Tiongkok Akan Segera Adili Cendekiawan Uighur
Berita

Tiongkok Akan Segera Adili Cendekiawan Uighur

Hak asasi manusia di Tiongkok semakin memburuk

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Ilhan Tohti. Foto: www.uyghuramerican.org
Ilhan Tohti. Foto: www.uyghuramerican.org
Seorang profesor terkemuka etnis Uighur dari wilayah Xinjiang Tiongkok akan diadili dengan tuduhan separatisme dalam beberapa pekan mendatang, kata pengacaranya Kamis (31/7), dalam kasus yang telah menarik perhatian pelanggaran peradilan dan hak asasi manusia.

Tiongkok secara resmi mendakwa Ilham Tohti, seorang ekonom yang telah memperjuangkan hak-hak masyarakat Muslim Uighur dari daerah itu, yang telah terkepung oleh kekerasan dan ketegangan etnis.

Kasus ini telah menarik perhatian tingkat tinggi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa dan dipandang oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai bagian dari tindakan keras Tiongkok terhadap perbedaan pendapat di Xinjiang, di mana ketegangan antara suku Uighur dan mayoritas Han China telah menyebabkan ledakan kekerasan.

Polisi Beijing menahan Tohti pada Januari dan kemudian membawanya ke Xinjiang, ibu kota Urumqi, di mana ia dituduh mempromosikan dan mendukung kemerdekaan wilayah itu dari Tiongkok.

Jaksa Urumqi mengatakan dalam satu pernyataan di mikroblog-nya pada Rabu, bahwa kasus Tohti telah diserahkan kepada pengadilan kota, yang kata pengacaranya melanggar prosedur hukum.

Pengacara Li Fangping mengatakan, jaksa mengabaikan permintaan tertulis dan lisan untuk bahan pengadilan dan tidak memberitahukan pengacara atau keluarga ketika kasus itu diserahkan ke pengadilan.

"Mereka tidak memberi kami tanggapan resmi dan mereka tidak mendengar pendapat pembelaan hukum kami. Mereka langsung dikirim ke Pengadilan Menengah Urumqi. Ini adalah pelanggaran hukum yang mendasar," kata Li kepada Reuters.

"Itu sangat tak terduga. Jaksa mengabaikan hak pembelaan hukum," kata Li.

Li mengatakan, jika pengadilan bergerak cepat, kasus ini bisa dimulai pada Agustus dan tidak jelas apakah ia akan diizinkan untuk menghadiri sidang.

Tohti telah membantah tuduhan separatisme yang dia hadapi, tuduhan serius yang membawa hukuman maksimum mati.

Partai Komunis ketat mengontrol pengadilan dan vonis bersalah dalam kasus tersebut biasanya sudah bisa dipastikan.

Tohti, yang mengajar di Universitas Minzu Beijing, yang mengkhususkan diri dalam studi etnis minoritas, mengatakan dia tidak pernah terkait dengan organisasi teroris atau kelompok berbasis asing dan "hanya mengandalkan pena serta kertas untuk secara diplomatis”. Ia juga meminta hak asasi manusia dan hak-hak hukum bagi warga Uighur.

Itu termasuk apa yang Tiongkok katakan serangan bunuh diri besar pertama di Lapangan Tiananmen Beijing pada Oktober.

"Saya benar-benar tidak bisa menerimanya. Bagaimana mereka bisa melakukan ini? Mereka tidak melakukan bahkan tidak memberitahu keluarganya," kata istri Tohti, Guzailai Nu'er, mengatakan tentang penanganan kasus ini.

"Suami saya tidak melakukan hal-hal itu. Dia adalah profesor universitas. Ia mengajar," katanya melalui telepon.

Ratusan orang telah tewas di Xinjiang sejak tahun lalu, termasuk beberapa polisi. Pemerintah menyalahkan separatis Islam dalam insiden di Xinjiang. Mereka dituduh ingin membangun sebuah negara merdeka yang disebut Turkestan Timur.

Para aktivis mengatakan kebijakan represif pemerintah, termasuk kontrol pada Islam, telah memicu kerusuhan. Tetapi Beijing menyangkal hal itu.

Pengumuman kasus Tohti datang pada saat pasukan keamanan membanjiri bagian selatan Xinjiang, setelah pemerintah mengatakan puluhan penyerang dengan pisau ditembak mati pekan ini.

Pemerintah belum memberikan penjelasan menyeluruh mengenai apa yang terjadi di Kota Shache, 200 km (125 mil) dari Kota Jalan Sutra Kashgar. Saksi mengatakan kepada Reuters bahwa kerusuhan tampaknya telah menyebar pada Rabu (30/7) ke Kashgar, dengan polisi mengalir ke kota itu dan jalan-jalan ditutup.

"Keputusan untuk mendakwa orang dengan satu tuduhan serius seperti Ilham Tohti, yang dikenal berusaha untuk menjembatani perbedaan, menunjukkan seberapa jauh hak asasi manusia di Tiongkok telah memburuk," kata Sophie Richardson, Direktur Human Rights Watch Tiongkok, dalam satu pernyataan email.

"Ini justru mengirimkan sinyal yang salah kepada Uighur ketika ketegangan masih tinggi."
Tags:

Berita Terkait