Kubu Prabowo-Hatta Berharap MK Buat Terobosan Hukum
Sengketa Pilpres 2014

Kubu Prabowo-Hatta Berharap MK Buat Terobosan Hukum

KPU minta semua pihak menghormati apapun putusan MK.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Prabowo-Hatta didampingi tim kuasa hukum di persidangan MK. Foto: RES
Prabowo-Hatta didampingi tim kuasa hukum di persidangan MK. Foto: RES
Kubu pasangan Prabowo-Hatta berharap Mahkamah Konstitusi (MK) membuat preseden (terobosan) baru untuk mempertimbangkan pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dalam setiap pelaksanaan Pilpres 2014. Sebab, pelanggaran yang terjadi tidak hanya menyangkut persoalan administratif perselisihan perolehan suara, tetapi juga aspek hukum lain seperti kejahatan pemilu.

“Harapan kami, MK membuat preseden baru yang juga mempertimbangkan apa yang disebut dengan legal behavior,” ujar salah satu kuasa hukum pemohon, Firman Wijaya usai sidang pengesahan bukti sengketa Pilpres 2014 di gedung MK, Jakarta, Senin (18/8).

Firman mengatakan putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 yang membolehkan penggunaan KTP dan paspor dalam Pemilu yang tidak terdaftar dalam DPT atau DPKTb sebenarnya preseden dalam rangka pembaharuan terhadap pertimbangan hakim, khususnya terkait perilaku. “Saat sidang pengesahan bukti, misalnya, tadi kami sampaikan bukti-bukti yang berasal dari kotak suara harus dipisahkan antara yang dibuka sebelum tanggal 8 Agustus dan sesudah,” kata Firman.

Dia tegaskan kalau perolehan bukti tidak didasarkan prosedur yang benar tentunya berakibat bukti-buktinya akan ilegal (tidak sah). Menurutnya, tidak mungkin MK mengeluarkan ketetapan yang mengizinkan pembukaan kotak suara sejak 8 Agustus kalau tidak ada perlunya. “Itu pasti ada kesalahan (dalam proses sebelumnya). Mungkin ini yang harus disadari dalam proses,” tegasnya.

Persoalan muncul jika MK memutuskan menolak permohonan, sementara putusan DKPP menyatakan ada pelanggaran etika dalam penyelenggaraan Pilpres 2014. Bagaimanapun, harus ada keterpaduan sistem penyelenggaraan pemilu, termasuk peradilan pemilu.

Terkait daftar bukti yang diajukan, Firman mengklaim semua alat bukti yang diajukan sebenarnya sudah cukup lengkap. “Adanya tiga saluran daftar alat bukti. Itu memang strategi kami untuk pembuktian TPS seluruh Indonesia. Makanya, kesimpulan sekitar 2.000 lembar lebih termasuk memuat berbagai argumentasi hukum,” bebernya.

Salah satu kesimpulannya, lanjutnya, kubu Prabowo-Hatta akan mengkritik pandangan mantan Hakim Konstitusi Harjono yang menilai pembukaan kotak suara adalah kewenangan KPU yang tidak perlu izin pengadilan. Padahal, MK sudah menetapkan izin pembukaan kotak suara pada 8 Agustus 2014.

“Ketetapan pembukaan kotak memang harus izin MK dengan adanya kata ‘tersegel’,  ini membingungkan dan cenderung bias (absurd),” kritiknya. “Harjono bilang kotak suara dan isinya sebagai properti tidak masuk akal, padahal isinya arsip/dokumen negara. Ada bukunya yang menunjukkan itu (kotak suara) bukan properti”.                 

Kebiasaan
Kuasa hukum termohon, Ali Nurdin mengatakan pembukaan kotak suara merupakan kebiasaan yang sudah dilaksanakan berdasarkan kewenangan KPU. “Kenapa? Kotak suara itu kan milik KPU, mulai dari pengadaannya, pelaksanaannya, penjagaannya, pemeliharaannya oleh KPU, bukan orang lain. Jadi, terhadap barang milik KPU apa itu dianggap sebagai suatu pengrusakan? Kan tidak bisa,” kata Ali.
Menurutnya, pembukaan kotak suara harus melihat asal muasalnya, latar belakangnya, apakah ada off side yang disebut mantan hakim konstitusi Harjono kemarin. “Apa ada niat buruk/jahat dari pihak penyelenggara untuk membuka kotak suara itu? Niatnya kan baik, dalam SE KPU itu disebutkan dalam rangka menyiapkan jawaban dan alat bukti,” ujarnya.  

“Waktu kami sangat singkat, tidak sampai seminggu. Hanya dalam kurun waktu tiga hari kerja paling lama kami sudah harus menjawab permohonan dari pemohon. Sementara jawaban ini kan akan di-upload MK dalam website. Kalau kami tidak membuka kotak suara, siapa yang dirugikan? MK juga dirugikan karena tidak punya data.” 

Dia melanjutkan pembukaan kotak suara setelah pencoblosan karena ada rekomendasi dari Panwas atas usulan keberatan dari pasangan calon. Misalnya, beberapa TPS sempat dipersoalkan masakah DPKTb. “Ketika persoalanya diangkat di tingkat TPS ata PPS, kan langsung dibuka kotak suaranya. Itu clear karena dari pihak pemohon tidak ada catatan.”

Pembukaan kotak suara tingkat kabupaten ketika Panwas memberi masukan saat rekapitulasi pun tidak ada masalah. Demikian pula, saat rekapitulasi tingkat provinsi di beberapa tempat seperti DKI Jakarta itu juga dilaksanakan tidak ada masalah. “Semua sudah dilaksanakan dan tidak ada kejadian khusus. Jadi semua sudah dilaksanakan sesuai prosedur,” klaimnya.

Karena itu, dia berharap semua pihak yang berperkara bisa menghormati apapun putusan MK yang dijatuhkan pada Kamis 21 Agustus besok. “Kita serahkan sepenuhnya kepada Mahkamah apapun putusannya.”
Tags:

Berita Terkait