Dituntut 2,5 Tahun Penjara, Eks OB Anak Syarief Hasan Shock
Berita

Dituntut 2,5 Tahun Penjara, Eks OB Anak Syarief Hasan Shock

Hendra menganggap tuntutan 2,5 tahun penjara terlalu berat.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Hendra Saputra. Foto: RES.
Hendra Saputra. Foto: RES.
Hendra Saputra shock mendengar tuntutan pidana 2,5 tahun penjara yang dibacakan penuntut umum Elly Supaini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/7). Hendra semakin shock mendengar Elly membacakan tuntutan pidana denda Rp50 juta subsidair enam bulan kurungan dan pidana tambahan uang pengganti Rp19 juta.

“Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal harta tidak mencukupi, terdakwa akan dipenjara selama 1,5 tahun,” kata Elly saat membacakan tuntutan.

Seakan masih tak percaya, Hendra tertegun ketika Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati menjelaskan tuntutan pidana seperti apa yang dimintakan penuntut umum. Hendra yang semula ingin menyampaikan sesuatu, urung mengeluarkan sepatah katapun. “Itu terlalu berat,” kata Hendra usai sidang dengan mata berkaca-kaca.

Mantan office boy di PT Rifuel milik Riefan Avrian ini tidak mengerti mengapa penuntut umum tega meminta hukuman yang begitu berat. Padahal, Riefan sendiri, saat bersaksi di persidangan telah mengaku bertanggung jawab atas kasus korupsi pengadaan Videotron di Kemeterian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM).

Dalam pertimbangannya, penuntut umum menganggap Hendra terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan Videotron di Kemenkop UKM sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penuntut umum Andri Kurniawan menyatakan peristiwa ini bermula ketika Riefan mendirikan PT Imaji Media untuk kepentingan mendapatkan proyek pengadaan Videotron di Kemenkop UKM pada 2012. Riefan yang juga anak dari Menkop UKM Syarief Hasan ini menunjuk Hendra sebagai Direktur Utama PT Imaji.

Selaku penyedia jasa, Hendra secara sadar menandatangani dokumen penawaran untuk mengikuti lelang Videotron di Kemenkop UKM. Hendra juga secara sadar dan tanpa keberatan menandatangani kontrak perjanjian dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenkop UKM (almarhum) Hasnawi Bachtiar.

Padahal, menurut Andri, Hendra memiliki hak untuk mempertanyakan kepada Riefan mengenai penunjukannya sebagai Direktur Utama PT Imaji, mengingat honor yang diterima Hendra masih sama dengan honor sebagai office boy di PT Rifuel. Selain itu, Hendra dapat menolak ketika diminta datang ke kantor Kemenkop UKM.

“Faktanya, terdakwa berangkat sendiri dengan mengendarai sepeda motor ke Kemenkop UKM. Selama perjalanan dari kantor PT Rifuel ke kantor Kemenkop UKM, terdakwa juga tidak memiliki niat untuk menolak, tapi terdakwa dengan sadar sesampainya di kantor Kemenkop UKM menandatangani perjanjian kontrak,” ujar Andri.

Setelah penandatanganan kontrak, PT Imaji tidak melaksanakan sendiri pekerjaan Videotron. Hendra membiarkan pekerjaan itu dilaksanakan oleh Riefan tanpa adanya surat kuasa direksi dari Hendra. Dalam pelaksanaannya, perkerjaan Videotron dilakasanakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam kontrak.

Ketidaksesuaian itu meliputi pekerjaan persiapan dan pengerjaan konstruksi baja, pekerjaan pemasangan sambungan listrik untuk dua LED display Videotron, pekerjaan pengiriman dan pemasangan genset, serta pekerjaan pembiayaan penyewaan gudang untuk menyimpan modul Videotron dan genset.

Andri mengungkapkan, pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Misalnya, dalam pemasangan sambungan listrik PLN ke LED display Videotron ternyata tidak dipasang sambungan baru, melainkan disambungkan dengan sumber listrik yang ada di gedung Smesco tempat Videotron dipasang.

Kemudian, hanya terpasang satu unit Videotron berukuran 8 meter x 32 meter dari yang seharusnya dipasang dua unit Videotron berukuran 8 meter x 16 meter perunit. Demikian pula dengan tangki bahan bakar dari yang seharusnya 6000 liter menjadi 500 liter dan genset yang seharusnya 550 KVA menjadi 350 KVA.

Namun, untuk mendukung bukti pelaksanaan pekerjaan Videotron, PT Imaji membuat kwitansi-kwitansi atas nama PT Cahaya Langgeng yang bergerak di bidang kelistrikan, seolah-olah PT Cahaya sebaga vendor. Bahkan, PT Imaji memalsukan tanda tangan Ruksan Salim yang merupakan Direktur PT Cahaya.

Mengetahui ada ketidaksesuaian, seorang pegawai Kemenkop UKM melaporkan kepada Kepala Bagian Rumah Tangga Kemenkop UKM (almarhum) Yuni Nasril. Laporan itu diteruskan kepada Hasnawi. Selanjutnya, Hasnawi melakukan perubahan dan menyetujui pekerjaan tambah kurang tanpa addendum kontrak.

Walau mengetahui pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dan belum lengkap, penerima barang, Kasiyadi tetap membuat berita acara penerimaan barang dari PT Imaji. Akhirnya, PT Imaji menerima pembayaran dari Kemenkop UKM sejumlah Rp23,41 miliar. Uang itu dicairkan Riefan yang mendapat surat kuasa mutlak dari Hendra.

“Atas pencairan tersebut, Riefan Avrian memberikan bonus kepada Sarah Salamah Rp200 juta, Andre Risakotta Rp50 juta, Kaim Rp19 juta, Kristi Rp19 juta, Dian Ikawati Rp19 juta, Barli Sadewa Rp19 juta, Ahmad Kamaluddin Rp19 juta, dan terdakwa sendiri Rp19 juta yang mana telah dihabiskan oleh terdakwa,” tutur Andri.

Akibat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan Videotron, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung kerugian keuangan negara sebesar Rp4,78 M. Dengan demikian, Andri menganggap semua unsur dalam dakwaan subsidair telah terbukti menurut hukum.

Dengan demikian, majelis memberikan waktu kepada Hendra untuk menyusun nota pembelaan (pledoi). Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati memberikan waktu dua minggu kepada tim pengacara Hendra untuk menyampaikan pledoi. Nani menutup sidang dan mengagendakan sidang selanjutnya pada 6 Agustus 2014.

Menanggapi tuntutan, pengacara Hendra, Ahmad Taufik menyayangkan sikap penuntut umum yang tidak mempertimbangkan pengakuan Riefan. Ia menyatakan tuntutan pidana penjara, denda, dan uang pengganti yang dimintakan penuntut umum sangat tidak logis. “Uang dari dia (Hendra),” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait