Romli juga menolak tudingan DPR ingin mendapat kekebalan hukum lewat UU MD3 terbaru. “Hak ini justru bukan berarti membuat seorang anggota dewan kebal hukum, melainkan untuk menjalankan prosedur hukum sesuai dengan aturan yang ada. Jangan sampai kita termakan praduga tak bersalah terhadap salah satu kasus,” ujarnya.

Dan sekali lagi, Azhar Romli juga membantah tudingan UU MD3 tidak pro perempuan. “Kita harus akui kalau tidak semua partai politik memiliki kader perempuan yang kompeten, namun bukan berarti dengan ini malah menghambat perempuan untuk unjuk gigi dalam dunia perpolitikan di DPR,” ujarnya.

Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Reformasi Hukum dan HAM KBR. Simak siarannya setiap Senin, pukul 09.00-10.00 WIB di 89,2 FM Green Radio.

Sumber: www.portalkbr.com
Tags:

Berita Terkait