Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin (Unhas), Prof. Laica Marzuki, mengutarakan kekagumannya terhadap sosok almarhum (Alm) Fajrul. Menurutnya, Fajrul adalah sosok seorang pemikir dan pejuang HTN. Sejumlah gagasan dan ide Fajrul dinilai sebagai penjaga konstitusi yang perlu dikawal secara kosisten agar kedaulatan rakyat tidak tercerai berai.
“Pemikiran Fajrul membuka ruang kritis bagi penyempurnaan konstitusi yang lebih baik. Fajrul sangat kritis. Dia katakan tatkala kontitusi tidak dilaksanakan itu melukai demokrasi,” ujarnya dalam “Peringatan Hari Konstitusi dan Peluncuran Buku (Alm) Fajrul Falaakh’ yang digelar Komisi Hukum Nasional (KHN)” di Gedung DPD RI, Senin (18/8).
Meski Laica tidak sependapat dengan seluruh pemikiran Fajrul, namun sebagai cendikiawan HTN, pemikiran pria yang wafat dalam usia 54 tahun itu dinilai amat sistematis dan terstruktur rapi. Laica berpandangan pemikiran Fajrul amat kokoh terkait dengan konstitusi.
Dalam kiprahnya yang cukup panjang, Fajrul di mata Laica memiliki peran yang kuat dalam perkembangan HTN, khususnya konstitusi. “Fajrul bukan hanya mengamati dan memberikan kuliah, tetapi pemain dalam berbagai diskusi dan ceramahnya di KHN yang diemban hingga akhir hayatnya,” katanya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Satya Arinanto, mengatakan sosok Fajrul merupakan sahabat yang hangat dalam berdiskusi. Ia terkesan dengan suatu waktu dalam pembuatan TAP MPR No.1 Tahun 2003. Saat itu, MPR meminta UI dan Universitas Gajah Mada (UGM) tempat Fajrul mengajar melakukan kajian dan membuat rancangan TAP MPR No.1 Tahun 2003.
Menurutnya, masing-masing universitas itu melakukan kajian. Hasil kedua kajian universitas negeri itu kemudian dijadikan rujukan dalam membuat TAP MPR No.1 Tahun 2003. Bagi Prof. Satya Arinanto, pemikiran Fajrul yang dituangkan dalam berbagai buku dan tulisan di surat kabar menunjukan betapa produktifnya dalam memberikan sumbangsih perkembangan disiplin ilmu HTN. “Beliau adalah sahabat,” ujarnya pendek.
Kolega Fajrul di UGM, Prof. Nurhasan Ismail mengamini penilaian Prof Laica dan Prof Satya. Guru Besar Fakultas Hukum UGM itu mengatakan, Fajrul merupakan cendikiawan HTN yang terbuka. Selain itu, Fajrul merupakan sosok sahabat yang perfeksionis dan serius.
Menurutnya, Fajrul amat konsisten dalam mengawal konstitusi. Itu sebabnya sejumlah tulisannya yang tersebar di sejumlah surat kabar dan jurnal diterbitkan dalam dua buah buku. Pertama, buku berjudul “Konsisten Mengawal Konstitusi” serta “Pertumbuhan dan Model Kosntitusi Serta Perubahan UUD 1945 Oleh Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi”.
Dalam berbagai diskusi, kata Nurhasan, Fajrul selalu mengatakan konstitusi yang dilakukan beberapa kali amandemen masih terus berproses. Itu sebabnya, amandemen UUD 1945 dipandang Fajrul belum rampung. Menurut Nurhasan, Fajrul beralasan belum rampungnya amandemen UUD1945 disebabkan Indonesia masih dalam masa transisi.
“Menurut beliau ini harus diamandemen dalam proses berikutnya,” ujarnya.
Pakar HTN lainnya, Irman Putra Sidin menambahkan seluruh pemikiran Fajrul dalam HTN dan konstitusi amatlah penting bagi negara. Menurutnya, pemikiran Fajrul tidak saja dilihat dari teks kata-perkata. Namun, harus dilihat secara utuh. Fajrul tidak saja pemikir yang hanya mampu menuangkan pemikirannya dalam kata-kata. Tetapi dalam bentuk tulisan yang apik dan ciamik.
“Satu kata buat beliau, ‘terbang’. Beliau sangat terbuka dalam diskusi-diskusi,” pungkasnya.