LBH Street Lawyer: MA Jangan Khianati UU Bantuan Hukum
Aktual

LBH Street Lawyer: MA Jangan Khianati UU Bantuan Hukum

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
LBH Street Lawyer: MA Jangan Khianati UU Bantuan Hukum
Hukumonline
Pelaksanaan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum masih mengalami kendala. Salah satu kendala itu adalah pengakuan terhadap pemberi bantuan hukum non advokat seperti paralegal, dosen, dan mahasiswa hukum. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer menyoroti persoalan ini.

Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Jumat (15/8), LBH Street Lawyer menyatakan terdapat disparitas antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan kebijakan Mahkamah Agung (MA). Di satu sisi, putusan MK Nomor 88/PUU-X/2012 menyatakan paralegal, dosen, dan mahasiswa hukum memiliki hak yang sama dengan advokat sebagai pemberi bantuan hukum.

Di sisi lain, MA berpendapat sebaliknya. Sikap MA ini diketahui LBH Street Lawyer mengajukan permohonan fatwa terkait status paralegal sebagai pemberi bantuan hukum. Diajukan 30 Juni 2014, permohonan LBH Street Lawyer menuai jawaban pada 12 Agustus 2014. Melalui surat dari Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Mohammad Saleh Nomor 63/WK.MA.Y/VIII/2014 tertanggal 12 Agustus 2014.

“……….dengan ini disampaikan bahwa dalam rangka pendampingan yang berkaitan dengan pemberian jasa bantuan hukum yang sifatnya litigasi bagi paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum yang sudah direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum harus dilakukan secara bersama-sama dengan Advokat Pemberi Bantuan Hukum,” demikian jawaban MA yang dikutip ulang siaran pers LBH Street Lawyer.

LBH Street Lawyer mengaku punya pengalaman ketika berperkara di pengadilan, paralegalnya tidak diakui oleh majelis hakim. Hal itu terjadi ketika LBH Street Lawyer mendampingi Risma Sianturi, seorang warga negara Indonesia yang menggugat Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Jakarta Pusat.

“Dalam sidang pertama tanggal 16 April 2014, Ketua Majelis Hakim dalam perkara aquo mempertanyakan mengenai bukti sumpah Advokat dari Pengadilan Tinggi, namun karena ketidahadiran advokat akibat keterbatasan jumlah advokat di kantor kami, sehingga menunjuk paralegal untuk bersidang dan tentu tidak dapat menunjukan bukti sumpah tersebut. Kemudian Hakim menolak paralegal untuk bersidang pada saat itu,” papar LBH Street Lawyer dalam siaran pers.

LBH Street Lawyer menilai disparitas antara MK dan MA menimbulkan ketidakpastian hukum. Disparitas tersebut mempersulit upaya pendampingan orang miskin untuk mendapatkan keadilan. Kondisi ini, menurut LBH Street Lawyer, menunjukkan bahwa negara belum mampu mewujudkan suatu negara hukum, karena peraturan yang sudah ada hanya sebagai bacaan  karena tidak dapat dilaksanakan dalam praktiknya.

“Jangan sampai Mahkamah Agung yang seharusnya mengimplementasikan UU Bantuan Hukum malah mengkhianatinya, yang dapat diartikan sebagai setengah hatinya benteng keadilan (MA) dalam memberikan bantuan hukum bagi si Miskin.”
Tags: