Koalisi PSK Desak DPR Rampungkan Revisi UU PSK
Berita

Koalisi PSK Desak DPR Rampungkan Revisi UU PSK

Komisi III optimis bisa disahkan di penghujung periode kerja DPR 2009-2014.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
LPSK. Foto: Sgp
LPSK. Foto: Sgp
Sisa waktu anggota dewan periode 2009-2014 aktif bekerja tidak kurang dari satu bulan. Sejumlah pekerjaan rumah pembahasan dan merampungkan RUU maupun revisi UU tertentu menjadi pekerjaan berat, seperti Revisi UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Janji DPR yang akan merampungkan revisi UU PSK nampaknya belum juga terwujud.  

Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Sumber Daya HAM Elsam, Zainal Abidin, mengatakan revisi UU PSK semestinya dapat dirampungkan, bahkan disahkan menjadi UU hasil revisi pada masa masa persidangan terakhir periode 2009-2014. Apalagi, dalam proses pembahasan telah terdapat Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari sembilan fraksi.

Selain itu, Komisi III telah mendengar masukan dari berbagai kalangan, termasuk dari daerah. Setidaknya, sejumlah masukan itu menjadi amunisi dalam rangka pembahasan revisi UU PSK.

“Koalisi memandang, dari sisa waktu yang tersedia, Komisi III perlu secara serius melakukan proses pembahasan dan pada akhirnya berhasil merampungkan dan mengesahkan segera RUU tersebut,” ujarnya dalam siaran pers koalisi kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

Direktur Institute Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo  Eddyono, menambahkan dalam proses tersebut, koalisi mendesak adanya pendalaman pembahasan terhadap klausul tertentu. Misalnya, konpensasi korban, penguatan perlindungan dan reward terhadap justice colabolator, dan perlindungan bagi whistleblower.

Menurut Supri, dalam DIM versi DPR tidak banyak isue tersebut dikritisi secara memadai dalam pembahasan. Sedangkan isu lainnya secara umum DPR banyak memasukan perubahan substansi. Misalnya cakupan perlindungan saksi, hak saksi dan korban, serta kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Koalisi menyakini Komisi III mampu menyelesaikan berbagai masalah tersebut, dan menghasilkan suatu revisi UU yang semakin memperkuat perlindungan saksi dan korban di Indonesia,” ujarnya.

Anggota Komisi III Deding Ishak mengatakan optimis komisinya dapat merampungkan di penghujung masa bhaktinya sebagai anggota dewan periode 2009-2014. Menurutnya revisi UU PSK merupakan inisiatif pemerintah. Apalagi sembilan fraksi relatif merespon positif terhadap penguatan perlindungan saksi korban.

“Terutama penguatan sisi perlindungan saksi dan korban itu  sendiri terkait dengan whistleblowerdan justice colabollator. Dan saya optimis harus kelar,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Anggota Komisi III lainnya, Desmon J Mahesa, menambahkan dalam waktu sebulan, pembahasan revisi UU PSK diharapkan rampung. Bahkan dapat disahkan dalam sidang paripurna. Apalagi, sejumlah koleganya di komisi telah melakukan studi banding ke negara paman Sam, Amerika Serikat.

Menurutnya, setelah mengantongi berbagai aspirasi dari stakeholder dan menyerap masukan dari negara luar, tidak ada alasan tidak dapat rampung.

Desmon berpadangan meski telah mengantongi amunisi, komitmen seluruh anggota komisi yang membidangi hukum itu mesti sama, yakni merampungkan dan memboyong ke paripurna untuk disahkan menjadi UU di penghujung masa bhaktinya. “Kita harus fokus. Ini harus dibahas serius. Kita ketok sebelum berakhirnya anggota dewan periode ini,” ujar politisi Partai Gerindra ini.

Anggota Komiisi III lainnya, Harry Witjaksono mengamini pandangan Deding dan Desmon. Menurutnya, dirinya satu dari sekian anggota Komisi III yang melakukan studi banding ke Amerika. Dikatakan Harry, di negeri paman Sam, LPSK berada di bawah Jaksa Agung. Maka dari itu, di Amerika Serikat, LPSK menjadi lembaga yang menjadi melindungi korban dan saksi secara paripurna.

“Jadi bukan saja melindungi keamanan, bahkan dapat mengubah status dalam hal orangnya terancam,” ujarnya.

Kendati penerapan LPSK di Indonesia berada di Jaksa Agung terkesan sulit, setidaknya keberadaan LPSK yang ada mesti diperkuat kewenangannya. Harry menilai, dalam penguatan dan perbaikan UU No.13 Tahun 2006 dilakukan tidak sekali jadi. Maka dari itu, perlu melakukan kajian mendalam. Politisi Partai Demokrat itu mensinyalir boleh jadi hasil revisi UU PSK pada anggota dewan periode berikutnya dilakukan revisi kembali.

“Mereka ingin penegasan lembaga dan melekat. Kalau mereka dimasukan ke dalam birokrat, mereka tidak mau. Kita juga khawatir birokratnya juga tidak siap. UU ini tidak bisa sekali jadi, mungkin di periode berikutnya bisa diubah lagi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait