Ini Advokat yang Buat Surat Terbuka untuk Prabowo
Berita

Ini Advokat yang Buat Surat Terbuka untuk Prabowo

Orangtuanya aktif menentang pemerintahan orde baru.

Oleh:
MAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Hingar bingar kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2014 membuat banyak orang yang awalnya jarang berbicara politik, ikut turun tangan memikirkan nasib bangsa. Salah satunya adalah advokat Timur Sukirno, partner dari Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP), sebuah law firm top di Indonesia.

Timur mengunggah surat terbuka untuk calon presiden (capres) Prabowo Subianto melalui situs jurnalisme warga, Kompasiana, untuk menerima hasil pilpres. Siapakah sosok Timur? Apakahnya motifnya membuat surat itu? Dan bagaimana sikap law firm tempatnya bekerja mengenai hal ini? Hukumonline berkesempatan mewawancarai pria setengah baya ini.

Sebagaimana yang sudah diinformasikan sebelumnya, Timur merupakan partner dari HHP. Selain itu, ia juga tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Demokrasi (KAUD) bersama Todung Mulya Lubis cs yang sudah siap ‘pasang badan’ membela pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla bila bersengeta hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Timur mengatakan motif pembuatan surat terbuka itu terinspirasi dari orangtuanya yang aktif menentang pemerintahaan orde baru di masa kejayaan mantan Presiden Soeharto. Ia menilai bahwa gaya kepemimpinan Prabowo mengingatkan pada gaya kepemimpinan Soeharto, dimana saat itu Indonesia hanya dipimpin oleh segelintir elit.

Selain itu, alasan pertama dari surat terbuka yang dilayangkan oleh Timur kepada Prabowo adalah karena dirinya merasa terdorong oleh isu suku, ras dan agama (Sara) yang dihembuskan oleh tim kampanye kubu Prabowo dalam kampanye pemilihan kemarin.

“Isu-isu SARA kok dikedepankan. Bukannya programnya atau cara kepemimpinan atau bagaimana cara memimpin Indonesia, malah yang dikedepankan Jokowi dituduh China-lah, syiahlah, padahal itu di jamannya pak Prabowo aktif coba diredam dan tidak diungkit, tapi kok pas dia jadi capres isu tersebut malah dilontarkan,” paparnya.  

Timur mengatakan, sebagian dari kampanye di media yang dilakukan oleh penasihat kampanye Prabowo adalah negative campaign (kampanye negatif). Tergerak dari itulah Timur merasa perlu menyuarakan diri, agar tidak ada lagi kampanye seperti itu. Karena isu tersebut seperti mengadu domba antar rakyat Indonesia.

“Menurut saya itu menyedihkan, kita mestinya tidak lagi mempertentangkan mengenai suku atau ras, justru itu yang harusnya jadi pemersatu kita,” tegasnya.

Alasan kedua, Timur menulis surat terbuka karena dirinya tidak mau kembali lagi ke jaman dimana pemerintahan hanya dipimpin oleh elite, dimana pemerintahan hanya ditentukan oleh beberapa orang saja yang sepertinya tahu, padahal mungkin juga tidak tahu.

Timur menambahkan, berdasarkan persepsinya nuansa kepemimpinan yang hanya bergantung pada kaum elite ini memang sangat kental terasa dalam gaya kepemimpinan Prabowo. Meski demikian, Timur mengatakan tujuan utamanya bukan untuk mendukung Jokowi, tujuannya adalah untuk mencegah Indonesia kembali ke gaya pemerintahan lama.

“Jadi, mudah-mudahan dengan gaya pendekatannya, Jokowi membawa gaya baru dalam kepemimpinan yang lebih merakyat dan lebih mau mendengar,” harapnya.

Timur mengatakan sikap keluarganya yang menentang pemerintahan orde baru di masa kejayaan Soeharto memang memiliki banyak pengaruh terhadap sikapnya.

“Mau tidak mau itu ada pengaruhnya ke saya karena apa yang telah saya lihat dan alami sebagai keluarga yang beroposisi dan berseberangan dengan Soeharto yang saat itu sedang kuat-kuatnya. Sedangkan yang lain baru menentang beliau saat mau jatuh,” paparnya.

Hal-hal yang dialami Timur saat itu merupakan hal membekas dalam dirinya, mungkin itu adalah salah satu yang memicu sikapnya saat ini.

“Saya tidak mau saya dan anak-anak saya mengalami lagi nuansa keadaan atau apapun yang dulu pernah berlaku, yang mana secara reformasi itu tidak lagi seperti itu,” ungkapnya.

Meski demikian Timur enggan menceritakan lebih detil apa saja yang dialaminya sebagai anak dari keluarga yang menentang pemerintahan Soeharto. Menurutnya itu adalah luka lama yang tidak perlu diingat. “Tapi disini saya harus menegaskan bahwa values (nilai-nilai) yang seperti dulu di mana pemerintahan dengan sistem komando dan dipimpin oleh elite harus tidak terjadi lagi di republik ini,” tegasnya.

Yang terpenting saat ini adalah rakyat Indonesia bisa bekerja apapun pemimpinannya, dan tidak perlu diatur-atur lagi. Pemerintah diharapkan berfungsi hanya sebagai prasarana, jangan sampai pemerintah bersikap seperti tahu segalanya sehingga tidak mau mendengar suara rakyat.

HHP Netral
Timur menegaskan bahwa surat terbukanya tidak ada hubungannya dengan institusi tempatnya bekerja. Ia mengatakan bahwa firma hukum HHP netral dalam pilpres 2014 ini.

“Pertama-tama saya bukan atas nama HHP, HHP sebagai institusi lawfirm adalah netral dalam hal politik. Yang kita kedepankan adalah professional ini adalah semata-mata keinginan saya sendiri sebagai warga Negara,” terangnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, di HHP tidak ada instruksi untuk memilih nomor satu atau dua, semua bebas memilih siapa saja yang mereka yakini.
Tags:

Berita Terkait